Tenaga Kependidikan di Sekolah Tuntut Kesempatan Jadi ASN PPPK
Sekolah membutuhkan tenaga teknis pendukung administrasi hingga laboratorium atau perpustakaan. Namun, tenaga kependidikan belum mendapat kesempatan jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Para petugas operator yang tetap hadir di SD Negeri Bintaro 04 Pagi, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (13/7/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Tenaga kependidikan di sekolah menuntut kesetaraaan untuk bisa direkrut sebagai aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK. Sebab, keberadaan mereka sama pentingnya dengan guru, tapi berstatus honorer bergaji rendah.
Sampai kini formasi pengangkatan para tenaga kependidikan sebagai aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN PPPK) belum dibuka. Para tenaga kependidikan meliputi, antara lain, operator sekolah, pustakawan, hingga laboran.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Abdul Qodir, di Jakarta, Minggu (17/9/2023), mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tenaga kependidikan menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Mereka melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan layanan teknis di satuan pendidikan. Contohnya, operator sekolah bertugas memastikan pendataan guru, siswa, hingga sarana-prasana di sekolah selalu mutakhir di data pokok pendidikan (dapodik).
Namun, mereka umumnya jadi pegawai honorer dengan gaji dari bantuan operasional sekolah. Mereka puluhan tahun sebagai pegawai honorer dengan gaji mulai dari Rp 250.000 per bulan. ”Kami meminta agar tenaga kependidikan diberi afirmasi agar bisa diangkat sebagai PPPK,” ucap Dudung.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Tim dari Daerah Istimewa Yogyakarta ambil bagian dalam kegiatan Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (GTK) PAUD dan Dikmas Berprestasi dan Berdedikasi Tahun 2018 yang digelar Kemendikbud di Pontianak, Kalimantan Barat. Peserta mengikuti Senam Kreasi Daerah, Kamis (12/7/2018).
Pekan lalu, Forum Tenaga Kependidikan Solidaritas Nasional Wiyatabakti Indonesia (SNWI) Provinsi Sumatera Selatan mengikuti rapat dengar pendapat umum bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diterima Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf. SNWI didampingi PB PGRI dan DPRD Sumsel.
Perwakilan tenaga kependidikan di sekolah ini menuntut agar tahun 2024 juga dibuka formasi PPPK bagi tenaga kependidikan selain para guru.
Ketua SNWI Sumatera Selatan Renny mengutarakan, tenaga kependidikan, seperti para tata usaha dari berbagai jenjang pendidikan, memiliki beragam latar belakang pendidikan. Mereka mendukung tugas kepala sekolah dan guru untuk memastikan standar teknis pelayanan minimal di sekolah berjalan.
”Kami minta diperhatikan. Selama ini kami merasa dianaktirikan. Sudah tiga kali penerimaan ASN PPPK, tenaga kependidikan tidak diakomodasi. Kami penunjang pendidikan, jantungnya sekolah. Kami juga harus memperjuangkan status dan kesejahteraan kami,” kata Renny.
Sekretaris SNWI Sumatera Selatan Dedi Candra mengatakan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mesti membuat kebijakan serta terobosan untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah pada tenaga kependidikan.
Selama ini kami merasa dianaktirikan. Sudah tiga kali penerimaan ASN PPPK, tenaga kependidikan tidak diakomodasi. Kami penunjang pendidikan, jantungnya sekolah.
Hingga saat ini, Kemenpan dan RB tidak mengakui adanya jabatan fungsional tenaga kependidikan dalam penerimaan ASN PPPK sehingga tidak tersedia formasi tenaga teknis untuk sekolah.
”Kami akan memperjuangkan agar tahun 2024 ada formasi jabatan fungsional bagi tenaga kependidikan. Ada pemerintah daerah bersedia membuka formasi, tapi kebijakan di Kemenpan dan RB serta Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) belum ada,” tuturnya.
”Substansi Keputusan Menteri PAN dan RB Nomor 158 Tahun 2023 harus direvisi dan dievaluasi lantaran tidak mengakomodasi tenaga kependidikan selama perekrutan ASN PPPK dari tahun 2019,” kata Dedi.
Pihaknya sudah beraudiensi dengan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani. Bahkan, disebutkan, di Kemendikbudristek ada dapodik untuk tenaga kependidikan.
”Cuma dikatakan regulasinya belum ada. Hal ini yang kami minta agar Komisi X DPR membantu memperjuangkan kesempatan dan afirmasi bagi tenaga kependidikan di sekolah,” ujarnya.
Di sekolah, guru dielu-elukan, sedangkan tenaga kependidikan tak dipandang setara. Saat pandemi Covid-19 sehingga sekolah tutup, guru bisa bekerja dari rumah, tapi tenaga kependidikan siap di sekolah. ”Saat Sumsel dikepung asap, guru bisa mengajar dari rumah, tapi kami harus ada di sekolah,” kata Dedi.
Wakil Ketua PGRI Sumatera Selatan Syahrial menerima aspirasi bahwa gaji tenaga kependidikan honorer Rp 250.000-Rp 1,5 juta per bulan dan dibayarkan per tiga bulan saat dana BOS cair. Anggaran pendidikan minimal 20 persen tak berdampak pada peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan.
Bahkan, banyak tenaga kependidikan belum terdata di dapodik karena latar belakang pendidikan tidak linier. Penjaga sekolah, misalnya, ada yang hanya tamatan sekolah dasar (SD).
Secara nasional ada ratusan ribu tenaga kependidikan. Di Sumsel, misalnya, jumlah tenaga kependidikan 17.020 orang di jenjang SD, SMP 3.624 orang, SMA 1.320 orang, dan SMK 484 orang. ”Mohon Komisi X DPR memperjuangkan tenaga kependidikan dimasukkan formasi PPPK tahun 2024,” kata Syahrial.
Ada 227 jabatan fungsional, termasuk ada laboran dan pustakawan. Namun, laboran yang dimaksud untuk ditempatkan di rumah sakit, sedangkan pustakawan bukan yang di sekolah, tapi yang mengelola perpustakaan daerah.
”Ada solusi mereka bisa ikut tes, tapi pindah instansi. Hal ini tidak mungkin, siapa yang mengerjakan di sekolah. Karena itu, kami berharap ada afirmasi yang sama dengan guru,” kata Syahrial.
Dede Yusuf mendukung tenaga kependidikan di sekolah juga mendapat afirmasi agar bisa diangkat sebagai ASN PPPK. ”Kami membentuk panitia kerja atau Panja guru honorer jadi ASN PPPK, tinggal membentuk panitia khusus atau pansus,” tuturnya.
”Kami mengusulkan pansus pengangkatan honorer. Sudah diusulkan ke pimpinan DPR. Kalau di Komisi II DPR, pengangkatan PPPK tidak cuma guru, tapi semua kementerian atau lembaga. Padahal, kami prioritaskan honorer yang secara teknis menguasai, salah satunya operator,” kata Dede.