Apabila pemanasan dan kehilangan oksigen terus terjadi, dalam 70 tahun mendatang sungai-sungai dapat mengalami kematian akut, kehilangan spesies-spesies ikan tertentu, dan mengancam keanekaragaman hayati perairan.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN
Passau’ wai berenang di Sungai Mandar, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Jumat (15/9/2023), dengan membawa rangkaian jeriken berisi air bersih. Air ini akan dijual untuk keperluan air bersih.
Kehidupan di ekosistem sungai kian terancam. Selain oleh sedimentasi dan pencemaran air, sungai-sungai juga kian kehilangan oksigen dan memanas. Hal ini dapat mengancam kehidupan sungai, termasuk berbagai biota di dalamnya.
Studi yang dipimpin peneliti dari Pennsylvania State University (PSU) menunjukkan, dari hampir 800 sungai yang diamati, 87 persen di antaranya terjadi pemanasan dan 70 persen terjadi kehilangan oksigen.
Laporan yang dipublikasikan Kamis (14/9/2023) pada jurnal Nature Climate Changeini juga memproyeksikan, jika kondisi seperti ini terus terjadi, dalam 70 tahun mendatang sungai-sungai itu dapat mengalami kematian akut, kehilangan spesies-spesies ikan tertentu, dan mengancam keanekaragaman hayati perairan. ”Ini adalah sebuah peringatan,” kata Li Li, Profesor Teknik Sipil dan Lingkungan di PSU dan penulis makalah tersebut.
Ini adalah pandangan nyata pertama kami mengenai kondisi sungai di seluruh dunia dan ini meresahkan.
Meski telah menyadari pemanasan suhu global menyebabkan pemanasan dan kehilangan oksigen di laut, Li tak menyangka hal ini juga terjadi di sungai-sungai yang mengalir dan dangkal. Studi yang dilakukaannnya diklaim sebagai studi pertama yang melihat secara komprehensif perubahan suhu dan laju deoksigenasi di sungai.
”Apa yang kami temukan mempunyai implikasi signifikan terhadap kualitas air dan kesehatan ekosistem perairan di seluruh dunia,” tuturnya, dalam laman internet Pennsylvania State University, Kamis (14/9/2023).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Masyarakat adat suku Yaben mencari kayu bakar di muara Sungai Kaibus di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Kamis (27/7/2023).
Tim peneliti menggunakan kecerdasan buatan dan pendekatan pembelajaran mendalam untuk merekonstruksi data kualitas air di hampir 800 sungai di Amerika Serikat dan Eropa Tengah. Mereka menemukan, sungai memanas dan mengalami deoksigenasi lebih cepat dibandingkan dengan lautan, yang dapat berdampak serius terhadap kehidupan akuatik.
Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) memperkirakan, mayoritas orang Amerika tinggal dalam jarak 1,6 kilometer (1 mil) dari sungai atau aliran sungai. Dengan demikian, fenomena tersebut juga akan berdampak pada kehidupan manusia.
”Suhu air sungai dan kadar oksigen terlarut merupakan ukuran penting dari kualitas air dan kesehatan ekosistem. Namun, hal ini kurang dipahami karena sulit diukur akibat kurangnya data yang konsisten di berbagai sungai dan banyaknya variabel terlibat yang dapat mengubah kadar oksigen di setiap daerah aliran sungai,” kata Wei Zhi, asisten profesor riset di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan di PSU serta penulis utama studi tersebut.
Tim peneliti mengembangkan pendekatan pembelajaran mendalam yang baru untuk merekonstruksi data yang konsisten. Hal ini agar memungkinkan perbandingan sistematis di berbagai sungai. ”Jika dipikir-pikir, kehidupan di air bergantung pada suhu dan oksigen terlarut, yang merupakan jalur kehidupan bagi semua organisme akuatik,” kata Li yang juga berafiliasi dengan Institut Energi dan Lingkungan PSU.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Petugas dan pejabat dari Dinas Perikanan Kota Semarang secara simbolis melepaskan benih ikan di aliran Sungai Kanal Barat, Simongan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (9/8/2022).
Ia menunjukkan, di daerah pesisir seperti Teluk Meksiko, sering kali memiliki zona mati di musim panas. Penelitian mereka menunjukkan hal ini juga bisa terjadi di sungai karena beberapa sungai tidak lagi dapat menopang kehidupan seperti sebelumnya. Penurunan oksigen di sungai (deoksigenasi) juga mendorong emisi gas rumah kaca dan menyebabkan pelepasan logam beracun.
Untuk melakukan analisis, para peneliti melatih model komputer pada sejumlah besar data mulai dari tingkat curah hujan tahunan, jenis tanah, hingga sinar matahari. Data itu dikumpulkan dari 580 sungai di Amerika Serikat dan 216 sungai di Eropa Tengah. Model tersebut menemukan bahwa 87 persen sungai menjadi lebih hangat dalam empat dekade terakhir dan 70 persen kehilangan oksigen.
Pemanasan paling cepat
Studi tersebut mengungkapkan, sungai-sungai di perkotaan menunjukkan pemanasan paling cepat, sedangkan sungai-sungai pertanian mengalami pemanasan paling lambat, tapi mengalami deoksigenasi paling cepat. Mereka juga memakai model itu untuk memperkirakan laju deoksigenasi di masa depan. Di seluruh sungai yang mereka pelajari, laju deoksigenasi di masa depan berada antara 1,6 dan 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laju deoksigenasi historis.
”Hilangnya oksigen di sungai tidak terduga karena kita biasanya berasumsi bahwa sungai tidak kehilangan oksigen sebanyak di perairan besar seperti danau dan lautan, tetapi kami menemukan bahwa sungai kehilangan oksigen dengan cepat,” kata Li.
Model tersebut memperkirakan bahwa, dalam 70 tahun ke depan, spesies ikan tertentu dapat punah sepenuhnya karena rendahnya tingkat oksigen dalam jangka waktu yang lama. Menurut Li, hal ini akan mengancam keanekaragaman perairan secara luas.
”Sungai sangat penting bagi kelangsungan hidup banyak spesies, termasuk spesies kita, tetapi secara historis sungai telah diabaikan sebagai mekanisme untuk memahami perubahan iklim kita. Ini adalah pandangan nyata pertama kami mengenai kondisi sungai di seluruh dunia, dan ini meresahkan,” kata Li.