Tingkatkan Mutu Pendidikan Dasar agar Siswa Bernalar dan Kritis
Kemampuan numerasi dan literasi siswa yang masih rendah menunjukkan kualitas pendidikan dasar Indonesia perlu perbaikan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah agar serius meningkatkan mutu pendidikan dasar. Perbaikan pembelajaran di jenjang pendidikan dasar yang mendorong kemampuan bernalar dan berpikir kritis harus diwujudkan supaya menghasilkan generasi muda yang produktif.
Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali di Jakarta, Minggu (18/2/2024), mengatakan, mutu pendidikan dasar yang rendah, terutama dalam kemampuan literasi dan numerasi, memengaruhi angka Human Capital Index (HCI) Indonesia. Saat ini angkanya hanya 54 persen.
”Pemerintah mestinya menyadari ini. Kami terus mendorong agar pemerintah mau membuat payung hukum secara nasional untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan dasar,” ujar Rizali.
Baca juga: Mutu Pendidikan Dasar Masih Tertinggal
Menurut Rizali, gerakan masyarakat secara nasional yang menggalang keterlibatan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pembelajaran literasi dan numerasi guru di jenjang SD terus meningkat. Gerakan masyarakat seperti Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) dan Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) ini untuk memastikan anak Indonesia mampu bernalar lebih baik sehingga masa depan mereka lebih produktif.
”Jika ada regulasi semacam Peraturan Presiden Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan (Dasar), ini akan menggerakkan banyak pihak dan seluruh institusi untuk memperhatikan kualitas pendidikan dasar di setiap wilayah di Indonesia secara terstruktur sistematis dan masif,” ujar Rizali.
Upaya masyarakat mewujudkan generasi emas Indonesia tahun 2045 terus bergerak. Bersama Dinas Pendidikan Kota Kediri, NU Circle menggelar pelatihan Tadris Matematika. Sekitar 50 guru SD/MI di Kota Kediri dilatih selama enam hari dalam dua gelombang, minimal enam jam efektif.
Para guru dilatih untuk memahami strategi pembelajaran ala Gernas Tastaka sehingga pembelajaran matematika di kelas akan lebih bernalar, kontekstual, sederhana, dan mendasar. Pelatihan serupa dilakukan di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat di Sumatera Selatan.
Masyarakat harus bergerak melakukan inisiatif perbaikan.
Fokus gerakan Tadris Matematika mengedukasi guru madrasah ibtidaiyah di pondok pesantren dan di lingkungan kantor wilayah Kementerian Agama serta dinas pendidikan di berbagai daerah. Dampak terbesar dari gerakan Tadris Matematika adalah membangun kompetensi guru MI/SD agar mampu membangun siswa-siswi yang lebih bisa berpikir dan bernalar melalui kompetensi matematika. Pelatihan numerasi bagi guru SD dan MI ini bertujuan meningkatkan kompetensi guru dalam membangun strategi pembelajaran matematika secara lebih bernalar, kontekstual, sederhana, dan mendasar.
Rizali mengatakan, saat ini kompetensi numerasi anak Indonesia masih sangat buruk. Implikasinya, angka HCI Indonesia juga ikut buruk. ”Jika ini dibiarkan, capaian Indonesia Emas hanya omong kosong. Masyarakat harus bergerak melakukan inisiatif perbaikan. NU Circle melalui Gernas Tastaka telah melakukannya,” kata Rizali.
Guru berpengaruh
Asri Yusrina, Peneliti Senior The SMERU Research Institute, dalam acara Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar pada akhir tahun 2023 mengatakan guru berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan siswa, terutama dalam numerasi. Guru dengan kompetensi numerasi yang baik dapat mendukung siswa yang berkemampuan numerasi rendah meningkat lebih tinggi. Untuk itulah para guru harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan strategi dan cara mengajar sesuai kemampuan anak.
Sayangnya, kesenjangan kemampuan guru di Indonesia begitu lebar. Hal ini terlihat dari indikator nilai konten numerasi, nilai numerasi profesional, nilai microteaching, nilai pedagogi numerasi, dan nilai wawancara guru bervariasi. Dengan demikian, pelatihan guru, khususnya dalam jabatan, sangat penting.
Asri memaparkan, dari kajian SMERU dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, perlu didesain pelatihan yang lebih efektif pada guru. Kajian tersebut melakukan studi diagnostik dan survei pada 12.000 guru terkait kebutuhan selama mengajar dan pelatihan. Ada guru yang punya motivasi tinggi (berkemampuan tinggi dan rendah), jika diberi pelatihan sesuai kebutuhan, hasilnya akan bagus dan efektif.
Sebaliknya, guru dengan motivasi rendah (berkemampuan tinggi dan rendah), selain pelatihan sesuai kebutuhan dan kemampuan, butuh peran kepala sekolah untuk memberikan supervisi dan umpan balik. ”Sebenarnya model Platform Merdeka Mengajar sudah mencoba menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan guru. Namun, harus dilihat juga mana guru yang butuh supervisi dan umpan balik,” kata Asri.
Sementara itu, Research Associate Tanoto Foundation Ariyadi Wijaya mengatakan, dalam perubahan kurikulum demi kurikulum, terutama sejak Kurikulum 2004 sampai saat ini, sudah ada tujuan ideal untuk membuat pembelajaran matematika (numerasi) yang terkait dengan dunia nyata. Artinya, pembelajaran matematika bermakna karena dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
Baca juga: Guru Berkualitas Kunci Pembelajaran Bermutu
Sayangnya, tujuan ideal pembelajaran matematika itu tidak berhasil dicapai siswa Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil tes PISA mulai 2006 hingga 2018 dengan skor numerasi masih rendah, tertinggal dari negara-negara maju.
Dari kajian ditemukan, secara umum para guru masih belum mampu mengaitkan pembelajaran matematika dengan konteks dunia nyata. Pembelajaran ada yang masih pasif, sekadar membuat soal-soal berhitung. Namun, sudah ada yang mampu menerapkan pembelajaran aktif, tetapi tidak mampu menghubungkannya dengan konteks dunia nyata.
”Ternyata, masih ada masalah juga dalam konsepsi guru dalam numerasi, yang masih fokus tentang kalkulasi. Ada kesulitan guru mengaitkan matematika dengan dunia nyata dan menghadapi kemampuan siswa yang beragam. Untuk itu, perlu penguatan kompetensi guru dan kepala sekolah, sumber belajar numerasi, dan lingkungan belajar untuk numerasi,” ucap Ariyadi.
Golda Simatupang, School Improvement Program Lead Tanoto Foundation, mengatakan, tantangan pembelajaran literasi di tingkat pendidikan dasar juga tinggi. Fokus guru lebih pada membuat siswa mampu membaca, tetapi banyak yang belum memahami bacaan. Semisal di sekolah ada pojok baca, tetapi tidak konsisten dan guru memberi tugas tanpa umpan balik. Padahal, umpan balik sebagai instrumen untuk mengetahui apakah instruksi sudah jelas dan meningkatkan daya nalar dan daya kritis.
Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Anindito Aditomo mengatakan, selama ini layanan pendidikan memang lebih fokus pada kuantitas, dari akses hingga infrastruktur, belum menyentuh kualitas, Namun, lewat transformasi pendidikan Merdeka Belajar yang holistik, layanan pendidikan oleh pemerintah daerah tidak lagi hanya berfokus untuk memastikan tersedianya akses atau semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan.
Mulai tahun 2023, standar pelayanan minimal pendidikan yang wajib dipenuhi pemerintah daerah juga harus memastikan mutu dan pemerataan layanan pendidikan antarsekolah dan antardaerah.