Percepatan Wajib Belajar 13 Tahun Jadi Agenda Superprioritas
Wajib belajar 13 tahun menjadi upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia di Indonesia. Wajib belajar 13 tahun berarti 1 tahun prasekolah atau PAUD dan 12 tahun di sekolah dasar dan menengah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anak-anak mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) di PAUD Mawar, Duren Sawit, Jakarta, Senin (21/5/2018). Optimalisasi kegiatan bermain dan belajar di PAUD turut menentukan mutu pendidikan lanjutan di bangku pendidikan sekolah tingkat dasar.
JAKARTA, KOMPAS — Menghadirkan pendidikan berkualitas yang merata di seluruh Indonesia merupakan agenda penting pemerintah dalam rencana pembangunan nasional. Percepatan penyelenggaraan wajib belajar 13 tahun menjadi salah satu agenda superprioritas yang telah direncanakan. Itu artinya, wajib belajar akan dimulai dari satu tahun prasekolah dilanjutkan 12 tahun pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Didik Darmanto mengatakan, partisipasi anak usia 3-6 tahun pada pendidikan anak usia dini (PAUD) masih rendah. Dari tahun ke tahun, partisipasi tersebut justru mengalami penurunan.
”Padahal, pendidikan prasekolah sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ketika kita bisa berikan investasi sejak usia dini, itu manfaatnya amat besar. Jadi, game changer (pendorong perubahan) kita itu adalah memastikan wajib belajar 13 tahun dengan satu tahun prasekolah,” ujarnya dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bersama harian Kompas di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik menunjukkan, angka partisipasi kasar (APK) PAUD menurun. Pada 2018, angka partisipasi PAUD sempat meningkat menjadi 37,9 persen dari 33,8 persen pada 2017. Namun, pada tahun berikutnya cenderung menurun, menjadi 36,9 persen pada 2019, 37,5 persen (2020), 35,5 persen (2021), dan 35,2 persen (2022).
Pendidikan prasekolah sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ketika kita bisa berikan investasi sejak usia dini, itu manfaatnya amat besar.
Didik menyampaikan, dukungan dari seluruh pemangku kepentingan diperlukan agar partisipasi PAUD bisa ditingkatkan. Berbagai bukti telah menunjukkan manfaat dari pendidikan anak usia dini. Hal itu seperti yang ditunjukkan dari data Unicef pada 2019. Anak yang pernah menempuh PAUD lebih banyak memenuhi batas kompetensi minimal literasi dan numerasi dibandingkan dengan yang tidak menempuh PAUD.
Ketua Kelompok Kerja Sosial Tim Transformasi Ekonomi Indonesia Nina Sardjunani menuturkan, investasi harus ditingkatkan pada tahun pertama perkembangan otak anak, termasuk pada anak usia dini. Pengembangan anak usia dini melalui pendidikan prasekolah dapat memastikan kemajuan anak pada pendidikan dasar yang manfaatnya akan terus berlanjut pada pendidikan menengah hingga anak tersebut memasuki pasar kerja atau karier selanjutnya.
Namun, menurut dia, upaya untuk mendorong peningkatan partisipasi PAUD di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Itu terutama terkait akses masyarakat terhadap pendidikan usia dini. Akses anak usia dini pada PAUD lebih rendah ditemukan pada kelompok masyarakat tidak mampu. Selain itu, masih ada 29.830 desa/kelurahan yang tidak memiliki satuan pendidikan PAUD.
”Skema satap (sekolah satu atap) berpotensi dimanfaatkan untuk memperluas akses pada PAUD, khusus di kelurahan yang tidak memiliki satuan pendidikan PAUD, tetapi memiliki SD/MI. Itu dilakukan dengan menambah satu ruang kelas baru atau memanfaatkan kelas yang tidak terpakai sebagai PAUD,” kata Nina.
