Pengendalian Penyakit Bukan Hanya Tanggung Jawab Sektor Kesehatan
Beban kesehatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular sangat tinggi di masyarakat. Upaya pengendalian harus dilakukan serius dengan melibatkan lintas sektor dan lintas program.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas mengukur lingkar perut warga saat menerima pelayanan pos binaan terpadu (posbindu) di RW 007, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Senin (16/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan penyakit menular dan penyakit tidak menular merupakan masalah kesehatan masyarakat yang harus dihadapi bersama. Upaya penanggulangan penyakit perlu disadari sebagai tanggung jawab lintas sektor, bukan sekadar tanggung jawab sektor kesehatan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, upaya penanggulangan penyakit, termasuk penyakit menular perlu diselenggarakan secara terencana, terkoordinasi, dan berkesinambungan. Penyakit menular bisa menyerang siapa pun. Dampaknya tidak hanya di sektor kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi.
”Untuk itu, upaya penanggulangan penyakit menular harus diselenggarakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu yang dilakukan dengan bekerja sama lintas sektor, lintas program, dan lintas disiplin, baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun global,” ujarnya dalam kegiatan Public Hearing Rancangan Peraturan Pemerintah Undang-undang Kesehatan terkait Penanggulangan Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan, di Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Imran menuturkan, pendekatan lintas sektor dan lintas disiplin dalam penanggulangan penyakit menular akan semakin diperkuat melalui pendekatan satu kesehatan atau one health. Pendekatan ini dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, pertanian, lingkungan hidup, dan sektor lainnya. Pendekatan satu kesehatan ini pula yang diperkuat dalam Undang-Undang Kesehatan yang juga diatur dalam peraturan pemerintah terkait undang-undang tersebut.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Petugas dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit memeriksa kandungan gizi serta mencegah adanya kandungan zat berbahaya dalam makanan yang akan didistribusikan untuk para santri di dapur umum di Lapangan Kali Gesing, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (2/9/2020).
Upaya penanggulangan bersama tersebut pun perlu diterapkan dalam penanganan penyakit tidak menular. Beban kesehatan terkait penyakit tidak menular, seperti jantung, kanker, diabetes, dan hipertensi, semakin meningkat di Indonesia.
Kesehatan adalah fondasi dari fondasi sebuah negara.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti menuturkan, penanggulangan penyakit tidak menular dilakukan secara komprehensif melalui upaya promotif, upaya preventif, upaya kuratif, upaya rehabilitatif, dan upaya paliatif. Sejumlah penguatan akan dilakukan dalam pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, antara lain, dengan pencantuman nilai gizi dan kandungan gula, garam, dan lemak; pengaturan pelabelan; pengaturan iklan; dan promosi peredaran produk yang berisiko. Pemerintah berencana meningkatkan cukai dan pajak pada produk tembakau, minuman beralkohol, dan produk yang berisiko menimbulkan risiko penyakit tidak menular, termasuk produk pangan dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi.
Zat adiktif
Khusus untuk pengendalian produk tembakau, pengetatan aturan akan diberlakukan dengan melarang penggunaan bahan tambahan pada produk tembakau dan rokok elektronik. Produk tembakau juga dilarang dijual secara eceran satuan per batang. Iklan dilarang pula ditayangkan di media luar ruang, aplikasi elektronik komersial, media sosial, serta tempat penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.
”Setiap orang yang memproduksi, memasukkan, dan mengedarkan zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektrik wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Pencantuman peringatan kesehatan tercetak menjadi satu dengan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik,” tutur Eva.
Ia menambahkan, sponsor produk tembakau dan rokok elektronik dilarang dalam bentuk apa pun, termasuk sponsor kegiatan sosial, pendidikan, olahraga, musik, kepemudaan, kebudayaan, ataupun kegiatan yang melibatkan masyarakat umum. Bantuan yang diberikan dari orang yang memproduksi dan mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik juga dilarang untuk menggunakan merek dagang dan logo produk serta dilarang untuk diliput dan dipublikasikan oleh media.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menilai, pengetatan aturan dalam pengendalian produk tembakau perlu dikaji ulang. Pengetatan dalam produk tembakau tidak hanya berdampak pada industri, tetapi juga elemen lain, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, hingga pedagang.
”Regulasi ini perlu dikaji secara utuh dan dibicarakan secara saksama. Dampak pada aspek ekonomi perlu dipertimbangkan,” katanya.
Anggota Pusat Analisis Legislatif Sekretariat Jenderal DPR, Rohani Budi, mengatakan, aspek kesehatan perlu menjadi prioritas dalam intervensi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Itu sebabnya, kesehatan harus menjadi prioritas dalam mempertimbangkan suatu regulasi.
”Kesehatan adalah fondasi dari fondasi sebuah negara. Jadi, yang paling utama adalah kesehatan, baru kemudian pendidikan, ekonomi, politik, dan lainnya. Jadi, kesehatan adalah sesuai yang wajib yang harus diprioritaskan,” katanya.