UNESCO Dorong Penghapusan Ujaran Kebencian Melalui Pendidikan
Peringatan Hari Pendidikan Internasional 24 Januari 2024 mendorong dunia pendidikan menghapus fenomena ujaran kebencian.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO mendorong dunia pendidikan dan guru untuk melawan ujaran kebencian yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama di media sosial. Ini menjadi semangat dalam peringatan Hari Pendidikan Internasional, 24 Januari 2024.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay menyatakan, fenomena ujaran kebencian saat ini semakin mengkhawatirkan, bahkan banyak yang menormalisasi karena perkembangan media sosial. UNESCO mendesak negara-negara anggotanya untuk memprioritaskan pendidikan sebagai alat untuk menjadikan masyarakat bermartabat dan damai.
”Meningkatnya penyebaran ujaran kebencian merupakan ancaman bagi seluruh lapisan masyarakat. Pertahanan terbaik kita adalah pendidikan, yang harus menjadi inti dari setiap upaya perdamaian,” kata Audrey, Rabu (24/1/2024).
Survei UNESCO di 16 negara pada 2023 mengungkapkan, sebesar 67 persen pengguna internet pernah mengalami ujaran kebencian daring. Sebanyak 87 persen khawatir penggunaan media sosial yang tidak dewasa ini akan berdampak pada disinformasi dan polarisasi sesama warga negaranya.
Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, ada 3.640 konten ujaran kebencian mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) selama tahun 2018 sampai 2021. Data dari Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet menunjukkan, sejak Januari hingga September 2023 terdapat 647 aduan terkait kekerasan berbasis jender online.
Audrey menjelaskan, pendidikan memiliki peluang untuk mengatasi ujaran kebencian dengan menyadarkan pelajar dari segala usia tentang dampak secara daring dan luring dari sebuah ujaran kebencian. Ini ditujukan untuk mendekonstruksi ujaran kebencian, menjadikan masyarakat yang inklusif, demokratis, dan menghormati hak asasi manusia.
”Agar berhasil, kita perlu melatih dan mendukung guru-guru yang berada di garda depan dalam mengatasi fenomena ini dengan lebih baik,” ujarnya.
Ujaran kebencian semakin subur di media sosial karena platform ini memungkinkan seseorang untuk menjadi anonim.
Secara terpisah, ahli psikologi internet dari Universitas Gadjah Mada, Haidar Buldan Tantowi, menjelaskan, ujaran kebencian bisa terjadi karena dalam pribadi netizen atau warganet ada prasangka negatif kepada kelompok tertentu. Misalnya, ada penilaian bahwa sebuah kelompok, agama, atau etnis tertentu tidak beradab, pelit, sangat eksklusif, dan lain sebagainya.
Kedua, ujaran kebencian bisa jadi terjadi dari perilaku memicu konflik (trolling). Orang yang berperilaku trolling ini berbeda dengan orang dengan prasangka buruk. Pelaku trolling ini tidak didorong oleh perasaan benci kepada kelompok tertentu, tetapi melontarkan ujaran kebencian malah untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan pribadi.
Dalam ilmu psikologi, para pelaku trolling tersebut diklasifikasikan kepada bentuk kepribadian sadism karena mereka memperoleh kesenangan dari kegiatan membuat orang menderita. Misalnya, ketika seseorang mengunggah hari bahagia mereka layaknya ulang tahun dan lain sebagainya di media sosial, lalu tiba-tiba saja ada yang berkomentar negatif seperti menjelek-jelekkan bentuk tubuh dan lain sebagainya.
”Mereka melakukan itu karena itu menyenangkan, itu menghibur bagi mereka. Jadi bukan karena mereka ingin memperoleh status yang lebih tinggi, bukan masalah uang atau bukan masalah apa pun, tetapi niatnya itu murni untuk menghibur diri mereka sendiri,” kata Haidar.
Ujaran kebencian semakin subur di media sosial karena platform ini memungkinkan seseorang untuk menjadi anonim sehingga dia lebih berani mengujarkan kebencian melalui jarinya.
Oleh karena itu, UNESCO akan menyelenggarakan pelatihan kepada beberapa guru dari seluruh dunia mengenai dekonstruksi ujaran kebencian yang melatih mereka untuk mengenali, mengatasi, dan mencegah insiden ujaran kebencian dengan lebih baik. Pelatihan ini merupakan bagian dari tindakan UNESCO untuk membantu negara-negara anggotanya dan para profesional di bidang pendidikan mengatasi ujaran kebencian melalui pendidikan.