Ia juga menegaskan, apabila pemerintah mau berkomitmen untuk melaksanakan kewajiban satu tahun belajar sebelum pendidikan dasar, landasan hukum terkait kewajiban PAUD harus ditetapkan terlebih dahulu. Pendidikan anak usia dini perlu diperluas di seluruh wilayah Indonesia yang disertai dengan peningkatan pembiayaan pemerintah yang tetap menguatkan peran masyarakat. Adapun anak usia dini dari keluarga tidak mampu harus mendapatkan akses PAUD tanpa biaya pendidikan, termasuk biaya tidak langsung untuk mengakses PAUD.
ESTER LINCE NAPITUPULU
Suasana belajar di salah satu layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Anak-anak usia dini semangat belajar meskipun minim alat bantu pembelajaran.
”Aturan perundangan yang menyebutkan wajib belajar 13 tahun dengan 1 tahun pendidikan usia dini serta 12 tahun pendidikan dasar dan menengah itu belum ada. Jika sudah ada aturannya, alokasi anggaran akan lebih mudah karena ada dasar hukum yang jelas,” tutur Nina.
Guru
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Suharti mengatakan, persoalan kekurangan guru menjadi tantangan yang juga dihadapi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu penyebabnya karena formasi guru yang masih terlalu kecil.
Pada 2023 perekrutan guru yang diperlukan untuk sekolah negeri sebanyak 601.286 guru. Namun, jumlah formasi yang diajukan pemerintah daerah hanya 49 persen dari jumlah yang dibutuhkan. Di sisi lain, jumlah guru yang lulus formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sangat sedikit. Sebagai perbandingan, dari 10 kebutuhan guru, hanya 4 formasi yang diajukan dan hanya 3 guru yang lulus.
”Indonesia perlu mencari terobosan untuk mempercepat pembenahan tata kelola guru jangka panjang, termasuk membangun dan menjaga martabat guru serta meningkatkan kesejahteraan guru,” ujar Suharti.
Setidaknya ada tiga upaya yang sedang disiapkan pemerintah, yakni adanya ruang talenta guru, perekrutan guru oleh sekolah, dan penempatan guru untuk formasi kurang peminat. Adanya ruang talenta memungkinkan guru dan calon guru lebih fleksibel mendaftar dan memilih lokasi mengajar tanpa harus menunggu perekrutan secara terpusat. Semua guru yang masuk lewat ruang talenta juga sudah dipastikan memiliki kompetensi.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah guru kontrak pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menggelar aksi di depan Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (10/3/2023). Mereka memprotes pembatalan penempatan 3.043 guru prioritas 1 beberapa hari menjelang pengumuman kelulusan seleksi guru PPPK serta menuntut kejelasan soal penempatan tersebut.
Perekrutan guru akan diusulkan agar bisa dilakukan sekolah. Selama ini perekrutan guru aparatur sipil negara hanya dilakukan secara terpusat sekali setahun. Dengan sistem perekrutan oleh sekolah, perekrutan guru ASN bisa dilakukan kapan saja asal sesuai formasi. Perekrutan hanya bisa dilakukan lewat ruang talenta sehingga dipastikan sekolah merekrut guru yang kompeten.
Suharti menuturkan, upaya lainnya untuk menempatkan guru pada formasi kurang peminat dilakukan dengan beasiswa ikatan dinas. Pada guru yang bertugas di daerah khusus diberikan insentif yang bisa berupa kenaikan pangkat lebih cepat atau prioritas di ruang talenta untuk posisi selanjutnya setelah ikatan dinas selesai.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menuturkan, percepatan wajib belajar 13 tahun akan ditekankan dalam kebijakan RPJPN 2025-2045. Di bidang pendidikan, penekanan juga dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi dan lulusan sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika (STEAM) yang berkualitas. Restrukturisasi kewenangan pengelolaan pendidikan pun diprioritaskan.
Pada 2045 ditargetkan rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun mencapai 12 tahun dan harapan lama sekolah mencapai 14,81 tahun. ”Kita sudah ada mandatory spending untuk pendidikan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota sebesar 20 persen. Namun, selama 17 tahun ini, lama sekolah di Indonesia hanya naik 1,9 persen menjadi 9,1 tahun pada 2022. Ini berita kurang baik untuk kita, sementara kita sering mengatakan bahwa anggaran untuk ini (pendidikan) berkurang sekali,” katanya.