Pentingnya Dukungan Keluarga dalam Program Bayi Tabung
Seseorang yang menjalani program bayi tabung butuh ”support system” dari keluarga untuk mengatasi tantangan emosional.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program bayi tabung tidak hanya menguras fisik dan finansial, tetapi juga emosional. Tidak jarang perempuan yang menjalani program ini mengalami keguguran. Peran pasangan dan keluarga sebagai support system sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan program bayi tabung.
CEO Morula IVF Indonesia Ivan R Sini mengatakan, saat ini terdapat 4,8 juta perempuan yang sedang berjuang menghadapi infertilitas. Infertilitas merupakan gangguan kesuburan yang membuat seorang perempuan susah hamil.
Program bayi tabung merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan keturunan. Namun, program ini juga mempunyai banyak tantangan. Kegagalan bayi tabung disebabkan berbagai faktor, seperti penyumbatan saluran tuba dan kelainan kromosom.
Bahkan, setelah terjadi kehamilan, keguguran masih mungkin terjadi. Kegagalan-kegagalan itu berpengaruh terhadap psikis perempuan yang menjalani program bayi tabung.
“Itulah mengapa support system dari pasangan, keluarga, dan orang-orang terdekat sangat penting dalam mendukung calon ibu yang mengikuti program bayi tabung,” ujarnya saat menghadiri peluncuran buku Lyora.,: Keajaiban yang Dinanti di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Buku itu mengisahkan perjuangan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid saat mengikuti program bayi tabung. Ia melahirkan putrinya, Lyora Shaqueena Ansyah, tahun lalu setelah 10 kali percobaan bayi tabung. Buku yang ditulis Fenty Effendy tersebut diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas.
Meutya memulai program bayi tabung pada usia 37 tahun dan melahirkan di usia 44 tahun. Dalam rentang waktu itu, mantan jurnalis televisi tersebut mengalami tiga kali keguguran.
Menurut Ivan, hal itu merupakan tantangan berat karena menguras emosi dan berpengaruh terhadap motivasi pasien. Oleh karena itu, ia berharap buku itu dapat meliterasi dan memotivasi masyarakat yang sedang berjuang mendapatkan keturunan.
Bahkan, setelah terjadi kehamilan, keguguran masih mungkin terjadi. Kegagalan-kegagalan itu berpengaruh terhadap psikis perempuan yang menjalani program bayi tabung.
”Datang ke klinik saja suatu hal luar biasa. Bukan hal mudah bagi seseorang untuk menyatakan dia susah hamil dan melahirkan. Kondisi ini tidak terlepas dari stigma di masyarakat. Stigma itu yang diharapkan bisa disingkirkan dengan kehadiran buku ini,” katanya.
Ivan menambahkan, tingkat keberhasilan bayi tabung turut dipengaruhi oleh usia pasien. Ia menyebutkan, di Morula IVF, tingkat keberhasilan pada pasien berusia di bawah 35 tahun sekitar 50-60 persen. Sementara untuk pasien berusia di atas 35 tahun, tingkat keberhasilannya sekitar 30 persen.
”Jadi, treatment lebih awal akan lebih baik. Misalnya, saat 1-2 tahun usia pernikahan belum mendapatkan keturunan, ada baiknya periksa ke dokter,” ucapnya.
Meutya mengatakan, masalah fertilitas atau kesuburan hingga saat ini belum termasuk masalah kesehatan yang ditanggung atau dibantu oleh pemerintah. Padahal, infertilitas secara resmi sudah diakui sebagai penyakit oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Kesehatan reproduksi merupakan hak setiap warga negara. Dengan demikian, sudah seharusnya negara hadir untuk mendukung pengobatan infertilitas,” ujarnya.
Bukan penyakit memalukan
Meutya menuturkan, buku Lyora.,: Keajaiban yang Dinanti bukan sekadar menceritakan masalah atau tantangan selama menjalani program bayi tabung. Ia ingin buku itu menjadi sumber literasi bagi perempuan-perempuan Indonesia.
”Melalui buku ini saya ingin menyampaikan bahwa infertilitas itu bukan penyakit yang memalukan. Setiap orang punya cara untuk saling menguatkan, termasuk lewat dukungan keluarga,” katanya.
Buku setebal 166 halaman tersebut juga memuat pengalaman suami Meutya, Noer Fajrieansyah, selama mendampingi istrinya menjalani program bayi tabung. Saat Meutya mengalami keguguran yang kedua, Noer sedang berada di luar kota sehingga tidak bisa mendampingi istrinya.
Buku Lyora.,: Keajaiban yang Dinanti diluncurkan di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
”Tapi, pas sampai rumah dan melihat Meutya, hati saya luluh. Ya Allah, saya cinta istri saya, saya sayang sekali. Tak tega saya melihat Meutya begitu terluka. Kami sama-sama kehilangan, kami sama-sama berduka,” begitu salah satu kutipan dalam buku itu.
Fenty mengatakan, buku tersebut menggunakan pendekatan berbeda dibandingkan dengan karya-karyanya sebelumnya. Ia memakai pendekatan orang ketiga untuk 3/4 bagian pada buku itu. Sementara sisanya merupakan cerita motivasi dari Meutya.
”Unsur dramatisnya ada, literasinya juga ada. Masih banyak yang belum tahu tentang proses bayi tabung. Hal itu membuat saya berpikir kisah ini menarik untuk ditulis,” ucapnya.