Kakek dan Paman yang Perkosa Kakak Beradik di Langkat agar Dikenai Pemberatan Pidana
Orang-orang terdekat yang seharusnya melindungi justru malah melakukan kekerasan seksual.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pemerkosaan dua kakak beradik perempuan masing-masing berusia 7 tahun dan 4 tahun yang dilakukan oleh kakek dan paman kandung di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mendapat kecaman publik. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan prihatin dan mendorong pemberatan pidana terhadap kedua pelaku.
”Keluarga seharusnya memberikan pengasuhan, pengayoman, dan perlindungan pada anak. Namun, dalam kasus ini, kakek dan paman kedua korban malah menjadi pelaku utama yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, yang seharusnya mereka lindungi,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar, Jumat (15/9/2023).
Seperti diberitakan, kedua anak korban mengalami kekerasan seksual dari kakeknya, HS (60); dan pamannya, SH (19). Peristiwa kekerasan seksual tersebut terjadi sekitar awal tahun 2023. Ketika para korban tinggal bersama kakeknya, karena kedua orangtuanya bercerai. Ayahnya merantau, sedangkan ibunya menikah lagi dan tinggal di daerah lain.
Karena itulah, Kementerian PPPA mendukung pemberatan pidana terhadap kedua pelaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan kepada korban.
Keluarga seharusnya memberikan pengasuhan, pengayoman, dan perlindungan pada anak.
Adapun kedua pelaku, dari informasi yang diperoleh Kementerian PPPA, saat ini sudah ditahan di kantor Polres Langkat. Berkas perkara kasus ini telah dilimpahkan penyidik kepolisian kepada kejaksaan negeri setempat.
Apabila kedua pelaku terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan, mereka dikenakan Pasal 81 Ayat (1), (2), (3), dan (5) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keduanya terancam pidana penjara hingga 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Mengingat kedua terduga pelaku merupakan orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan korban, pidana penjara dapat ditambah 1/3 (sepertiga) sesuai dengan Pasal 81 Ayat (3) sehingga ancaman pidana penjara bagi para pelaku bisa mencapai 20 tahun. Karena korban lebih dari satu orang, para pelaku juga bisa diancam hukuman yang lebih maksimal, seperti pidana mati atau seumur hidup.
Nahar memastikan kedua anak korban sudah mendapatkan perlindungan dan pendampingan psikolog. Dinas terkait dan Unit Pelaksana Teknis Daerah PPA Kabupaten Langkat juga terus berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memastikan tempat tinggal kedua anak korban.
”Saat ini kedua anak korban sudah berada di tempat yang aman. Selain pemeriksaan psikologis, kedua anak korban juga mendapatkan pendampingan kesehatan dan pendampingan visum serta pendampingan hukum ke Unit PPA Polres Langkat,” papar Nahar.
Tindak pidana kekerasan seksual tersebut terjadi karena ketimpangan relasi kuasa antara para pelaku dan kedua anak korban. Pelaku adalah kerabat atau anggota keluarga yang lebih tua sehingga korban tidak mampu melawan.
”Oleh karena itu, perlu pendampingan psikologis yang intensif dan bersifat rehabilitatif pada kedua anak korban, seperti konseling maupun terapi, apabila dibutuhkan, serta penguatan kepada ayah dan ibu korban terkait pengasuhan anak,” kata Nahar.
Mencederai rasa keadilan korban
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, selain mengecam keras tindakan kekerasan seksual tersebut, juga mendukung langkah kepolisian untuk mengenakan pasal pemberatan pada kedua pelaku. Perbuatan keduanya selaku keluarga dekat para korban dinilai sudah betul-betul mencederai rasa keadilan korban.
”KPAI akan memonitor proses hukum pada pelaku. Kami sepakat bahwa relasi kuasa sedemikian besar di mana paman dan kakek. Mereka panutan yang merupakan orangtua dari keluarga korban, tetapi melakukan tindakan kekerasan seksual sedemikian keji,” ujar Ai Maryati.
Karena itu, terhadap perkara TPKS terhadap anak-anak tersebut, KPAI sependapat dengan Kementerian PPPA bahwa sangatlah relevan dikenai pasal pemberatan kepada kedua pelaku.
Selanjutnya, terhadap anak-anak korban tersebut, KPAI menegaskan negara bertanggung jawab untuk rehabilitasi sosial. ”Ini akan kami koordinasikan dengan UTPD PPA Provinsi Sumut dan Kabupaten Langkat karena secara berkelanjutan anak-anak korban harus menerima perlindungan psikologi, terutama pemulihan dari traumatis,” ucap Ai Maryati.
Selain mendapat pemulihan, KPAI juga mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar membantu korban mendapatkan hak-hak atas restitusi.