Kearifan Lokal Dukung Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Catatan Georgius Everhardus Rumphius membuktikan kearifan lokal di Nusantara berpotensi mendukung ilmu pengetahuan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama 49 tahun tinggal di Maluku, Georgius Everhardus Rumphius (1627-1702) mencatat ribuan tanaman, kerang-kerangan, dan kekayaan alam lainnya. Ahli botani asal Jerman itu juga mendokumentasikan pengetahuan masyarakat lokal dalam berbagai bidang. Catatan Rumphius membuktikan kearifan lokal di Nusantara sangat berpotensi mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Kearifan lokal yang dicatat oleh Rumphius berkaitan dengan cara masyarakat Maluku memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya. Tak hanya mencatat, ia juga menggambar dengan detail beberapa obyek yang ditemukan.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dian Oktaviani, mengatakan, catatan Rumphius sangat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan menjadi referensi penting karena didokumentasikan secara tertulis.
Hal ini berbeda dengan kebanyakan pengetahuan lokal di Tanah Air yang direkam secara lisan, seperti lewat nyanyian dan cerita rakyat. ”Rumphius menuliskan apa yang dia ketahui dengan menggali dari kearifan lokal di Maluku,” ujarnya dalam diskusi ”Menghidupkan Kembali Rumphius”, di Jakarta, Sabtu (4/11/2023).
Catatan Rumphius menggambarkan kehidupan masyarakat Ambon pada masa lalu dalam memanfaatkan kekayaan alam. Warga memahami kapan waktu yang tepat untuk memanen kerang jenis tertentu atau cacing laut.
Pengetahuan lokal itu terbentuk dari pengalaman selama puluhan hingga ratusan tahun. ”Hal tersebut digambarkan dalam naskah yang ditulis Rumphius. Ia mendokumentasikan kecerdasan-kecerdasan masyarakat lokal pada zamannya,” katanya.
Selama tinggal di Ambon, Rumphius menghasilkan enam jilid catatan pengetahuan yang menjadi mahakarya. Salah satu bukunya berjudul Ambonese Curiosity Cabinet diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Komunitas Bambu dengan judul Kotak Keajaiban Benua Maritim: Ambon Abad XVII.
Dian menuturkan, catatan Rumphius tidak hanya menjelaskan tentang organisme. Namun, karyanya juga mengungkap sumber daya mineral di Kepulauan Maluku yang berpotensi dimanfaatkan untuk menopang perekonomian.
Oleh karena itu, interaksi dengan masyarakat setempat sangat diperlukan untuk menyerap kearifan lokal. Kekayaan pengetahuan lokal tersebar di penjuru Nusantara dan masih banyak yang belum didokumentasikan secara tertulis.
”Di buku Rumphius dijelaskan setiap pemanfaatan (kekayaan alam) ada waktunya. Hal ini dikaitkan dengan sasi yang diterapkan dalam masyarakat,” ucapnya.
Dian menambahkan, dokumen-dokumen Rumphius menggunakan pendekatan emik. Pendekatan ini coba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu, interaksi dengan masyarakat setempat sangat diperlukan untuk menyerap kearifan lokal. Kekayaan pengetahuan lokal tersebar di penjuru Nusantara dan masih banyak yang belum didokumentasikan secara tertulis.
”Kearifan lokal di Indonesia bisa memperkaya ilmu pengetahuan. Ini menjadi tugas generasi saat ini dengan mengangkat pengetahuan lokal yang dahulu mungkin dianggap mistis menjadi bisa dibuktikan secara ilmiah,” katanya.
Jurnalis Kompas, Ahmad Arif, yang menjadi narasumber dalam diskusi itu, mengatakan, dalam meneliti dan mencatat pengetahuan, Rumphius tidak alergi dengan pengetahuan lokal. Interaksinya dengan masyarakat setempat sangat baik sehingga mampu menyerap kekayaan pengetahuan lokal di Maluku.
”Itu salah satu kekuatannya. Dia respek pada pengetahuan lokal. Tidak antipati dengan menganggapnya hanya sebagai mitos, tetapi dibingkai menjadi pengetahuan modern,” ujarnya.
Selain itu, Rumphius juga berperan dalam mencatat gempa dan tsunami yang menerjang Maluku pada 1674. Bencana ini menewaskan lebih dari 2.000 orang, termasuk istri dan anaknya.
”Catatannya berkontribusi penting bagi pemodelan tsunami dan digunakan untuk mengonstruksi tsunami di masa lalu. Bukunya mungkin yang pertama kali mencatat secara saintifik mengenai tsunami di Indonesia,” ucap Ahmad.
Teralienasi
Ahmad menambahkan, Rumphius mengekstrak berbagai pengetahuan lokal di Maluku. Kearifan lokal di sejumlah daerah berpeluang untuk dimanfaatkan mendukung pengetahuan modern.
”Akan tetapi, sekarang kita seperti teralienasi dari pengetahuan lokal tentang alam. Mungkin hanya beberapa persen dari catatan Rumphius yang masih ada pada zaman sekarang,” ucapnya.
Ahmad mencontohkan, dalam sektor pangan, banyak masyarakat sudah meninggalkan pangan lokalnya. Saat ini, masyarakat sangat bergantung pada pangan berbahan gandum dan beras. Padahal, kekayaan pangan lokal Nusantara sangat beragam.
”Kita juga memiliki pengetahuan lokal mengenai mana yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan karena beracun. Jenis apa yang dipanen dalam kurun waktu tertentu. Itu pengetahuan luar biasa dan belum terdokumentasikan semuanya,” katanya.
Pendiri penerbit Komunitas Bambu, JJ Rizal, mengatakan, Rumphius sangat menghargai pengetahuan lokal. Ia memanggil warga lokal yang memberinya pengetahuan dengan sebutan master.
Ia berharap penerbitan buku Kotak Keajaiban Benua Maritim: Ambon Abad XVII dapat mengingatkan pentingnya sejarah ilmu pengetahuan dalam historiografi nasional yang selama ini sering dikesampingkan. ”Semoga setiap tahun bisa menerbitkan satu jilid (terjemahan karya Rumphius),” ujar Rizal.