PCB sangat berbahaya dan beracun, tak mudah terurai di lingkungan, serta menumpuk di dalam jaringan lemak makhluk hidup yang dapat menyebabkan kanker.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor industri sangat berperan penting dalam memusnahkan senyawa bifenil poliklorinasi atau PCB yang masuk dalam kategori bahan beracun dan berbahaya atau B3. Pemerintah mengintegrasikan upaya pemusnahan PCB ini di dalam program peringkat kinerja perusahaan dengan memberikan penghargaan langsung setiap tahun.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati saat memberikan sambutan dalam acara ”The 1st International Workshop on Polyclorinated Biphenyls (PCB) Management” di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
”Terdapat satu hal yang ditekankan kepada industri, yaitu kami mengintegrasikan upaya pemusnahan PCB di dalam program peringkat kinerja perusahaan yang diberikan penghargaan oleh Wakil Presiden setiap tahun. Kami memasukkan industri, yang dinilai itu, salah satunya, bagaimana mereka memiliki program penghapusan PCB,” ujarnya.
Senyawa ini sangat berbahaya dan beracun, tidak mudah terurai di lingkungan atau persisten, serta bioakumulatif atau menumpuk di dalam jaringan lemak makhluk hidup yang dapat menyebabkan kanker.
Vivien mengemukakan, PCB merupakan senyawa sintesis buatan manusia yang saat ini sebagian besar penggunaannya di Indonesia terdapat di minyak dielektrik pada transformator dan kapasitor listrik. PCB juga salah satu senyawa polutan organik persisten (pop) yang produksi, distribusi, dan penggunaannya telah dilarang secara global.
”Senyawa ini sangat berbahaya dan beracun, tidak mudah terurai di lingkungan atau persisten, serta bioakumulatif atau menumpuk di dalam jaringan lemak makhluk hidup yang dapat menyebabkan kanker,” katanya.
Vivien mengatakan, KLHK sebagai focal point Konvensi Stockholm meyakini, upaya akselerasi pengelolaan PCB berwawasan lingkungan dapat terwujud dengan memperkuat empat pilar. Pilar tersebut adalah inovasi kebijakan dan peraturan, perubahan paradigma lembaga keuangan, keterbukaan dan transfer teknologi, serta kolaborasi, promosi, dan advokasi forum berbagi pengetahuan.
Pada 2009, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Stockholm dengan menetapkan dua target global pada tahapan pemusnahan secara bertahap (phasing-out) PCB. Target pertama, pada 2025 semua transformator dan kapasitor listrik yang beroperasi tidak boleh mengandung PCB sama dengan atau lebih besar dari 50 bagian per juta (ppm). Target kedua, memusnahkan semua limbah transformator hingga 2028.
PCB juga sudah tidak lagi diproduksi di Indonesia sejak tahun 1970 dan telah dilarang penggunaannya sebagaimana diatur Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Kebijakan pengelolaan PCB tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 29 Tahun 2020.Sampai saat ini, Indonesia telah menerbitkan tiga undang-undang, dua peraturan pemerintah, dan tiga peraturan menteri terkait pengelolaan PCB.
Selain itu, Indonesia juga telah menerapkan kebijakan penghentian secara bertahap (phasing out) senyawa PCB pada peralatan yang mengandung dan terkontaminasi PCB paling lambat akhir tahun 2025. Sementara semua peralatan dan bahan PCB yang telah menjadi limbah harus dimusnahkan dengan metode yang tepat sebelum akhir 2028.
”Memang tidak mudah untuk melaksanakan pemusnahan ini. Akan tetapi, dengan komitmen dan kerja sama serta teknologi yang semakin baik akan semakin mudah melaksanakannya. Melalui phasing out peralatan PCB yang sudah tua dan tidak efisien, perusahaan dapat menghilangkan risiko paparan PCB terhadap manusia dan lingkungan,” kata Vivien.
Fasilitas pemusnahan PCB
Guna mempercepat upaya pemusnahan PCB, sekarang Indonesia telah memiliki fasilitas teknologi bersih pemusnahan PCB non-termal ramah lingkungan. Fasilitas yang telah beroperasi ini berlokasi di PT Prasadha Pramuna Limbah Industri selaku pihak industri yang ditunjuk pemerintah.
”Sampai saat ini, fasilitas tersebut telah mengolah ratusan ton limbah PCB. Hal yang tidak kalah penting, di antara faktor pendorong terkelolanya limbah PCB tersebut, adalah munculnya suatu ekosistem untuk mendukung perusahaan yang memiliki komitmen kuat terhadap pengelolaan PCB,” ungkap Vivien.
Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan B3 KLHK Haruki Agustina mengatakan, Indonesia telah memiliki rencana untuk mencapai target pengelolaan PCB. Di sisi lain, data juga menjadi basis dalam pembuatan kebijakan sehingga pemerintah telah melakukan inventarisasi terkait berapa banyak PCB di Indonesia, termasuk sektor penyumbangnya.
Hasil inventarisasi tahap pertama yang dilakukan tahun 2015-2016, PCB ditemukan di 3.015 trafo industri. Kemudian dalam inventarisasi tahap kedua tahun 2019-2021 ditemukan kembali PCB di 1.509 trafo industri dan 1.204 milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).
”Seluruh data ini akan didampingi. Jadi, nantinya akan didampingi bagaimana menyusun perencanaan penyelesaian PCB yang sudah dikumpulkan ini,” ucapnya.