Tata kelola guru mulai dari pemenuhan jumlah guru hingga peningkatan kualitas masih jadi tantangan. Perlu terobosan dan komitmen politik yang kuat untuk mewujudkan guru yang berkualitas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemenuhan guru dan tenaga kependidikan berstatus aparatur sipil negara selama ini dilakukan secara terpusat dengan frekuensi terbatas. Kenyataannya, saat kebijakan pengadaan guru aparatur sipil negeri dibuka, pemerintah daerah belum mengajukan formasi sesuai dengan kebutuhan sekolah. Padahal, sewaktu-waktu guru bisa berhenti bekerja, pensiun, atau meninggal dunia.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nunuk Suryani, Rabu (8/11/2023), mengatakan, keterbatasan pengangkatan guru aparatur sipil negara (ASN) membuat pemenuhan kebutuhan guru di satuan pendidikan dilakukan dengan cara merekrut guru honorer. Masalahnya, kualifikasi akademik, kualitas, dan kompetensinya belum terjamin serta honornya tidak standar.
Menurut Nunuk, pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN berimplikasi terhadap visi besar pemenuhan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan yang dijalankan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kemendikbudristek.
Kebutuhan akan guru di sekolah negeri saat ini sekitar 2,16 juta guru. Kebutuhan ini dipenuhi dari guru ASN yang sudah di sekolah negeri, rekrutmen guru ASN berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), dan guru ASN yang diperbantukan di sekolah swasta.
Saat ini, di sekolah negeri, selain guru PNS, ada juga guru PPPK dan guru non-ASN (honorer). Karena distribusi guru yang tidak merata, baik dari sisi mata pelajaran maupun geografi, jumlah guru ASN ada yang berlebih, demikian juga guru honorer.
Ruang talenta
Terkait talent pool yang dikehendaki dalam Undang-Undang ASN 2023, ujar Nunuk, Kemendikbudristek telah menggagas Ruang Talenta untuk Guru. Ruang Talenta untuk Guru setidaknya bersumber dari tiga hal, yaitu guru honorer yang lulus seleksi, lulusan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, dan ruang calon guru ASN.
”Pemerintah daerah ketika membutuhkan guru saat itu juga, saat ada mutasi, pindah atau meninggal, cukup melihat Ruang Talenta untuk Guru. Pemda bisa melihat di daerahnya ada berapa guru yang memenuhi syarat untuk diangkat, sesuai kebutuhan,” kata Nunuk.
Pada Ruang Calon Guru ASN disiapkan ketersediaannya oleh Ditjen GTK sesuai proyeksi kebutuhan. Sebagai contoh, di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, ada 3.000 guru yang akan pensiun, maka Ditjen GTK segera menyiapkan 3.000 calon guru ASN untuk menggantikan guru pensiun di daerah tersebut.
Nunuk menjelaskan, rekrutmen guru ASN berstatus PPPK yang dilakukan dua tahun berturut-turut pada 2021-2022 masih menyisakan persoalan kurangnya peminat penempatan pada formasi. Beberapa solusi yang ditawarkan Ditjen GTK meliputi percepatan pemenuhan guru pada wilayah otonomi khusus Papua, beasiswa dengan ikatan dinas, penempatan pada formasi yang kurang peminat, dan tambahan insentif untuk guru di daerah khusus.
Beasiswa nongelar
Untuk peningkatan kualitas guru, penyediaan beasiswa bagi guru juga ditingkatkan. Kemendikbudristek bersama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menyediakan program Beasiswa Nongelar Microcredential guna meningkatkan kompetensi dan keterampilan para guru serta tenaga kependidikan.
Pemerintah daerah ketika membutuhkan guru saat itu juga, saat ada mutasi, pindah atau meninggal, cukup melihat Ruang Talenta untuk Guru.
Direktur Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbudristek Santi Ambarukmi mengatakan, Program Beasiswa Nongelar Microcredential melibatkan berbagai perguruan tinggi dari luar negeri yang bisa memberikan pelatihan secara daring, antara lain Harvard University, Columbia University, Monash University, dan University of Canberra. Program ini untuk meningkatkan kompetensi guru dan peserta didiknya; memfasilitasi dan mendukung program merdeka belajar dan ekosistem pendidikan yang bermakna, serta mendorong peserta didik untuk berpikir secara mandiri, kreatif, dan kritis.
Rossi Marinjani, guru SDN Mekarsari 1 Depok, Jawa Barat, peserta Program Microcredential Universitas Columbia mengungkapkan, dari program yang dia ikuti, dirinya memahami ada miskonsepsi literasi yang terkoreksi. ”Setelah memiliki pemahaman yang baru dan tepat, kita bisa mengembangkan keterampilan dan dapat memperkarya informasi berkat pertukaran informasi dengan guru-guru dari berbagai penjuru Indonesia,” ucapnya.
Kepala SMK Negeri 5 Banjarmasin yang merupakan alumnus Program Upskilling dan Reskilling Manajemen bagi Kepala SMK Berstandar Industri Tahun 2023, Syahrir, menyatakan, program ini sangat penting dalam peningkatan kualitas kinerja, kreativitas, dan inovasi dalam mengelola sekolah di era digital. Dia mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baru yang relevan dengan kebutuhan dan tantangan masa kini.
Selain itu, ia juga bisa berinteraksi dan bersinergi dengan kepala sekolah dari berbagai daerah lain sehingga mereka bisa saling belajar demi kemajuan bersama. ”Ilmu yang saya dapatkan akan diterapkan di sekolah saya sendiri, yakni dalam peningkatan kinerja sekolah, peningkatan kualitas pembelajaran, peningkatan relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, pemberian motivasi kepada guru dan siswa, serta mengajak keterlibatan orangtua dan masyarakat,” kata Syahrir.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Itje Chodidjah mengatakan, ada satu kecakapan penting yang harus menjadi pegangan guru di seluruh dunia, yaitu cinta belajar. ”Kreatif bukan bawaan lahir. Kreatif itu terlahir ketika seseorang berlatih berpikir kritis. Dengan berpikir kritis, (orang) akhirnya akan lebih mudah mendapatkan apa pun yang ada di sekitarnya untuk membantu efektivitas pembelajarannya,” ujar Itje.