Wabah Nipah yang Berulang di India dan Risikonya di Indonesia
Wabah virus Nipah kembali terjadi di India. Keberulangan wabah Nipah memicu kekhawatiran akan terjadinya mutasi yang memungkinkan virus ini lebih efisien menular ke manusia.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
VINOD SOMAN PILLAI, 2020
Peta wabah virus Nipah (NiV) dan sebaran kelelawar buah Pteropus. Dalam peta, lokasi wabah NiV di India, Bangladesh, dan Malaysia digambarkan dengan warna berbeda. Wilayah umum kelelawar pteropus (pembawa utama NiV) dibatasi oleh garis titik-titik merah. Sumber: Vinod Soman Pillai, dkk. (Jurnal MDPI, 2020)
Enam orang di Negara Bagian Kerala, India, telah terinfeksi virus Nipah dan dua di antaranya meninggal dunia pada akhir Agustus 2023 lalu. Lebih dari 700 orang, termasuk petugas kesehatan, telah dites selama seminggu terakhir.
Wabah Nipah kali ini menandai serentetan kasus yang tercatat. Peristiwa kali ini merupakan yang keempat kalinya melanda Kerala dalam lima tahun terakhir. Virus ini membunuh 17 orang pada kasus pertama tahun 2018. Berikutnya, dua wabah awal di India menewaskan lebih dari 50 orang sebelum akhirnya dapat dikendalikan.
Negara Bagian Kerala berhasil mengendalikan wabah dalam hitungan minggu melalui pengujian yang luas dan isolasi ketat terhadap mereka yang melakukan kontak dengan pasien. Belajar dari wabah sebelumnya, kini otoritas Negara Bagian Kerala telah menutup beberapa sekolah, kantor, dan jaringan transportasi umum.
Dengan tindakan cepat ini, diharapkan wabah Nipah tidak bocor dan meluas ke wilayah lain. Sekalipun demikian, beberapa ilmuwan khawatir bahwa penyebaran berulang virus ini di antara manusia dapat menyebabkan kematian atau bisa menyebabkan virus menjadi lebih menular.
AFP
Petugas kesehatan memindahkan jenazah yang meninggal akibat virus Nipah di salah satu rumah sakit di Kozikode, Negara Bagian Kerala, India, 12 September 2023.
”Setiap wabah menimbulkan kekhawatiran karena memberikan patogen kesempatan untuk memodifikasi dirinya sendiri,” kata Rajib Ausraful Islam, dokter hewan yang menekuni bidang patogen yang ditularkan oleh kelelawar, di Centre for Diarrhoeal Disease Research, Bangladesh, kepada Nature, Rabu (20/9/2023).
Karakteristik Nipah
Penyakit ini terutama dibawa oleh kelelawar buah, tetapi juga dapat menginfeksi hewan peliharaan, seperti babi dan kemudian manusia. Penyakit ini menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh dari hewan atau manusia yang terinfeksi.
Gejalanya meliputi demam hebat, muntah, dan infeksi saluran pernapasan. Namun, kasus yang parah dapat menyebabkan kejang dan peradangan otak. Sejauh ini belum ada vaksin atau pengobatan yang disetujui, tetapi para peneliti sedang menyelidiki kandidatnya.
Wabah Nipah pertama tercatat pada 1998 setelah virus tersebut menyebar di kalangan peternak babi di Malaysia. Nama virus ini diambil dari nama desa tempat virus itu ditemukan.
Dalam wabah pertama ini tercatat hampir 300 orang di Malaysia yang terinfeksi dan lebih dari 100 orang tewas. Hal itu kemudian mendorong pemusnahan 1 juta babi untuk membendung penyebaran virus tersebut.
Akan tetapi, penyakit ini kemudian menyebar ke Singapura dengan 11 kasus dan satu kematian terjadi di antara pekerja rumah potong hewan yang melakukan kontak dengan babi yang diimpor dari Malaysia.
Angka kematian pasien berkisar 40 hingga 75 persen, bergantung pada respons kesehatan masyarakat terhadap virus tersebut.
Sejak itu, tidak ada wabah virus Nipah lainnya yang dilaporkan di Malaysia. Namun, pada tahun 2001, virus ini muncul di Bangladesh dan India. Selain India, Bangladesh telah menanggung beban terberat dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih dari 100 orang meninggal karena Nipah sejak tahun 2001.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 600 kasus infeksi virus Nipah pada manusia dilaporkan antara tahun 1998 dan 2015. Melihat risikonya, WHO telah memasukkan virus Nipah—bersama dengan Ebola, Zika, dan Covid-19—sebagai salah satu dari beberapa penyakit yang patut diprioritaskan dalam penelitian karena potensinya menyebabkan epidemi global.
”Angka kematian pasien berkisar 40 hingga 75 persen, bergantung pada respons kesehatan masyarakat terhadap virus tersebut,” tulis WHO dalam rilis resminya tentang virus Nipah.
