Kala Karya Jurnalistik Menghibur yang Papa
Pendiri ”Kompas”, Jakob Oetama, pernah berpesan, karya jurnalis harus menghibur yang papa dan mengingatkan yang mapan.
Maria Evin tak kuasa menahan tangis saat kediamannya didatangi banyak orang akhir pekan lalu. Di tempat yang belum layak disebut rumah di pelosok Nusa Tenggara Timur itu, Maria tinggal bersama ketiga anaknya yang masih belia, sementara mantan suaminya pergi ke Kalimantan tanpa tanggung jawab.
Maria tinggal di Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Waktu tempuh ke desa ini sekitar delapan jam perjalanan darat dari Labuan Bajo, melewati jalan provinsi yang berkelok-kelok membelah perbukitan, dan akses menuju desanya masih bebatuan.
Perempuan berusia 42 tahun ini tinggal di gubuk berukuran 2 meter x 3 meter, berdinding anyaman bambu usang yang termakan usia, beralaskan tanah, dan beratap seng yang bolong-bolong. Saat hujan, ia terpaksa berharap belas kasih ke tetangga untuk mengungsi mencari tempat berteduh.
Tidak ada sekat di dalam rumah. Mereka berempat tidur, makan, dan memasak di ruangan yang sama. Asap yang mengepul dari tungku membuat seng di atas tempat tidur mereka menghitam.
Saat malam tiba, semua gelap karena listrik belum mengaliri rumah ini. Kalaupun ada listrik, Maria yang bekerja sebagai buruh kebun tentu tidak mampu membayar tagihan. Lampu teplok dan tungku menjadi satu-satunya sumber pencahayaan pada malam hari.
Semua keterbatasan ini dijalani Maria sendiri setelah suaminya pergi merantau pada 2015 ke Kalimantan, lalu berpaling dan menikah lagi dengan perempuan lain. ”Mereka lepas tanggung jawab, tidak ada kabar lagi. Sekarang kerja hanya Rp 30.000 per hari kalau ada yang minta bantu membereskan kebun,” kata Maria.
Baca juga: Bansos Bukan Solusi Utama Mengatasi Kemiskinan
Kisah Maria pertama kali diungkit oleh seorang wartawan bernama Nansianus Taris. Seorang kontributor untuk Kompas.com di Labuan Bajo yang saat itu memang sedang pulang kampung untuk mencoblos saat pemilihan umum. Saat kumpul bersama warga, Nansianus mendapatkan informasi tentang kehidupan Maria Evin.
Dia kemudian meliput ke rumah Maria. Tak lama berselang, Menteri Sosial Tri Rismaharini melalui stafnya menghubungi Nansianus untuk berkoordinasi memberikan bantuan. Nansianus meyakini pesan klasik jurnalistik dari pendiri Kompas, Jakob Oetama, untuk selalu ”menghibur yang papa dan mengingatkan yang mapan”.
”Saya kaget sekali sebanyak ini yang datang ke desa kami. Seingat saya, ini kunjungan pertama dari pejabat selevel menteri ke desa kami,” kata Nansianus.
Tangis Maria pecah saat Risma merespons berita tersebut dengan datang langsung dan membawa bantuan kepada Maria pada Minggu (25/2/2024). Kepadanya, Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan bantuan modal usaha tenun dan ternak. Direncanakan pula akan dilakukan perbaikan rumah agar rumah Maria layak dihuni bersama ketiga anaknya.
Nansianus menyakini pesan klasik jurnalistik dari pendiri Kompas, Jakob Oetama, untuk selalu ’menghibur yang papa dan mengingatkan yang mapan’.
Tak hanya untuk Maria, Risma juga menggelar dialog dengan seluruh warga di lapangan desa. Satu per satu warga, dari anak-anak, ibu hamil, laki-laki pekerja, tenaga kesehatan, hingga polisi, mengadu kepada Risma. Ada yang dipenuhi, ada yang tidak.
Kemensos membawa bantuan berupa 100 paket sembako yang dibagikan kepada penderita tengkes 10 orang, penyandang disabilitas 10 orang, bayi dan anak balita 30 orang, serta untuk kelompok rentan dan lanjut usia 50 orang. Bantuan kali ini dibawa dengan menggunakan mobil gardan ganda (4WD) karena sulitnya akses.
