Kehidupan Perkotaan Tingkatkan Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Anak Kecil
Kehidupan perkotaan merupakan faktor risiko munculnya infeksi saluran pernapasan pada awal kehidupan. Karena itu, penting untuk menjaga rumah bebas dari kelembaban dan jamur serta menghindari paparan polusi udara.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak kecil di perkotaan lebih banyak menderita infeksi saluran pernapasan dibandingkan anak di perdesaan. Sejumlah faktor, seperti tinggal di rumah yang lembab, dekat jalur lalu lintas, dan mendatangi tempat penitipan anak, meningkatkan risiko infeksi pada anak.
Temuan ini berdasarkan penelitian yang dipresentasikan pada European Respiratory Society International Congress di Milan, Italia. Studi pertama yang dipresentasikan Nicklas Brustad, dokter di Copenhagen Prospective Studies on Asthma in Childhood (Copsac), Denmark, itu melibatkan 663 anak dan ibunya. Mereka mengikuti penelitian sejak kehamilan hingga anak tersebut berusia tiga tahun.
Anak-anak yang tinggal di perkotaan rata-rata mengalami 17 infeksi saluran pernapasan, seperti batuk dan pilek, sebelum berusia tiga tahun. Sementara mereka yang tinggal di perdesaan mengalami 15 infeksi saluran pernapasan.
Para peneliti melakukan tes darah pada ibu selama kehamilan dan bayi yang baru lahir. Selain itu, mereka juga menganalisis sistem kekebalan anak ketika berumur empat minggu. Mereka menemukan perbedaan sistem kekebalan tubuh anak yang tumbuh di perkotaan dibandingkan anak di perdesaan.
”Temuan kami menunjukkan bahwa kehidupan perkotaan merupakan faktor risiko munculnya infeksi pada awal kehidupan. Beberapa faktor terkait seperti paparan polusi udara dan mendatangi penitipan anak,” ujar Brustad, dilansir dari Eurekalert.org, Senin (11/9/2023).
Brustad menuturkan, studi tersebut menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal anak dapat berdampak pada perkembangan sistem kekebalan tubuh mereka. Pihaknya masih menyelidiki mengapa beberapa anak yang sehat lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan anak lain dan dampaknya terhadap kesehatan di kemudian hari.
Kita juga harus melakukan segala upaya untuk mengurangi paparan terhadap infeksi di tempat penitipan anak, menjaga rumah bebas dari kelembaban dan jamur, mengurangi kebiasaan merokok, dan mengurangi polusi udara.
”Kami memiliki beberapa penelitian lain untuk mencari faktor risiko dan mencoba menjelaskan mekanisme yang mendasarinya,” ucapnya.
Studi kedua yang dipaparkan Tom Ruffles dari Brighton and Sussex Medical School, Inggris, mencakup data 1.344 ibu dan anak yang tinggal di Skotlandia dan Inggris. Para ibu mengisi kuesioner terinci ketika anak-anak mereka berusia satu tahun dan mengisinya lagi ketika anak-anak berusia dua tahun.
Kuesioner memuat pertanyaan tentang infeksi dada, gejala batuk, pengobatan pernapasan, dan paparan terhadap faktor risiko lingkungan yang potensial. Ruffles mengatakan, penelitian itu memberikan beberapa bukti penting tentang bagaimana membantu mengurangi infeksi dada pada bayi dan balita.
”Manfaat menyusui sudah jelas dan kita harus terus mendukung para ibu untuk menyusui bayinya. Kita juga harus melakukan segala upaya untuk mengurangi paparan terhadap infeksi di tempat penitipan anak, menjaga rumah bebas dari kelembaban dan jamur, mengurangi kebiasaan merokok, dan mengurangi polusi udara,” katanya.
Prof Myrofora Goutak dari European Respiratory Society mengatakan, beberapa anak kecil menderita batuk dan pilek berulang yang dapat menyebabkan asma seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor yang mungkin berkontribusi terhadap hal itu, seperti kondisi tempat tinggal anak-anak dan tempat mereka dirawat.
”Semakin kita memahami faktor-faktor ini, semakin banyak yang bisa kita lakukan untuk melindungi perkembangan paru-paru anak,” katanya.