Ibu Kembali Bekerja Jadi Tantangan Cakupan ASI Eksklusif
Cakupan ASI eksklusif selama enam bulan mengalami penurunan. Tantangan pada ibu menyusui yang harus kembali bekerja turut memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Dukungan dari tempat kerja amat dibutuhkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Capaian air susu ibu atau ASI eksklusif di Indonesia menurun. Ibu yang kembali bekerja setelah melahirkan menjadi tantangan dalam pemberian ASI eksklusif. Hal itu seharusnya tidak menjadi kendala jika tempat bekerja memberikan dukungan penuh.
Penurunan capaian ASI eksklusif ditunjukkan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Cakupan ASI eksklusif selama enam bulan pada 2021 tercatat sebesar 48,2 persen. Angka itu menurun signifikan pada tahun 2022 dengan cakupan sebesar 16,7 persen. Hal ini patut menjadi perhatian karena pemberian susu formula meningkat dari 45,2 persen pada 2021 menjadi 61,6 persen pada 2022.
Cakupan ASI eksklusif selama enam bulan pada 2021 tercatat sebesar 48,2 persen. Angka itu menurun signifikan pada 2022 dengan cakupan sebesar 16,7 persen.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Zat yang terkandung dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi yang tidak bisa secara sempurna didapatkan dari susu formula ataupun makanan lain. Untuk itulah, pemberian ASI pada bayi amat penting, terutama pemberian secara eksklusif dari bayi baru lahir hingga bayi berusia enam bulan.
”Meskipun manfaat ASI begitu besar, ternyata hal ini tidak diikuti oleh tingginya pemberian ASI eksklusif. Biasanya, pemberian ASI mulai berkurang pada bulan kedua dan ketiga setelah cuti hamil ibu habis, saat ibu harus kembali bekerja,” katanya dalam acara Hari Puncak Pekan Menyusui Dunia Tahun 2023 yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (4/9/2023).
Menurut Dante, penyebab utama dari menurunnya pemberian ASI bukan semata-mata karena ibu bekerja. Namun, itu karena kurangnya dukungan dari tempat bekerja. Selain itu, adanya ketidaktahuan dan kurangnya dukungan dari keluarga juga membuat pemberian ASI eksklusif menjadi tidak optimal pada ibu bekerja.
Karena itu, ia menuturkan, semua pihak, mulai dari keluarga, rekan kerja, dunia usaha, perusahaan, masyarakat, hingga pemerintah harus mendukung terciptanya lingkungan yang kondusif yang mengakomodasi praktik menyusui yang baik di tempat kerja. Bagi anggota keluarga, terutama suami, itu bisa dilakukan dengan memberikan dukungan moral serta berupaya membantu ibu dengan memberikan ASI perah bagi bayi.
Pada dunia usaha dan perusahaan, dukungan bisa diberikan dengan membuat aturan dan ketentuan khusus yang memungkinkan ibu dapat memerah ASI dengan baik. Perusahaan dapat membuat waktu khusus bagi ibu untuk memerah ASI sekaligus memberikan fasilitas ruangan khusus yang nyaman dan aman untuk ibu memerah ASI di tempat kerja.
Dante menyampaikan, PT Chang Shin Indonesia bisa menjadi contoh perusahaan yang sudah turut mendukung pemberian ASI bagi ibu bekerja. Salah satu kebijakan yang telah diterapkan ialah memberikan waktu khusus sebanyak tiga kali bagi pekerja yang ingin memerah ASI. Selain itu, perusahaan ini juga memiliki lima ruangan khusus untuk tempat pekerja perempuan yang akan memerah ASI.
”Memberikan kesempatan bagi pekerja untuk memerah ASI itu tidak akan merugikan perusahaan. Bahkan, itu akan memberikan iklim kondusif. Sebab, pikiran ibu bisa lebih tenang setelah memerah ASI sehingga bisa kembali bekerja dengan baik setelahnya,” kata Dante.
Sementara itu, dukungan lain juga dibutuhkan dari masyarakat dan rekan kerja dengan tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks terkait menyusui. Banyak berita bohong mengenai menyusui yang akhirnya membuat ibu tidak lagi mau menyusui bayinya.
Dukungan dari pemerintah di berbagai kementerian/lembaga juga diperlukan agar membuat regulasi yang mendukung praktik menyusui di tempat kerja. Pembinaan dan pengawasan diharapkan bisa dilakukan untuk memastikan setiap perusahaan atau tempat kerja telah memberikan kebijakan dan fasilitas yang mendukung ibu bekerja untuk bisa tetap menyusui.
Pekerja perempuan
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang menyampaikan, kelompok pekerja perempuan secara fisiologis mengalami siklus haid, hamil, dan menyusui. Kondisi tersebut membuat perempuan memerlukan fasilitas khusus yang mendukung agar pekerjaannya tidak terganggu sehingga mereka bisa tetap produktif dalam bekerja.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah pekerja perempuan di Indonesia mencapai 52,74 juta pekerja. Sebanyak 35 juta di antaranya merupakan perempuan usia produktif. Jumlah pekerja perempuan tersebut setara dengan 38,98 persen dari total pekerja di Indonesia.
Haiyani menyampaikan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan agar ibu bekerja bisa tetap menyusui secara optimal. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 83, telah mengamanatkan agar pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Selain itu, pada pasal 153 ayat (1) e juga disebutkan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
Dalam peraturan bersama tiga menteri, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Kesehatan, juga diatur upaya peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja. Melalui peraturan itu, perusahaan atau pemberi kerja harus memberikan hak ibu untuk menyusui berupa kesempatan dan fasilitas untuk memberikan ASI selama waktu kerja. Selain itu pemberi kerja juga diminta memberikan fasilitas untuk menyimpan ASI yang layak dan bersih.
”Dukungan terhadap program menyusui di tempat kerja juga merupakan bentuk pencegahan terhadap diskriminasi perempuan di tempat kerja. Hal ini harus menjadi komitmen bersama untuk semua tempat kerja karena sampai saat ini peraturan itu belum terlaksana secara menyeluruh dan efektif di tempat kerja,” ujar Haiyani.