Teknologi Seleksi Sperma Tingkatkan Keberhasilan Kehamilan
Teknologi reproduksi berbantu telah terbukti dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengatasi infertilitas
Modifikasi metode seleksi kualitas sperma pada teknologi reproduksi berbantu dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan pada berbagai jenis program hamil. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan salah satu guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gangguan sistem reproduksi dapat menyebabkan terjadinya infertilitas atau kemandulan. Kondisi itu terjadi apabila pasangan suami istri tidak bisa memiliki anak selama kurang lebih satu tahun setelah berhubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setidaknya satu dari enam pasangan suami istri di usia produktif mengalami infertilitas. Jumlah itu setara dengan sekitar 186 juta orang di seluruh dunia. Adapun prevalensi infertilitas pada pasangan suami istri usia produktif sekitar 25-44 tahun sebesar 9 persen.
Di Indonesia, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2018 menunjukkan, angka kejadian infertilitas pada pasangan suami istri usia produktif mencapai 10-15 persen atau 4-6 juta pasangan. Sekitar 40-70 persen infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki. Meski begitu, kesadaran mengenai infertilitas pada laki-laki di masyarakat masih rendah. Keterbatasan akses serta stigma menjadi penyebabnya.
Infertilitas pada pria paling banyak disebabkan penurunan konsentrasi pada sperma, gangguan motilitas sperma (kualitas gerak sperma), dan gangguan morfologi normal sperma. Berbagai upaya telah dikembangkan untuk mengatasi infertilitas pada laki-laki. Salah satunya dengan teknologi reproduksi berbantu (TRB).
Teknologi reproduksi berbantu, seperti inseminasi intrauterin dan fertilisasi in vitro telah terbukti dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengatasi infertilitas terkait dengan kualitas sperma. Namun, keberhasilan dari teknologi reproduksi berbantu sangat bervariasi. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan TRB adalah seleksi sperma atau preparasi sperma.
Hal itu disampaikan Guru Besar Bidang Ilmu Biologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Silvia Werdhy Lestari ketika menyampaikan pidato pengukuhannya di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Orasi ilmiahnya berjudul ”Inovasi Seleksi Sperma pada Teknologi Reproduksi Berbantu: Pentingnya Kesehatan Reproduksi Pria dalam Rangka Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Sehat, Menuju Indonesia Emas 2045”. Silvia merupakan Guru Besar Universitas Indonesia ke-66 yang dikukuhkan pada 2023.
Baca Juga: Ekstrak Kuda Laut untuk Kesuburan Pria
Silvia menyampaikan, seleksi sperma dapat dilakukan dengan teknik swim up, density gradient centrifugation (DGC), ataupun kombinasi. Teknik tersebut dilakukan dengan berbagai kecepatan dan periode dalam sentrifugasi (pemisahan campuran).
Namun, prosedur seleksi sperma terkadang justru dapat merusak sperma terkait proses sentrifugasi dan pemipetan yang berulang. Akibatnya, akhir dari metode seleksi sperma menjadi tidak sesuai harapan. Teknologi reproduksi berbantu yang dilakukan pun menjadi gagal.
”Itu sebabnya perlu adanya inovasi atau temuan aplikasi hasil penelitian baru berupa modifikasi seleksi sperma pada TRB serta perbaikan kualitas sperma terlebih dahulu sebelum dilakukan metode TRB,” tutur Silvia.
Modifikasi seleksi sperma
Silvia mengutarakan, riset yang dilakukan bersama dengan timnya berhasil membuktikan modifikasi teknik seleksi atau perparasi sperma dapat meningkatkan tingkat keberhasilan kehamilan pasien. Modifikasi metode seleksi kualitas sperma dilakukan dengan mempertimbangkan kombinasi antara jumlah sperma motil (sperma yang aktif bergerak) dan indeks fragmentasi DNA (IFD) sperma.
Keberhasilan dari teknologi reproduksi berbantu sangat bervariasi. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan TRB adalah seleksi sperma atau preparasi sperma.
Penelitian Silvia dilakukan dengan memodifikasi teknik pada metode DGC yang disesuaikan dengan kualitas sampel sperma. Melalui metode ini, proses seleksi sperma tidak akan terlalu merusak kualitas sperma, terutama pada kondisi sperma yang abnormal atau bahkan sudah rusak.
