Perusahaan Pers Siap Berbenah Sambut Perpres "Publisher Rights"
Perpres mendukung media yang mengedepankan produk jurnalistik berkualitas serta mendapatkan penghargaan ekonomi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai organisasi dan asosiasi penerbitan pers menyambut baik penerbitan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Meski demikian, mereka masih mempelajari lebih lanjut payung hukum ini untuk mengetahui dampak dari implementasinya di lapangan.
Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 atau Perpres Publisher Rights ini diumumkan Presiden Joko Widodo saat puncak peringatan Hari Pers Nasional 2024, Selasa (20/2/2024). Keberadaan Perpres yang berisi regulasi yang mengatur kerja sama perusahaan pers dengan platform digital tersebut diharapkan dapat mendukung jurnalisme berkualitas di Tanah Air serta memastikan keberlanjutan industri media nasional.
Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers Januar P Ruswita, di Jakarta, Rabu (21/2/2024), mengatakan, terbitnya Perpres Publisher Rights tersebut menjadi bagian dari perlindungan sekaligus penghargaan atas pemanfaatan distribusi dan penyajian produk-produk jurnalistik media secara digital oleh perusahaan platfom digital. Perpres memungkinkan perusahaan pers melakukan negosiasi dengan perusahaan platform digital untuk memastikan content sharing (berbagi konten) mendapatkan benefit sharing (berbagi manfaat) yang adil dan nilai ekonomis yang memadai.
”Perpres mendukung media yang mengedepankan produk-produk jurnalistik berkualitas dan bertanggung jawab mendapatkan penghargaan ekonomis yang memadai untuk menjadikan perusahaan sehat dan berkelanjutan secara bisnisnya,” tutur Januar.
Menurut Januar, peluang meningkatkan pendapatan yang setara dan adil bisa tercapai sepanjang perusahaan pers bisa melakukan pembenahan produk-produk jurnalistiknya. Perprestersebut membuka ruang bagi perusahaan pers untuk menciptakan skema-skema baru content sharing dan benefit sharing.
Adapun waktu transisi enam bulan dari pemberlakuan Perpres Publisher Rights harus dipergunakan perusahaan pers untuk berbenah. Terutama perusahaan pers yang belum terverifikasi Dewan Pers agar secepatnya melengkapi persyaratan perusahaannya dan melakukan verifikasi ke Dewan Pers. Waktu enam bulan juga bisa dipergunakan untuk menilai kepatutan sosok-sosok yang diusulkan menjadi anggota komite yang dimaksud Pasal 10 dan Pasal 11 Perpres Publisher Rights.
Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa menyambut baik regulasi yang sudah bertahun-tahun diperjuangkan bersama melalui Dewan Pers. Mengacu pada nama resmi, perpres tersebut diberi nama Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Namun, sering kali dalam pembicaraan sehari-sehari terjadi penyederhanaan menjadi publisher rights atau hak penerbit. Hal itu dikhawatirkan dapat menyempitkan makna atau persoalan seolah-olah semata soal bagi keuntungan antara platfrom digital dan perusahaan pers.
”Padahal, ini soal jurnalisme berkualiatas dan kelangsungan hidup media. Bahwa media harus bisa sustain (berkelanjutan) mengelola bisnis, menghidupi karyawan, dan pada saat bersamaan bertanggung jawab kepada publik dalam mendiseminasi jurnalisme berkualitas,” tutur Teguh.
Regulasi ini juga harus dilihat sebagai investasi negara mendukung informasi dari produk jurnalisme berkualitas.
Teguh mengatakan, sejumlah media, terutama media online di daerah, sebenarnya masih mengandalkan pendapatan lebih besar dari kerja sama tradisional, yakni dengan lembaga/pemerintah daerah. Untuk itu, dalam masa awal ini masih perlu edukasi untuk peluang kerja sama dengan perusahaan platform digital dalam mendiseminasikan informasi lebih luas.
Menurut Teguh, saat ini masih masa awal untuk mempelajari dokumen perpres dan mencari persoalan yang mungkin muncul. Dia yakin semua pihak sepakat untuk menghadirkan jurnalisme berkualitas di ruang publik sehingga tidak dikotori dengan berita bohong, berita kotor, serta ujaran kebencian.
Teguh mencermati, penyebaran informasi dengan jurnalisme berkualitas di perusahaan platform digital harus ada kerja sama atau perjanjian bisnis ke bisnis dengan perusahaan pers. Media daring atau pers daerah yang belum bekerja sama tersebut, ketika memiliki berita atau informasi hasil produk jurnalisme berkualitas, tidak dapat disebarkan secara luas lewat platform digital, seperti mesin pencari atau media sosial. Padahal, di era kini, secara umum masyarakat mengakses informasi lewat platform digital.
”Ada dua pihak yang rugi, yakni perusahaan pers daerah itu dan masyarakat luas jadi tidak mendapat informasi tentang apa yang terjadi di daerah tersebut. Ini mungkin belum dirasakan saat ini, tetapi perlu juga mulai dicermati,” kata Teguh.
Mediadaring yang bergabung di JMSI sekitar 750. Saat ini, secara umum, mereka lebih mengandalkan pemasukan dari kerja sama tradisional.
Menghargai kerja jurnalistik
Wanseslaus Manggut dari Dewan Penasihat Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengatakan, regulasi ini menghargai media massa yang melewati proses kerja jurnalistik yang turun ke lapangan, memverifikasi, dan mengklarifikasi, bukan sekadar menyadur atau copy paste. Konten yang mengakomodasi kepentingan publik lebih dihargai dibandingkan dengan konten seperti kisah personal yang mengarah ke clickbait; meskipun viral, tetapi sedikit kepentingan publiknya.
”Regulasi ini juga harus dilihat sebagai investasi negara mendukung informasi dari produk jurnalisme berkualitas,” kata Wanseslaus.
Terkait kerja sama dengan platform digital, korporasi media massa besar bisa secara mandiri bekerja sama. Namun, untuk media kecil yang masih butuh peningkatan, ujarnya, AMSI akan memfasilitasi untuk berhimpun dalam bernegosisasi.
”Setelah sekian lama, kita akhirnya memiliki suatu aturan yang kita harapkan dapat melindungi ekosistem pers yang sehat. Kami mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo yang terus mendorong perpres ini guna melindungi ekosistem media, menghadirkan persaingan yang berkeadilan antara platform digital dan media, serta mendorong kerja sama kedua pihak untuk mendukung jurnalisme yang berkelanjutan,” papar anggota DPR, Meutya Hafid.
Seluruh masyarakat, lanjut Meutya, membutuhkan berita yang sesuai fakta dan konten berkualitas, bukan konten sensasional atau berdasarkan judul yang clickbait. PerpresPublisher Rights ini memang belum sempurna, tetapi dapat menjadi landasan awal bisnis media nasional.
”Kita harapkan setelah perpres ini terbit akan meningkatkan bisnis media yang berkelanjutan beriringan dengan konten yang berkualitas. Bisnis media yang baik tentunya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja media, yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas berita yang dibaca oleh masyarakat Indonesia,” tutur Meutya.