AFP
Petugas kesehatan mengarahkan orang yang kontak dengan pasien terinfeksi virus Nipah ke ruang isolasi di sebuah rumah sakit pemerintah di Kozikode, Negara Bagian Kerala, India, 14 September 2023.
Menurut kajian Stephen Luby, ahli epidemiologi di Stanford University di California, strain virus yang beredar di India dan Bangladesh berbeda dengan yang muncul di Malaysia. Meskipun strain Malaysia menyebar dari hewan ke manusia, hanya terdapat sedikit penularan antarmanusia.
Versi virus yang memicu wabah terbaru di Kerala ini dapat ditularkan dari orang ke orang dan cenderung lebih mematikan. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini kemungkinan telah mengalami perubahan dari versi awalnya.
Danielle Anderson, ahli virologi di Rumah Sakit Royal Melbourne di Australia, menjelaskan, meski bisa menular dari orang ke orang, hingga saat ini virus Nipah tidak menyebar dengan mudah antarmanusia dibandingkan dengan infeksi yang ditularkan melalui hewan. Hal ini membuatnya berkeyakinan, untuk saat ini, kecil kemungkinannya untuk menyebar ke luar negeri.
Tingkat kematian yang tinggi akibat virus ini juga mengurangi peluang virus untuk menyebar dengan cepat ke populasi lebih besar. Salah satu syarat virus menjadi wabah dengan penularan luas, bahkan pandemi, adalah jika virus sangat mudah menular dan tidak terlalu mematikan. Bahkan, banyak yang tidak bergejala seperti Covid-19 sehingga sulit untuk dideteksi.
VINOD SOMAN PILLAI, 2020
Rute penularan virus Nipah (NiV). Lokasi yang berbeda memiliki jalur penularan yang berbeda. (A) Di Malaysia, buah yang digigit kelelawar yang terkontaminasi NiVM-M dikonsumsi oleh babi dan pekerja yang menangani babi tersebut terinfeksi NiVM-M. (B) Di Bangladesh, konsumsi nira sawit yang terkontaminasi air liur dan kotoran kelelawar menyebabkan infeksi NiVB pada manusia dan menyebar lebih jauh melalui cara nosokomial. Kelelawar yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui urine, kotoran, dan air liurnya. (C) Di India, kemungkinan penularan langsung dari kelelawar ke manusia telah dilaporkan di Negara Bagian Kerala, tetapi hal ini tidak didukung oleh bukti yang memadai. Penyebaran NiVB-B secara nosokomial telah dilaporkan di dua negara bagian berbeda—Kerala dan Benggala Barat. Sumber: Vinod Soman Pillai, dkk. (Jurnal MDPI, 2020)
Risikonya di Indonesia
Sejauh ini, Indonesia belum pernah melaporkan keberadaan wabah Nipah. Meski begitu, epidemiolog dan peneliti kesehatan global dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, risiko wabah Nipah di Indonesia sebenarnya sama dengan Malaysia. ”Saya khawatir, saat wabah ini meledak di Malaysia dan kemudian menyebar ke Singapura 24 tahun lalu sebenarnya juga masuk Indonesia, tetapi dalam skala kecil dan tidak terdeteksi,” katanya.
Menurut Dicky, risiko Indonesia menjadi besar karena keberadaan reservoar kelelawar buah yang membawa virus ini juga ada di Indonesia. ”Kita cenderung buta dengan situasi ini, lebih karena deteksi dan surveilans kita masih lemah, tetapi yang jelas reservoar virus ini ada di kita juga,” katanya.
Adanya wabah yang terus-menerus di Bangladesh dan di Kerala, India, menunjukkan adanya pergeseran tempat hidup kelelawar buah yang semakin dekat ke manusia, di antaranya karena berkurangnya tempat hidup binatang ini di hutan. ”Ini juga yang terjadi di Indonesia,” katanya.
Menurut Dicky, sebagaimana virus lain, virus Nipah juga bisa bermutasi. Sekalipun awalnya terdeteksi di Malaysia, mayoritas kasus terinfeksi dari hewan dan sebagian mulai terdeteksi dari manusia ke manusia. Akan tetapi, tidak sebanyak di Kerala dan Bangladesh.
”Jadi, strainnya memang berbeda, tetapi ini menunjukkan virus ini bisa bermutasi. Walaupun kecepatan mutasinya tidak secepat Covid-19, jika kasus infeksinya semakin banyak pada manusia, peluang mutasinya juga semakin tinggi,” katanya.
Bagi Dicky, wabah berulang Nipah di Kerala perlu jadi alarm bagi setiap negara, termasuk bagi Indonesia. Harus dipastikan ini tidak ada di Indonesia melalui penguatan surveilans dan deteksi dini.
”Setiap outbreak yang tidak terdeteksi bisa menjadi wahana bagi virus ini untuk lebih efektif menginfeksi manusia. Ke depan, kalau tidak dimitigasi dan dibiarkan terus menginfeksi manusia, ini akan memodifikasi virus ini menjadi lebih efektif menulari manusia. Tidak ada jalan lain, pendekatan ’One Health’ harus diterapkan, bukan hanya jadi jargon,” katanya.