Penurunan Skor PISA Indikasikan Darurat Pendidikan Dasar
Skor PISA Indonesia yang terus melorot menunjukkan krisis belajar di pendidikan dasar begitu akut.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skor Programme for International Student Assessment atau PISA Indonesia tahun 2022 mengindikasikan pendidikan dasar belum efektif menyiapkan keterampilan yang penting bagi generasi muda. Padahal, penguasaan keterampilan diperlukan agar siswa bisa berkembang dan beradaptasi dengan dunia yang berubah.
”Kebanggaan kenaikan peringkat PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional) tahun 2022, seperti dikemukakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), menjadi tanpa arti saat menyaksikan skor Indonesia makin melorot,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas dan Ketua Bidang III NU Circle Ahmad Rizali di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Skor PISA yang menurun berdampak terhadap rendahnya Indeks Modal Manusia (Human Capital Index/HCI). ”Hasil HCI Indonesia di tahun 2020 sebesar 54 persen. Saat itu, prevalensi stunting atau tengkes Indonesia 27 persen. Dengan hasil PISA saat ini, meski prevalensi stunting digenjot hingga menjadi 21 persen saat uji PISA digelar, kemampuan meningkatkan produktivitas manusia Indonesia dipertanyakan.
Target HCI Indonesia menjadi 73 persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2045 sulit tercapai jika hasil uji PISA Indonesia merosot. ”Ini pekerjaan rumah besar kita. Darurat pendidikan dasar wajib dicanangkan dan payung regulasi untuk fokus pada perbaikan mutu pendidikan dasar, dalam hal mutu guru, wajib diterbitkan,” kata Rizali.
Tanoto Foundation Indonesia Country Head Inge Kusuma dalam diskusi yang digelar Tanoto Foundation dan SMERU Research Institute menuturkan, siswa Indonesia mengalami krisis pembelajaran dan penalaran baik yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kehidupan manusia. ”Kemampuan dasar belum dimiliki siswa kita. Satu dari dua siswa memiliki kemampuan literasi di bawah rata-rata. Kita mendukung pemerintah untuk mengatasi situasi ini,” ujarnya.
Dukungan berbagai mitra dibutuhkan, terutama dalam meningkatkan mutu guru dan tenaga kependidikan. Program PINTAR dari Tanoto Foundation dikembangkan untuk mendukung penerapan Merdeka Belajar dalam meningkatkan literasi, numerasi, dan sains.
Ini pekerjaan rumah besar kita. Darurat pendidikan dasar wajib dicanangkan dan payung regulasi untuk fokus pada perbaikan mutu pendidikan dasar, dalam hal mutu guru, wajib diterbitkan.
Studi SMERU di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, di 530 SD dan 60 guru menunjukkan korelasi kuat mutu guru dan hasil belajar siswa. Setelah tiga tahun pendampingan mutu guru, kompetensi guru naik 27 persen dan ini berkontribusi pada mutu pembelajaran siswa 39 persen.
Jika melihat pencapaian skor PISA Indonesia sejak ikut pertama kali tahun 2000 hingga 2022, skor PISA 2022 termasuk terendah, terutama membaca (359), pernah terendah tahun 2000 dan 2018 (371). Demikian juga skor matematika (366), terendah tahun 2022 (360). Untuk sains (383) stabil. Skor membaca PISA 2022 turun 12 poin jadi 359 dari tahun 2018 dengan skor 371.
Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024, target skor membaca 392. Matematika turun 13 poin turun jadi 366 dari sebelumnya 379, sedangkan di RPJMN 2024 targetnya 388. Skor sains turun 13 poin jadi 383 dari sebelumnya 396, padahal target RPJNM skor sains 402.
Menurut Laporan Pemantauan Pendidikan Global UNESCO 2023, terdapat tiga tantangan terpenting pendidikan saat ini, yakni kesetaraan dan inklusi, kualitas, dan efisiensi.
Konsultan manajemen global independen, Oliver Wyman, dalam Laporan Dampak Peran Teknologi dalam Transformasi Pendidikan Indonesia mencatat, tantangan sistem pendidikan Indonesia yang kompleks telah menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan nasional.
Kurikulum one-size-fits-all atau satu ukuran bagi semua kondisi sekolah membuat kurangnya kesadaran antara kepala sekolah terkait pentingnya penyesuaian strategi pembelajaran dengan kondisi sekolah. Mentalitas ”zona nyaman” menghambat motivasi meningkatkan mutu belajar.
Terbatasnya akses pelatihan bermutu dan sistem pengelolaan pelatihan terdesentralisasi menyebabkan terbatasnya kuota pelatihan. ”Ada pergeseran global menuju digitalisasi dan membuat pendidikan lebih cerdas,” ujarnya.
Meski tujuannya mengintegrasikan teknologi dalam reformasi pendidikan global, negara berkembang menghadapi tantangan unik. Negara berkembang perlu fokus pada kontekstualisasi strategi dan kebutuhan mendesak. ”Indonesia dengan gerakan Merdeka Belajar menuju arah benar,” kata Claudia Wang, Partner dan Asia Pacific Education Practice Lead, Oliver Wyman.
Transformasi pendidikan
Analisis Oliver Wyman mengenai transformasi pendidikan di Indonesia menunjukkan peningkatan efisiensi serta perubahan pola pikir dan perilaku para pelaku pendidikan. Gerakan Merdeka Belajar memberi hasil menjanjikan berkat ekosistem digital yang dikembangkan Kemendikbudristek. Analisis itu berdasarkan survei pada 118.000 guru dan kepala sekolah serta data aktual penggunaan pemanfaatan platform digital Kemendikbudristek.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami, beberapa waktu lalu, menuturkan, Visi Indonesia 2045 menyebutkan, ekonomi maju dan kuat ditopang taraf pendidikan penduduk yang baik, status kesehatan dan gizi bagus, serta penguasaan iptek dan inovasi.
”Hal ini berimplikasi pada apakah sistem pendidikan kita sudah memadai, adaptif, dan responsif pada dinamika domestik dan global,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) Mathias Cormann, PISA terbukti menjadi katalisator yang efektif dalam reformasi pendidikan di dunia dan berdampak sistem pendidikan di seluruh dunia.
Putaran kedelapan program Penilaian Siswa Internasional (PISA) yang dirancang OECD tahun 2022, semula dijadwalkan pada tahun 2021 dan ditunda karena pandemi Covid-19. Hal ini menjadikannya sebagai studi berskala besar pertama berisi data tentang bagaimana pandemi ini terjadi serta memengaruhi kinerja dan kesejahteraan siswa.
”PISA 2022 membantu mengidentifikasi kekuatan komparatif sistem pendidikan yang berkinerja baik meski terjadi guncangan baru-baru ini. Hal ini memungkinkan para pembuat kebijakan di 81 negara berpartisipasi untuk mengandalkan wawasan ini, menyesuaikannya dengan keadaan mereka, dan melakukan reformasi sistem pendidikan untuk masa depan lebih cerah dan sejahtera,” kata Mathias.