419.146 Formasi Guru PPPK Dibuka Tahun Ini
Peningkatan kesejahteraan dan jenjang karier guru dan tenaga kependidikan perlu diprioritaskan dengan menjadikan mereka sebagai ASN PPPK.
JAKARTA, KOMPAS — Pengangkatan guru nonaparatur sipil negara atau ASN menjadi guru ASN berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK diproyeksikan selesai pada 2024. Dengan begitu, pengangkatan satu juta guru ASN PPPK akan tuntas.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nunuk Suryani lewat kanal live IG bertajuk ”Ngopi Bareng Bu Nunuk” tentang ASN PPPK Guru, Jumat (5/1/2024), mengatakan, tahun ini formasi guru PPPK yang dibuka sebanyak 419.146. Sisa guru non-ASN di sekolah negeri sekitar 200.000 guru.
Adapun untuk tenaga kependidikan di sekolah, seperti pustakawan, laboran, atau tenaga administrasi, masuk dalam perekrutan tenaga teknis. Kemendikbudristek mengajukan formasi sekitar 87.000 tenaga kependidikan berstatus ASN PPPK dari formasi sekitar 457.000 orang yang dibuka Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun ini.
”Ini tahun terakhir, tidak boleh ada guru honorer di satuan pendidikan negeri. Seharusnya, kan, November tahun 2023, tetapi diperpanjang. Beban untuk menjadikan guru non-ASN sebagai PPPK kami harapkan bisa lunas tahun ini. Jadi, kami terus berupaya untuk bisa melakukan seleksi secara maksimal sesuai formasi,” kata Nunuk.
Baca juga : Tahun 2024, Rekrutmen Guru PPPK Tetap Prioritas
Nunuk optimistis formasi tahun 2024 bisa dipenuhi, terutama untuk daerah yang memang masih membutuhkan banyak guru PPPK. Sesuai ketentuan, seleksi bisa dilakukan sebanyak tiga kali. Selain itu, Kemendikbudristek juga sudah membuat Ruang Talenta Guru khusus untuk guru yang sudah lulus seleksi PPPK dan lulusan pendidikan profesi guru.
Menurut Nunuk, pemerintah berkomitmen menyelesaikan pengangkatan guru PPPK untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta membuat profesi guru bermartabat dan membanggakan. ”Jadi, tidak ada lagi guru non-ASN, mereka mendapatkan gaji layak. Kalau sudah menjadi ASN PPPK, ada akselerasi bagi pendidikan profesi guru dalam jabatan sehingga guru mendapat gaji dan tunjangan sertifikasi guru. Peningkatan kesejahteraan dan kejelasan jenjang karier ini agar guru semakin fokus pada kualitas pembelajaran,” tutur Nunuk.
Untuk seleksi tahun ini, pemerintah daerah bisa membuka formasi umum.
Penuntasan rekrutmen satu juta guru tahun 2024 ini menyisakan sekitar 12.000 guru lulus nilai ambang batas yang disebut Prioritas 1 (P1). Mereka belum bisa ditempatkan karena tidak ada formasi di tahun lalu.
Pada 2023, sebanyak 230.707 guru PPPK diterima. Hingga saat ini, total guru non-ASN menjadi ASN PPPK hampir 800.000 guru. Untuk mencapai satu juta guru sebenarnya butuh sekitar 200.000 guru. Namun, perekrutan tahun ini dibuka lebih untuk mengganti guru yang pensiun.
Menurut Nunuk, sebenarnya di 2023 ada sekitar 260.000 formasi, tetapi yang terisi baru sekitar 230.000 formasi. Penyebabnya, di daerah tertentu tidak ada pelamar. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan agar formasi yang disediakan terisi penuh.
Untuk seleksi tahun ini, pemerintah daerah bisa membuka formasi umum. Guru swasta bisa ikut, tetapi harus mendapat izin dari yayasan. Formasi umum juga bisa diikuti guru lulusan pendidikan profesi guru yang belum masuk di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) atau guru yang sudah masuk Dapodik tetapi masa kerjanya belum tiga tahun.
”Status P1 ini tetap melekat pada guru. Jadi, guru P1 tetap akan mendapat penempatan di 2024 ini. Adapun guru lain harus ikut seleksi tes sesuai mekanisme tahun ini,” ujar Nunuk.
Baca juga : Guru Diajak Terus Berdedikasi untuk Anak-anak Bangsa
Secara terpisah, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, pihaknya mengapresiasi upaya Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan panitia seleksi nasional dalam melaksanakan perekrutan guru PPPK. ”Namun, kami menyesalkan karena masih ada ribuan guru sudah lolos nilai ambang batas (P1) sejak 2021 dijanjikan akan diberi formasi pada 2022, lalu 2023, dan kini dijanjikan kembali mendapatkan formasi pada 2024,” kata Satriwan.
Terkait Marketplace Guru yang dikoreksi menjadi Ruang Talenta Guru, menurut Satriwan, hanya menjadi bumerang karena menutup mata dari masalah sebenarnya. Masalah dimaksud ialah tidak sinkronnya kebijakan guru PPPK antara pemerintah pusat dan daerah serta lemahnya pemutakhiran data yang seharusnya bukan masalah bagi menteri dengan latar belakang pelopor perusahaan teknologi digital.
Hasil belajar
Sementara itu, Asri Yusrina, peneliti di SMERU Research Institute menyampaikan, berdasarkan kajian SMERU tentang visi dan misi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, kesejahteraan, karier, dan kualitas guru berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa Indonesia yang masih rendah. Akan tetapi, isu seputar guru masih lebih dikaitkan dengan kesejahteraan.
Padahal, sebagai sebuah profesi, guru seharusnya memiliki jenjang karir yang jelas. Namun, di Indonesia, saat ini belum ada kebijakan yang secara jelas mengatur jenjang karier guru. Padahal, pengaturan ini penting karena memberikan peta jalan yang mengharuskan guru mencapai kompetensi tertentu di setiap jenjang kariernya. Artinya, semakin tinggi kompetensi guru, semakin tinggi pula jenjang kariernya.
Menurut Asri, hasil pembelajaran murid yang masih rendah merupakan isu paling mendesak yang harus segera dan terus-menerus ditangani. Ada beberapa strategi peningkatan hasil pembelajaran murid yang diharapkan muncul dalam visi dan misi para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Salah satunya, peningkatan kualitas guru yang dapat dicapai dengan menjamin kesejahteraan, memastikan jenjang karier, dan menyediakan akses terhadap berbagai program peningkatan kompetensi guru.
Ketiga pasangan calon presiden-calon wakil presiden sudah menyentuh isu kesejahteraan guru. Khusus untuk isu kesejahteraan guru honorer, Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran mengisyaratkan untuk menuntaskan seleksi dan perekrutan guru honorer menjadi ASN PPPK. Anies-Muhaimin menawarkan pengangkatan guru honorer berdasarkan meritokrasi dan sesuai dengan kebutuhan. Prabowo-Gibran tidak menyebutkan mekanismenya secara terperinci. Sementara itu, Ganjar-Mahfud menekankan penyempurnaan sertifikasi guru dan dosen secara lebih sederhana.
”Studi kami merekomendasikan perlunya memfasilitasi rekrutmen dan pendidikan guru bagi individu dari daerah setempat yang jaraknya relatif dekat dengan lokasi sekolah. Ketersediaan guru juga dipengaruhi oleh ketimpangan jumlah guru dalam suatu provinsi/kabupaten/kota. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, para pasangan calon juga perlu memperhatikan dan memastikan upaya pemerintah daerah memenuhi standar pelayanan minimal ketersediaan guru,” tutur Asri.