”Modifikasi teknik preparasi sperma dalam upaya seleksi sperma yang kami lakukan telah terbukti dapat meningkatkan tingkat kesuksesan ataupun keberhasilan kehamilan pada pasien di pusat infertilisas kami untuk proses IIU (inseminasi intrauterin). Pengurusan hak cipta juga telah kami lakukan untuk modifikasi teknik preparasi sperma tersebut,” tutur Silvia.
Ia menambahkan, penelitian lain yang dilakukannya juga membuktikan bahwa, selain parameter kualitas sperma, ada parameter tambahan lain yang dapat membantu proses penapisan kualitas sperma sebelum metode TRB dilakukan. Parameter lain yang juga harus diperhatikan adalah pada indeks fragmentasi DNA sperma.
Selain itu, pemberian substrat lain, seperti ALA (asam alfa-lipoat) sebagai antioksidan dan PRL (prolaktin) sebagai antiradikal bebas memiliki efek yang baik bagi sperma. Pemberian substrat tersebut dapat turut meningkatkan kualitas sperma dari hasil preparasi. Substrat ALA dan PRL dapat menjaga sperma dari efek buruk proses preparasi sperma.
Tipe program hamil
Silvia dan tim juga melakukan penelitian lain terkait dengan modifikasi seleksi sperma berdasarkan tipe program hamil (promil). Program hamil yang dilakukan bisa disesuaikan dengan mengombinasikan kondisi jumlah sperma motil dengan indeks fragmentasi DNA (IFD) sperma. Apabila jumlah sperma motil lebih dari 40 juta dan IFD kurang dari 15 persen, promil bisa dilakukan dengan konsepsi alami dari hubungan suami istri yang dilakukan secara teratur.
Baca Juga: Diet Memengaruhi Mutu Sperma dengan Cepat
Sementara jika jumlah sperma motil lebih dari 40 juta dan IFD 15-30 persen bisa melakukan promil dengan inseminasi intra uterus (IIU). Pada kondisi sperma dengan jumlah sperma motil lebih dari 40 juta dan IFD lebih dari 30 persen dapat melakukan promil dengan fertilisasi in vitro (FIV), intracytoplasmic sperm injection (ICSI), atau bayi tabung.
Untuk kondisi sperma dengan jumlah sperma motil 5-40 juta dan IFD 15-30 persen dapat melakukan promol IIU. Sementara jika jumlah sperma motil 5-40 juta dan IFD lebih dari 30 persen, promil dilakukan dengan FIV, ICSI, atau bayi tabung. Pada kondisi sperma dengan jumlah sperma motil kurang dari 5 juta dan IFD lebih dari 30 persen, promil yang dilakukan berupa FIV, ICSI, atau bayi tabung.
”Modifikasi metode seleksi kualitas sperma berupa kombinasi antara jumlah sperma motil dan fragmentasi DNA sperma dapat menghasilkan kondisi sperma yang optimal untuk digunakan pada tiap jenis program hamil, baik promil alami, IIU, FIV, ICSI, maupun bayi tabung. Diharapkan melalui modifikasi itu keberhasilan kehamilan pada program hamil bisa meningkat,” kata Silvia.
Penelitian akan terus ia dilakukan dengan tetap berfokus pada kesehatan reproduksi pria. Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan modifikasi seleksi sperma pada tingkat seluler atau molekuler ataupun penelitian untuk meningkatkan kualitas embrio dari sisi sperma dan pengembangan sel punca sperma.
Baca Juga: Kehidupan Modern dan Perubahan Iklim Turunkan Kualitas Sperma Laki-laki
Secara terpisah, dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Gde Suardana, dalam laman resmi RSAB Harapan Kita, menyampaikan, infertilitas kini lebih banyak ditemukan di kota besar akibat gaya hidup yang kurang baik.
Gaya hidup di kota besar cenderung menyebabkan stres serta lebih banyak menjalankan pola makan yang tidak seimbang. Program reproduksi berbantu merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi infertilitas pada pasangan suami istri.
”Semakin dini pasangan suami istri dengan infertilitas (gangguan kesuburan) melakukan pemeriksaan dan melakukan program reproduksi berbantu, akan semakin besar juga peluang keberhasilan untuk mendapatkan kehamilan,” tuturnya.