Kejadian Luar Biasa Polio Kembali Dilaporkan, Imunisasi Digencarkan
Kejadian luar biasa polio dilaporkan terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena itu, kegiatan imunisasi massal digalakkan di wilayah tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus lumpuh layu akut akibat virus polio dilaporkan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dan Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Virus polio juga ditemukan pada sampel lingkungan di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Untuk itu, Sub pekan Imunisasi Nasional Polio dilakukan di semua wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal itu sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 1051 Tahun 2023 yang diterbitkan pada 29 Desember 2023. Subpekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, menurut rencana, dilakukan dengan memberikan vaksin oral nOPV2 ke seluruh sasaran anak usia 0-7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Sub-PIN Polio dilakukan dua putaran dengan putaran pertama pada 15 Januari 2024 dan putaran kedua pada 19 Februari 2024.
Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi, dihubungi di Jakarta, Kamis (4/1/2024), mengatakan, Sub-PIN Polio yang dilakukan sebagai imunisasi untuk merespons kejadian luar biasa atau ORI (outbreak response immunization) sebaiknya meliputi cakupan luas. Sekalipun kasus ditemukan hanya di wilayah tertentu, ORI perlu dijalankan dengan cakupan wilayah yang lebih luas.
Hal itu pula yang dilakukan pada Sub-PIN Polio dalam merespons KLB yang baru terjadi saat ini. Meski tidak ditemukan kasus polio, Kabupaten Sleman, DIY, termasuk wilayah sasaran Sub-PIN Polio karena dinilai berisiko tinggi terhadap penularan. Wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten tempat kasus polio ditemukan.
“Target cakupan ORI ini harus tinggi dan merata. Setidaknya perlu dicapai minimal 95 persen dari total sasaran. Imunisasi sangat diperlukan untuk melindungi anak dari risiko penularan penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I), termasuk polio,” kata Hartono.
Cakupan imunisasi yang rendah menjadi salah satu penyebab masih adanya penularan polio pada anak di Indonesia. Sebelumnya, KLB Polio juga dilaporkan pada November 2022 di Aceh dan Maret 2023 di Jawa Barat.
Target cakupan ORI ini harus tinggi dan merata. Setidaknya perlu dicapai minimal 95 persen dari total sasaran.
Menurut Hartono, sejumlah warga belum menganggap imunisasi sebagai bagian penting untuk melindungi anak dari penularan penyakit yang berbahaya. Oleh karena itu, tenaga kesehatan dan kader kesehatan yang berada di tengah masyarakat harus terus mengingatkan akan pentingnya imunisasi pada anak.
Pemeriksaan kelengkapan status imunisasi harus dilakukan secara berkala oleh petugas ataupun kader kesehatan. Kelengkapan status imunisasi tersebut dapat dilihat pada catatan di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Khusus untuk polio, pencegahan melalui imunisasi perlu diberikan sebanyak empat kali untuk dosis imunisasi polio tetes dan dua kali untuk dosis imunisasi polio suntik (IPV).
Pencegahan
Selain imunisasi, Hartono menyebutkan, pencegahan polio juga dapat dilakukan dengan memastikan kebersihan, baik kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi, kebersihan diri, maupun kebersihan lingkungan. Masyarakat pun perlu memastikan untuk buang air besar di jamban yang sehat.
Polio merupakan penyakit infeksi yang disebabkan virus polio. Virus tersebut umumnya masuk melalui mulut akibat tertelannya makanan atau air yang terkontaminasi. Virus ini dapat memperbanyak diri di dalam usus. Virus polio bisa menyebar di lingkungan sekitar melalui feses. Kondisi kesehatan lingkungan yang buruk dapat mempercepat penyebaran virus.
Hartono mengatakan, seseorang yang tertular polio umumnya menunjukkan gejala yang tidak spesifik, seperti demam. Namun, pada beberapa kasus, gejala yang muncul bisa berupa kelemahan pada anggota gerak tubuh yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Polio juga bisa menyerang otot saraf sehingga bisa berakibat fatal hingga kematian.
”Saat sudah muncul tanda kelemahan pada anggota gerak, seharusnya segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Pengobatan perlu segera diberikan dan segera dilakukan rehabilitasi agar pasien bisa recovery (pemulihan),” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Kementerian Kesehatan Gertrudis Tandy dalam acara Orientasi Sub-PIN Polio, Rabu (3/1/2024), menuturkan, pelaksanaan Sub-PIN untuk penanganan KLB Polio, menurut rencana, dilaksanakan dalam dua putaran dengan jarak minimal antarputaran selama satu bulan.
Dalam pelaksanaan tersebut telah ditargetkan minimal 95 persen cakupan imunisasi tercapai untuk masing-masing putaran. Adapun sasaran Sub-PIN adalah semua anak usia 0-7 tahun, termasuk para pendatang serta anak yang sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi.
“Jika berdasarkan kajian epidemiologi masih ditemukan risiko penularan, Sub-PIN putaran berikutnya bisa dilakukan. Lokasi pelaksanaan imunisasi pun dapat diperluas sesuai dengan perkembangan situasi dan kajian epidemiologi,” tuturnya menambahkan.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, satu kasus yang dilaporkan mengalami lumpuh layu di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, telah menjalani fisioterapi secara rutin. Kondisinya pun telah membaik dengan rawat jalan. Kasus tersebut terjadi pada anak usia enam tahun dengan hasil laboratorium positif polio dilaporkan pada 20 Desember 2023.