Bila Pakai Dana BOS, Makan Siang Gratis Malah Gerogoti Kesejahteraan Guru
Jika makan siang gratis memakai dana BOS, sama saja dengan memberi makan gratis siswa dari jatah makan gurunya.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana penggunaan dana bantuan operasional satuan pendidikan atau BOSP untuk merealisasikan program makan siang gratis gagasan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menuai penolakan dari guru. Mereka khawatir, dana BOS yang difokuskan untuk program makan siang gratis akan memengaruhi gaji guru dan tenaga kependidikan.
Wacana ini pertama kali dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto, saat melakukan simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten. Pemerintah sekarang juga sudah membahas program ini walaupun Komisi Pemilihan Umum belum resmi mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menjelaskan, dana BOS yang diberikan pemerintah pusat selama ini digunakan 50 persen lebihnya untuk membayar guru dan tenaga kependidikan. Jika program makan siang gratis mengambil dana BOS, sengkarut masalah kesejahteraan guru makin sulit terselesaikan.
Kalau misal dana BOS digunakan, yang menjerit itu sekolah dan guru.
”Ini sama saja dengan memberi makan gratis siswa dengan cara mengambil jatah makan para gurunya,” kata Iman, Minggu (3/3/2024).
P2G mendesak pemerintah selanjutnya untuk mematangkan program ini tanpa mengutak-atik anggaran pendidikan, termasuk dana BOS. Terlebih lagi, sebelum ada wacana program makan siang gratis saja dana BOS tahun lalu sudah pernah diturunkan menjadi Rp 539 miliar.
Iman mencontohkan, setiap siswa SD berhak atas dana BOS sebesar Rp 900.000 per tahun atau hanya Rp 2.830 per siswa per harinya. Nilai ini dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan siswa yang semakin besar.
”Artinya, untuk sepiring nasi anak sekolah seharga Rp 15.000 saja pemerintah belum bisa memenuhinya. Jadi, tidak bisa diambil dari anggaran BOS yang jelas-jelas kurang,” ujarnya.
P2G juga meminta tim pasangan calon Prabowo-Gibran untuk membuka ruang dialog secara obyektif, jujur, dan transparan dengan masyarakat sipil dan akademisi dalam menyusun program andalan mereka ini. Semua pihak harus dilibatkan agar tujuan dari program untuk pemenuhan gizi anak ini bisa benar-benar berjalan baik.
”Jadi, rencana program ini tidak bisa didiskusikan serampangan, tanpa mengalkulasikan mulai dari sumber anggaran, teknis, produksi, skema distribusi, partisipasi publik, dan sebagainya,” kata Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan P2G Feriyansyah.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menambahkan, dana BOS yang selama ini diberikan pun masih kurang untuk pembiayaan operasional pendidikan di sekolah. Alih-alih dialokasikan untuk program makan siang gratis, FSGI justru meminta besaran dana BOS ditambah.
”Kalau misal dana BOS digunakan, yang menjerit itu sekolah dan guru,” kata Retno.
Adapun dana BOS yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam APBN 2024 sebesar Rp 57 triliun yang akan disalurkan ke 419.218 sekolah. Dana BOS 2024 meliputi dana BOS sebanyak Rp 52,07 triliun, dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak Rp 3,9 triliun, dan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan sebanyak Rp 1,55 triliun.
Dari dana BOS yang nilainya total Rp 52,07 triliun, sebanyak Rp 22,72 triliun disalurkan ke 219.684 sekolah dasar dengan 43,67 juta peserta didik, sebanyak Rp 11,65 triliun disalurkan ke 41.733 sekolah menengah pertama dengan 9,82 juta murid, dan sebanyak Rp 8,41 triliun diberikan ke 13.949 sekolah menengah atas dengan 5,17 juta siswa.
Perlu perencanaan matang
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih tegas menolak wacana makan siang gratis memakai dana BOS. Ia menilai rencana tersebut tanpa didasari kajian yang benar. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan menyatakan, pendekatan dalam kebijakan program pemerintah haruslah meliputi pendekatan teknokratis, pendekatan partisipatif, pendekatan politis, serta pendekatan atas-bawah dan bawah-atas.
”Apalagi ini program non-pemerintah dari pasangan calon yang belum resmi dilantik dan menjabat. Semua ada aturannya dalam undang-undang,” kata Abdul.
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan, konsep program makan siang gratis gagasan Prabowo-Gibran masih sangat tidak jelas. Perencanaan kebijakan yang tidak matang seperti ini bisa menimbulkan permasalahan lain di masyarakat.
”Program makan siang gratis secara fondasi masih belum kuat, dari sisi regulasi, skema pendanaan, risiko yang akan dihadapi, termasuk risiko lingkungan. Jadi, saya rasa masih sangat prematur,” kata Misbah.
Menurut kalkulasi Indonesia Food Security Review (IFSR), program makan siang gratis perlu biaya 30 miliar dollar AS atau sekitar Rp 450 triliun. Angka ini didapatkan jika menggunakan acuan Rp 15.000 per porsi makan siang gratis.