Kelompok tani yang mengeluh membutuhkan alat bantu traktor untuk membajak sawah pun langsung direspons Kemensos dengan memberikan empat unit traktor. Selain itu, Kemensos juga memberikan kursi roda sebanyak 4 buah, tongkat penuntun 4 buah, dan tongkat penuntun adaptif untuk tunanetra 2 buah senilai lebih dari Rp 12 juta.
Kemensos juga menjanjikan program padat karya bagi warga desa yang dimulai dengan perbaikan jalan akses desa hingga saluran irigasi. Semua akan dibangun dengan biaya dari Kemensos, tetapi melibatkan warga untuk bergotong royong agar semua merasa memiliki dan akan terus merawat serta tetap tinggal di desa.
Mantan Wali Kota Surabaya ini mengakui, ia datang karena pemberitaan di media massa. Oleh karena itu, dia menegur semua pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak menindaklanjuti kasus Maria Evin kepadanya. Emosi Risma membuncah ketika seorang pendamping PKH justru meminta fasilitas sepeda motor saat dialog, padahal mereka dianggap gagal mengimplementasikan program bantuan dengan baik di daerahnya.
”Saya tidak pernah terima laporan dari kalian (PKH). Maaf, saya harus keras, saya dapatkan ini dari media. Saya ke sini karena ada laporan, bukan semata-mata karena saya mau ke sini. Masalah-masalah seperti ini, dosa kalian semua. Saya harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan dengan sumpah jabatan saya,” kata Risma.
Baca juga: Pemanfaatan Bahan Lokal Bisa Ungkit Kehidupan Masyarakat Rentan
Penjabat Bupati Manggarai Timur Boni Hasudungan Siregar yang hadir mendampingi mengakui, pihaknya memiliki keterbatasan anggaran dan sumber daya sehingga desa ini jarang tersentuh bantuan. Pihaknya akan segera mendata ulang semua warga agar masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar bantuan sosial yang diberikan ke depan menjadi tepat sasaran.
”Kemampuan pemerintah daerah memang terbatas. Nanti kami data ulang. Tadi Ibu Menteri menyampaikan, yang penting pemda siapkan datanya, nanti kita ajukan ke Kemensos,” kata Boni.
Dana Kemanusiaan Kompas
Setelah dari NTT, Kemensos juga memberikan bantuan rumah layak huni tahan gempa bagi 11 penerima manfaat di Desa Seuneubok Simpang, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Delapan unit di antaranya dibangun dari kerja sama dengan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (YDKK), sedangkan tiga unit lainnya dari dana hibah Kementerian Sosial dengan luas masing-masing rumah 32 meter persegi.
Pembangunan rumah ini berdasarkan hasil peninjauan pemberitaan di media yang dilakukan Kemensos. Sebelumnya, hanya dilaporkan tiga rumah yang tidak layak huni. Tetapi, setelah tim Kemensos terjun ke lapangan, ditemukan 11 rumah yang tidak layak huni.
Bantuan 11 rumah layak huni dari YDKK dan Kemensos ini senilai Rp 1,922 miliar. Manajer Eksekutif YDKK Anung Wendyartaka mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih bisa menjalin kerja sama dengan Kemensos dalam pembangunan rumah tahan gempa.
”Semoga kerja sama dengan Kemensos ini bisa berlanjut di bidang lainnya,” ungkap Anung.
Selain menyerahkan bantuan rumah, Kemensos juga memberikan bantuan pengembangan usaha dari Sentra Insyaf Medan senilai Rp 1,24 juta dan modal usaha senilai Rp 5 juta. Bantuan motor roda 3 dari Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) dengan nilai bantuan Rp 42 juta kepada Muhammad Jamil yang menjadi korban saat konflik sosial.
Baca juga: Jerit Harap Mereka Lepas dari Jerat Kemiskinan
Ada pula bantuan berupa kompor rakyat dengan nilai Rp 214,5 juta dan Bantuan Usaha Ekonomi Produktif batu bata interlock senilai Rp 88,8 juta dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam.