”Alien” di Kongres Meksiko versus Jenglot Indonesia
”Alien” yang dipamerkan di depan Kongres Meksiko pekan lalu dan jenglot Indonesia memiliki sejumlah kesamaan. Bukan hanya wujudnya yang sama-sama kecil, keduanya juga makhluk jadi-jadian hasil rekayasa manusia.

Foto yang dirilis kantor pers Kongres Meksiko menunjukkan anggota Kongres, Sergio Gutierrez (kiri), sedang melihat tubuh yang diklaim sebagai makhluk luar angkasa yang dipamerkan di Kongres Meksiko di Mexico City pada 12 September 2023. Fosil dua makhluk luar angkasa dipamerkan dalam audiensi publik di Kongres Meksiko.
Saat warganet dunia meragukan keaslian ”alien” yang dipamerkan di depan Kongres Meksiko, warganet Indonesia justru membandingkannya dengan jenglot. Wujud kedua jenis ”makhluk” itu memang sama-sama mistis. Di zaman yang penuh dengan ketidakpastian, keyakinan masyarakat terhadap sesuatu yang misterius atau berbau konspirasi cenderung meningkat.
Setelah audiensi dengan Kongres Amerika Serikat pada Juli 2023, penggemar piring terbang kembali beraudiensi dengan Kongres Meksiko pada pertengahan September 2023. Bedanya, kali ini mereka memamerkan dua jasad ”makhluk” yang diklaim sebagai tubuh alien. Alih-alih mendapat dukungan, tindakan itu justru menimbulkan banyak kecaman.
”Kita tidak sendirian (di alam semesta ini),” kata jurnalis Meksiko dan penggemar berat piring terbang, José Jaime Maussan, saat dengar pendapat dengan anggota parlemen Meksiko di Mexico City, Selasa (12/9/2023).
Piring terbang sejatinya adalah istilah lama yang digunakan untuk menyebut obyek terbang tak teridentifikasi (unidentified flying object/UFO) atau dalam bahasa Spanyol disebut objeto volador no identificado (OVNI). Namun, Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang menyelidiki obyek ini menyebutnya sebagai fenomena anomali tak teridentifikasi (unidentified anomalous phenomena/UAP) atau fenómenos anómalos no identificados (FANI).
Saya jijik karena ada orang (berani) merendahkan martabat tubuh manusia yang sudah meninggal.
Dalam klaimnya, Maussan menegaskan bahwa uji asam deoksiribonukleat (DNA) makhluk itu bukan manusia. Tetapi, dia juga tidak ingin buru-buru menyebutnya sebagai makhluk luar angkasa. Namun, dia juga menegaskan bahwa ”makhluk” yang dipamerkan itu tidak memiliki hubungan dengan manusia atau tidak terkait dengan kehidupan Bumi.
Ketidakterkaitan ”makhluk” tersebut dengan manusia, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/9/2023), juga disampaikan direktur ilmiah lembaga kesehatan Angkatan Laut Meksiko Jose de Jesus Zalce Benitez. Simpulan itu diambil setelah mereka melakukan pemeriksaan kedua ”makhluk” itu dengan sinar-X, rekonstruksi tiga dimensi, dan analisis DNA.
Dua jasad ”alien” itu memiliki wajah bulat, kepala bagian belakang yang menggembung, tubuh bak tulang berbalut kulit, dan tiga jari di setiap tangannya. Panjang makhluk yang ditemukan di dekat geoglif Nazca, Peru, pada 2017 itu memiliki panjang belasan sentimeter. Geoglif adalah guratan di tanah atau batuan yang hanya bisa dilihat motifnya jika dilihat dari ketinggian.

Foto yang dirilis kantor pers Kongres Meksiko menunjukkan tubuh yang diklaim sebagai makhluk luar angkasa dipamerkan di Kongres Meksiko di Mexico City pada 12 September 2023.
Maussan juga mengklaim, analisis penanggalan karbon makhluk itu dari Universitas Otonomi Nasional Meksiko (UNAM) menunjukkan umurnya sekitar 1.000 tahun. Namun, UNAM pada Kamis (14/9/2023) juga mengeluarkan pernyataan bahwa Laboratorium Spektrometri Massa dengan Akselerator (LEMA) hanya menentukan usia sampel, tidak menjelaskan asal-usulnya.
Meski anggota Kongres berusaha mengakomodasi dan mendorong diskusi lebih terbuka tentang UAP atau FANI, kemunculan dua sosok jasad yang diklaim alien itu justru menimbulkan hujatan keras banyak pihak.
Ini bukan pertama kali Maussan menyebut tentang jasad alien. Saat sejumlah mumi ditemukan di Peru tahun 2017, dia juga mengatakan menemukan jasad alien. Namun, tidak jelas apakah jasad alien yang dimaksud pada 2017 itu sama dengan yang dipamerkan di depan Kongres karena sebelumnya jasad alien itu tidak ditunjukkan.
Bukan leluhur alien
Laporan kantor kejaksaan di Peru, seperti dikutip AP, Kamis (14/9/2023), menunjukkan bahwa jasad yang diklaim sebagai alien itu hanyalah boneka yang baru selesai dibuat. Untuk membentuk kulit yang berkerut-kerut, mereka menggunakan campuran kertas dan lem sintetis. Sosok yang diklaim alien itu juga dipastikan hanya buatan manusia, bukan sisa-sisa leluhur alien.
Wujud mumi-mumi nenek moyang bangsa Peru sebelum kedatangan Spanyol ke negara itu juga pernah ditayangkan dalam sebuah acara televisi pada awal 2018. Dalam tayangan itu, sebagian mumi diklaim hanya memiliki tiga jari di setiap tangannya sehingga dianggap sebagai alien.
Baca juga : Memangnya Kita Siap Bertemu Alien?
Meski demikian, mumi ”alien” yang ditemukan pada 2017 itu dicurigai banyak pihak karena memiliki banyak keanehan. Bagian-bagian tubuh mumi itu terlihat asli, tetapi sejatinya mumi itu telah dimanipulasi. Profesor antropologi di Universitas Western Ontario, Kanada, Andrew Nelson, kepada Livescience, 17 Maret 2018, menyebut ada lapisan putih pada beberapa bagian tubuh mumi itu untuk menutupi manipulasi yang dilakukan.
Sejumlah peneliti lain juga meyakini hal yang sama. Para penipu menggunakan tubuh mumi dari manusia asli, tetapi merangkai kembali bagian-bagian tubuh tersebut hingga membentuk mumi ”alien” seperti yang diperlihatkan. Peneliti Peru telah mengecam praktik ini karena melanggar norma dan etika.

Kepala makhluk Xenomorph yang digunakan dalam film Alien ditampilkan selama pratinjau media dalam kegiatan Legends: Hollywood & Royalty di Julien’s Auctions pada 28 Agustus 2023 di Beverly Hills, California.
Mumi-mumi yang menjadi bahan pembentuk ”alien” itu diperkirakan diperoleh dari kelompok ”huaqueros” atau pencuri benda-benda arkeologi yang banyak terdapat di wilayah Nazca, Peru. Maussan mengatakan, untuk mengambil sampel, memfoto rontgen, dan memindai tomografi terkomputasi (CT-scan) jasad ”alien” itu, tim membayar sejumlah uang kepada ”mario” atau pimpinan ”huaqueros”.
Analisis studi mumi ”alien” itu banyak ditayangkan di sejumlah situs yang membahas alien. Peneliti utama riset itu, Konstantin Korotkov, yang mengklaim berasal dari Universitas Riset Nasional di Saint Petersburg, Rusia, menyebut mumi-mumi itu memiliki 23 pasang kromosom, sama seperti manusia, tetapi anatomi mereka tidak terlihat seperti manusia.
”Mereka (mumi-mumi) itu bisa jadi adalah makhluk luar angkasa atau biorobot,” katanya kepada RT (sebelumnya bernama Russia Today). Meski demikian, afiliasi Korotkov ini tidak bisa dipastikan kebenarannya. Karena itu, studi ini juga diragukan keabsahannya.
Kehadiran mumi-mumi yang dimanipulasi itu atau studi yang sulit dikonfirmasi itu justru menurunkan marwah pencinta UFO yang ingin membuktikan keberadaan obyek itu secara ilmiah. ”Saya jijik karena ada orang (berani) merendahkan martabat tubuh manusia yang sudah meninggal,” kata profesor ilmu forensik di Universitas Peruana, Peru, Cayetano Heredia.
Baca juga: UFO Tetap Tak Terpecahkan
Besarnya keingintahuan masyarakat tentang UFO itu sebenarnya mulai diakomodasi Kongres AS, Kongres Meksiko, ataupun Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA). Namun, penggunaan cara-cara yang manipulatif, tidak berbasis pada proses ilmiah yang benar justru menurunkan kepercayaan kepada mereka yang memercayai UFO.
”Untuk menentukan apakah sebuah benda yang diduga diklasifikasikan sebagai ’non-manusia’, dibutuhkan teknologi lebih canggih dari sekadar sinar-X,” ujar Julieta Fierro, peneliti Institut Astronomi UNAM, yang juga membantah bahwa peneliti UNAM mendukung klaim mereka tentang alien. Skeptisme harus selalu dikedepankan dalam mempelajari UFO.

Seorang peserta rapat dengar pendapat Kongres Amerika Serikat memakai pin bertuliskan ”I Want to Believe” (Aku Ingin Percaya) pada 26 Juli 2023. Kongres menyelidiki laporan sejumlah personel militer AS yang mengaku pernah bersirobok dengan makhluk antariksa.
Departemen Pertahanan AS ataupun NASA pun telah melakukan perubahan komunikasi dalam mengelola isu UFO. Terlebih isu ini sudah beredar lama di masyarakat tanpa ada kepastian atas jawabannya. Belum lagi banyak kesaksian melihat UFO atau UAP berasal dari anggota militer yang sedang bertugas.
NASA pun sejak 2022 telah membentuk tim independen untuk menyelidiki UAP. Hasil awalnya diumumkan pada Kamis (14/9/2023). ”Masih banyak yang harus dipelajari. Tim independen tidak menemukan bukti bahwa UAP berasal dari luar angkasa. Kami juga tidak tahu apa itu (yang dilaporkan sebagai) UAP,” kata Administrator NASA Bill Nelson dikutip dari Space.
Baca juga: Ingin Patahkan Berbagai Mitos, NASA Ikut Teliti UFO
Kini NASA juga membentuk divisi khusus yang mempelajari UAP untuk bisa menjawab keingintahuan publik tentangnya. Namun, proses pembuktian bahwa ada teman manusia berbagi semesta itu seharusnya tetap mengedepankan prinsip-prinsip ilmiah.
Jenglot
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F24%2Fa5bd9803-e320-4a75-adc0-f8bc2662c24a_jpeg.jpg)
Benda mirip jenglot dilarung yang ditemukan di Pantai Kenjeran, Surabaya.
Saat warganet dunia mengkritik mumi yang direkayasa menjadi ”alien”, warganet Indonesia justru membandingkan ”alien” tersebut dengan jenglot, makhluk mistis yang sempat populer di Indonesia dan Malaysia pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Kini, jenglot masih bisa ditemukan di daerah-daerah tertentu.
Di akhir 1990-an, sejumlah pameran jenglot berlangsung di beberapa kota besar. Seperti ditulis Kompas, 28 September 1997, jenglot dipamerkan di Plaza Sentra Buana, Jakarta, dalam pameran ”benda-benda pusaka” plus praktik pengobatan alternatif dan konsultasi dengan beberapa paranormal.
Meski jenglot ramai dipamerkan di akhir 1990-an, dosen sejarah dan kebudayaan Institut Agama Islam Negeri Kudus, Jawa Tengah, Moh Rosyid, Jumat (15/9/2023), meyakini jenglot sudah ada jauh sebelum itu.
Sejak lama jenglot digunakan sebagai sarana atau media dalam praktik dunia magis, baik untuk santet, pesugihan, maupun menyerang orang lain secara gaib. Jenglot merupakan personifikasi dari manusia yang memiliki niat, perilaku, atau menjalankan praktik-praktik magis yang dianggap buruk.
”Jenglot hanyalah salah satu alat pilihan dukun untuk digunakan sebagai media magis. Sejatinya dukun memiliki ragam media yang bisa digunakan untuk mencapai tujuannya,” katanya. Selain itu, karena pewarisan ilmu perdukunan sangat bergantung pada figur guru, maka penggunaan jenglot oleh dukun juga sangat bergantung pada media yang dikenalkan oleh guru sang dukun.
Baca juga: Benda Mirip Jenglot Dilarung di Selat Madura
Dalam konteks pesugihan, lanjut Rosyid, jenglot banyak digunakan dukun sebagai pengganti tuyul yang dianggap merepotkan dalam proses perawatannya. Kondisi itu dimanfaatkan sejumlah dukun untuk memperdayai atau menipu kliennya dengan menawarkan media jenglot.
”Saat menerima klien, bagi dukun yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan dan selera konsumen. Soal berhasil atau tidaknya, tidak ada garansi dari dukun, sama seperti layanan kesehatan. Ada spekulasi di dalamnya,” ujar Rosyid.
Karena itu, beberapa kasus penipuan jenglot sering kali terjadi, khususnya terkait dengan pesugihan. Salah satunya ditulis Kompas edisi Jawa Tengah, 26 Februari 2008, yang menyebut jenglot digunakan dukun untuk menunjukkan lokasi harta karun. Jika dengkul jenglot itu disentuh, maka mata merah jenglot akan hidup dan berkedip. Kedipan itu menjadi penunjuk lokasi harta karun. Nyatanya warna merah dan kedipan mata jenglot itu didayai oleh baterai.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F24%2F99fa078f-a1e4-4f29-a3b7-b620f9577a18_jpeg.jpg)
Pemerintah Kecamatan Bulak, Surabaya, melarung benda mirip jenglot di perairan Selat Madura, Jawa Timur, Rabu (18/9).
Meski demikian, banyak orang masih menganggap jenglot sebagai makhluk mitologi. Selain bentuk, ukuran, dan ketampakan jenglot yang menyeramkan, berbagai cerita mistis juga banyak menyertai keberadaan jenglot.
Dikutip dari buku Enigma 2: Menguak Fakta-fakta Misterius Paling Fenomenal di Dunia (2014) yang ditulis Sam, jenglot merupakan jelmaan orang sakti di masa lalu yang mempelajari ilmu hidup abadi alias ilmu bhatara karang. Saat mati, dia terkutuk selamanya karena ilmu hitam yang dipelajarinya.
Kutukan itu membuat tubuhnya mengalami deformasi, mengecil, dan termumifikasi. Matanya bisa memutar seperti makhluk hidup, bahkan menyala merah. Meski demikian, rambut, gigi, dan kukunya terus tumbuh dan bertambah panjang. Bahkan, walau mati, jenglot tetap menuntut makanan secara rutin.
Meski sama-sama memiliki cerita mistis seperti makhluk-makhluk horor lainnya, bedanya jenglot memiliki wujud yang bisa dilihat secara sadar oleh mata banyak orang dan tubuhnya bisa disentuh. Karena itu, proses pengujian ilmiah untuk memastikan makhluk apa sebenarnya jenglot seharusnya bisa dilakukan.
Lihat juga: Mengulik Fenomena Dukun di Indonesia
Dalam buku tersebut tertulis bahwa tim forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, yang terdiri atas Budi Sampurna, Djaja Surya Atmadja, dan dokter spesialis lain, pernah memeriksa jenglot milik seorang kolektor pada 25 September 1997.
Saat itu tim dokter merontgen dan melakukan pemindaian tomografi terkomputasi (CT scan) untuk mengetahui struktur tulang jenglot serta memotret bagian tubuh lainnya. Mereka juga memeriksa sejumlah bahan dasar penyusun makhluk hidup, seperti unsur karbon dan sejumlah senyawa protein. Tim juga mengambil sedikit kulit atau daging jenglot beserta sehelai rambutnya. Namun, pemilik menolak jenglotnya dibedah karena khawatir akan merusaknya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F10%2F02%2F0bf8116e-7d14-4c96-86ed-f375a988c324_jpg.jpg)
Abdi dalem Keraton Yogyakarta membersihkan bagian dari kereta Nyai Jimat yang dicuci dalam tradisi jamasan di Museum Kereta Keraton, Yogyakarta, Selasa (2/10/2018).
Hasilnya, jenglot tidak memiliki struktur tulang seperti pada manusia. Di dalam tubuh makhluk itu hanya ada struktur penyangga dari kepala hingga badan. Tak hanya itu, ciri utama makhluk hidup adalah harus makan dan bernapas. Namun, jenglot tidak memiliki jantung, paru-paru, dan organ vital makhluk hidup lain.
Sementara hasil pemeriksaan kulit menunjukkan jenglot itu memiliki karakteristik DNA manusia. Namun, terdeteksinya DNA mirip manusia itu diduga berasal dari olesan darah manusia mengingat jenglot tersebut diberi makan darah dan minyak wangi tertentu secara rutin. Dari berbagai pemeriksaan itu, jenglot diduga hanyalah obyek buatan manusia, bukan manusia yang berubah menjadi kecil.
Studi lain dilakukan Zainuddin Zafarina dan Sundararajulu Panneerchelvam dari program ilmu forensik Universitas Sains Malaysia dan dipublikasikan di The Malaysian Journal of Medical Sciences, Juli 2009. Mereka mengobservasi sebuah jenglot yang ditemukan di Papua, Indonesia, tahun 1972, yang dibawa oleh seorang pengusaha Malaysia.
Sampel rambut jenglot yang diperiksa menunjukkan rambut tersebut berasal dari manusia. Rambut jenglot itu juga memiliki akar sehingga diduga rambut-rambut itu ditanam di kepala jenglot secara manual alias tidak tumbuh alami.
Baca juga: Perdukunan yang Melintasi Zaman
Dari pemeriksaan dilakukan dengan teknik mikroskopis dan molekuler itu, hasilnya jenglot bukan termasuk hewan langka. Ya, tidak dikelompokkan sebagai bukan hewan langka karena dalam kacamata sains modern, kajian jenglot masuk dalam ilmu kriptozoologi atau cabang ilmu hewan yang mempelajari binatang-binatang mitologi atau dongeng yang keberadaannya belum bisa dibuktikan.
Binatang yang belum pasti wujudnya atau disebut kriptid itu antara lain yeti, loch ness, bigfoot, dan putri duyung. Wujud yang unik itu membuat jenglot dikategorikan sebagai kriptid. Namun, kriptozoologi termasuk pseudosains dan tidak diakui sebagai cabang zoologi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F15%2F3e9276c8-bd44-4ce3-8dbd-2f9cc76752e6_jpg.jpg)
Pegunjung mengabadikan atraksi putri duyung di Jakarta Aquarium Safari di Jakarta, Jumat (15/4/2022).
Dari dua pemeriksaan di Indonesia dan Malaysia dan kajian budaya jenglot itu, maka diduga jenglot hanyalah makhluk buatan. Boneka ini dibuat dukun sebagai media untuk melakukan hal-hal magis yang negatif.
Ketidakpastian
Baik alien yang dipamerkan di depan Kongres Meksiko maupun jenglot yang dibanding-bandingkan warganet Indonesia nyatanya memang memiliki sejumlah persamaan. Selain menjadi ”makhluk” buatan manusia, keyakinan kuat akan keberadaan dua makhluk rekaan itu umumnya menguat di masa-masa krisis, saat kondisi sosial dan ekonomi sedang tidak stabil.
”Ketika orang merasa terisolasi dan frustrasi, mereka cenderung memercayai teori konspirasi untuk membuat diri mereka lebih baik,” kata profesor psikologi sosial Universitas Kent, Inggris, Karen Douglas, kepada BBC, 8 Juli 2022.
Bagaimanapun, seperti diungkapkan ahli neurosains yang kini menjadi Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Taufiq Pasiak, seperti dikutip Kompas, 25 April 2020, otak manusia adalah mesin pembangkit kepercayaan. ”Manusia menciptakan kepercayaan untuk memberi rasa aman,” katanya.
Baca juga: Perdukunan dan Otak Kita
Orang-orang ingin memercayai keberadaan alien dengan segala asumsi kepintarannya atau jenglot dengan berbagai kekuatan dan daya magisnya karena ingin memiliki rasa aman dan nyaman di tengah situasi yang penuh ketidakpastian. Masalah apakah alien atau jenglot itu benar-benar ada, bisa dibuktikan secara ilmiah atau tidak, tidak menjadi persoalan sepanjang keyakinan itu bisa memberi mereka kepastian.