NASA Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Bulan
NASA berencana membangun PLTN di Bulan. Nuklir jadi energi alternatif untuk menopang kolonisasi manusia di Bulan.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat atau NASA siap membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Bulan. Pembangkit ini akan menyediakan energi yang bersih, aman, dan andal untuk menopang kolonisasi manusia secara berkelanjutan di Bulan. Jika semua berjalan lancar, pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN ini akan mulai beroperasi awal dekade 2030-an.
Penggunaan energi nuklir dalam misi eksplorasi luar angkasa makin masif. Sejak tahun 1961, nuklir sudah digunakan sebagai sumber daya sejumlah wahana antariksa yang melakukan perjalanan ke tepian Tata Surya atau satelit yang mengorbit Bumi. Saat ini NASA dan Badan Riset Pertahanan Maju AS (DARPA) juga sedang menyiapkan roket peluncur berbahan nuklir untuk diluncurkan pada 2026.
Tak hanya itu, NASA juga tengah berusaha menyelesaikan rencana pembangunan reaktor nuklir pertama di Bulan. Energi nuklir ini akan dikonversi menjadi energi listrik yang digunakan untuk menopang misi yang berlangsung saat di Bulan sedang malam hari. Berbeda dengan Bumi yang waktu siang dan malamnya sekitar 12 jam, panjang waktu siang atau malam di Bulan mencapai 14 hari.
Sebagai satelit Bumi, Bulan mengelilingi Bumi selama 27,3 hari Bumi. Sembari berevolusi, Bulan juga berputar pada porosnya. Namun, karena kuncian gaya pasang Bumi, periode revolusi Bulan sama dengan periode rotasi Bulan. Akibatnya, panjang satu hari di Bulan juga 27,3 hari Bumi sehingga panjang siang hari atau malam harinya sekitar 14 hari.
Panjangnya malam di Bulan membuat energi Matahari tidak bisa diandalkan sebagai sumber daya untuk menghasilkan energi listrik. Karena itu, diperlukan energi alternatif yang andal, bersih, dan aman mengingat pembangkit ini akan beroperasi di lingkungan yang secara hukum internasional harus dijaga keasliannya.
”Malam hari di Bulan memberikan tantangan teknis tersendiri. Keberadaan reaktor nuklir yang beroperasi secara independen terhadap Matahari menjadi pilihan paling memungkinkan, baik untuk kepentingan ilmiah maupun eksplorasi jangka panjang di Bulan,” kata Direktur Program Misi uji Teknologi NASA Trudy Kortes, Rabu (31/1/2024), seperti dikutip Livescience, Jumat (2/2/2024).
Tahap pengembangan
Sekarang, pembangunan reaktor ini sedang dalam tahap pengembangan konsep. Mengutip situs NASA, dari dua pilihan teknologi pembangkit nuklir yang biasa digunakan dalam misi luar angkasa, pilihan jatuh pada reaktor dengan teknologi fisi (FPS), mirip dengan yang digunakan pada PLTN di Bumi.
Teknologi ini mengandalkan proses fisi atau pembelahan inti berat secara berkelanjutan dengan menggunakan isotop uranium-235. Proses ini mampu menghasilkan pasokan listrik dengan kapasitas mulai dari rentang kilowatt hingga megawatt.
Sementara teknologi pembangkit nuklir yang tidak dipilih adalah reaktor dengan teknologi radioisotop (RPS). Model ini memanfaatkan proses peluruhan panas alami dari isotop radioaktif plutonium-238. Masalah utamanya, teknologi ini hanya mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1 kilowatt.
Untuk pengembangan desain reaktor fisi di Bulan itu, pada awal 2022, NASA dan Departemen Energi AS memberikan kontrak kepada tiga perusahaan, yaitu Lockheed Martin, Westinghouse, dan IX, yang merupakan perusahaan patungan Intuitive Machines dan X-Energy. Mereka ditugaskan untuk membuat desain awal reaktor beserta subsistem pendukung, perkiraan biaya, hingga jadwal pengembangannya.
Reaktor tersebut diharapkan mampu bekerja setidaknya selama 10 tahun.
NASA mematok reaktor tersebut mampu menghasilkan energi listrik sebesar 40 kilowatt. Daya sebesar ini bisa digunakan untuk menerangi 33 rumah di Bumi, tetapi cukup untuk menghidupi sejumlah fasilitas riset di Bulan. Reaktor tersebut diharapkan mampu bekerja setidaknya selama 10 tahun.
Pembangkit ini menggunakan bahan bakar uranium dengan pengayaan rendah yang bobot bahan bakarnya dibatasi maksimal 6.000 kilogram. Pembatasan berat bahan bakar ini diperlukan karena sangat memengaruhi proses peluncuran. Semakin berat beban yang dibawa, maka semakin besar pula energi roket peluncur yang dibutuhkan.
Selain berbagai batasan itu, pengembang desain diberi kebebasan ide dan kreativitas dalam aspek teknis pembangunan reaktor. Menurut rencana, reaktor ini akan ditempatkan di dekat kutub selatan Bulan, yaitu wilayah di permukaan Bulan di mana ditemukan adanya air es dan sejumlah senyawa volatil yang mudah menguap.
Setelah desain awal PLTN di Bulan itu selesai dikerjakan, NASA berencana memperpanjang kontrak untuk menyempurnakan desain yang sudah ada. Pada tahap selanjutnya, desain reaktor nuklir diharapkan sudah tuntas dan siap diuji dalam lingkungan Bulan. Proyek pengembangan PLTN di Bulan tahap berikutnya itu baru akan dilakukan tahun 2025.
Apabila semua proses berjalan lancar, PLTN pertama di Bulan itu diharapkan bisa diluncurkan pada awal dekade 2030-an. Jika berjalan sukses, mampu menopang kehidupan manusia Bumi di Bulan, reaktor ini akan digunakan untuk misi kolonisasi manusia berikutnya di luar angkasa, yaitu planet merah Mars.