Belajar Tidak Sekadar Menghafal, tapi Memahami Konsep
Menguasai konsep dasar dalam pembelajaran diyakini mendukung pemahaman siswa untuk dapat belajar secara berkualitas. Untuk itu, pembelajaran tidak lagi sekadar menghafal, tetapi memahami konsep dan mampu menggunakannya.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan dasar atau konsep yang baik dapat mendukung peserta didik untuk memecahkan masalah. Pembelajaran seperti ini perlu terus diterapkan daripada sekolah mengejar penguasaan kuantitas materi pelajaran, yang pada akhirnya sekadar berfokus pada hafalan.
Founder dan CEO Zenius Sabda PS, Rabu (23/8/2023), mengungkapkan, siswa dengan pemahaman dasar yang baik berpeluang lebih besar lolos Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK-SNBT). Hal ini terlihat dari hasil survei mengenai penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) yang diisi oleh 522 orang.
Dari survei tersebut, para peserta yang bisa lolos ujian tulis PTN memiliki pola belajar yang mendalami pemahaman konsep setiap subyek mata pelajaran. Mereka melakukan persiapan yang lama alias tidak instan dalam belajar untuk tes masuk PTN yang lebih menggali kemampuan berpikir kritis dan mencari pemecahan masalah.
”Sejak awal berdiri, kami sudah menekankan pentingnya pemahaman konsep daripada hafalan, atau menjadikan siswa cerdas beneran. Dengan memiliki pemahaman konsep yang lebih baik, siswa akan lebih mudah untuk mengerjakan soal apa pun dan tidak akan mudah untuk terkecoh soal,” kata Sabda.
Dari 522 responden yang mengikuti survei tersebut, sebanyak 411 atau 78,7 persen di antaranya menyatakan lolos SNBT 2023. Para siswa menguasai konsep materi dengan menonton video dan mengikuti live class. Pembelajaran berfokus pada kemampuan fundamental siswa di tiga bidang, yaitu matematika, logika, dan bahasa Inggris.
Menjadi pembelajar
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri Anas mengatakan, Kurikulum Merdeka menjadi alat agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat. Kurikulum Merdeka bukan sekadar perubahan dokumen dan administrasi, tetapi lebih pada peningkatan kualitas belajar peserta didik dan kualitas hubungan guru dengan anak didiknya.
Guna memasifkan implementasi Kurikulum Merdeka di seluruh Indonesia, Kemendikbudristek melalui Pusat Kurikulum dan Pembelajaran menggelar workshop sosialisasi Kurikulum Merdeka kepada seluruh tenaga pendidik jenjang SD, SMP, SMA sederajat, dan SLB di sejumlah daerah. Selain untuk memasifkan informasi terkait Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek juga ingin menghimpun masukan dan mengetahui kendala yang dihadapi para tenaga pendidik di satuan pendidikan.
”Penekanannya di sini adalah seberapa jauh terjadinya perubahan dalam proses belajar, bukan sekadar menuntaskan penyampaian materi kurikulum kepada anak. Ukurannya bukan banyaknya materi yang mampu diserap anak, melainkan lebih kepada seberapa sesuai pelayanan terhadap anak, sehingga setiap anak dapat menemukan cara terbaik bagi dirinya untuk tumbuh dan berkembang,” ujar Zulfikri.
Zulfikri menambahkan, Kurikulum Merdeka ingin mengubah kebiasaan sebelumnya yang membuat guru terbelenggu format-format administrasi yang kaku dan rumit. Format yang kaku dan rumit ini mengakibatkan guru kekurangan waktu untuk memikirkan dampak ketertinggalan anak.
Pada Kurikulum Merdeka, pembelajaran lebih berpusat pada siswa dengan menyederhanakan perangkat ajar, perencanaan yang lebih simpel, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru, sekaligus mudah dipahami dan dicapai oleh siswa.
”Kita memberikan ruang kepada tenaga pendidik untuk menyelesaikan persoalan masing-masing siswa terkait kemampuan dasar yang dimiliki dan apa yang dibutuhkan,” ujarnya.
Dengan memiliki pemahaman konsep yang lebih baik, siswa akan lebih mudah untuk mengerjakan soal apa pun, dan tidak akan mudah untuk terkecoh soal.
Zulfikri juga menekankan, Kurikulum Merdeka bukan untuk mempersulit guru, tetapi mempermudah proses pembelajaran. ”Guru bisa mewujudkan suasana belajar yang interaktif, bermakna, mendalam, dan anak merasa menemukan dunia belajarnya di situ,” tuturnya.
Guru SLB SKH Negeri 01 Kota Serang, Banten, Hudayani Sabilah Fitri, mengemukakan, Kurikulum Merdeka sudah sejalan dengan apa yang dibutuhkan sekolah. ”Kami di sekolah melakukan proses pembelajaran menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Kami juga tidak menuntut anak harus mencapai target yang ada pada kurikulum, jadi kami harus menyesuaikan kembali sesuai hasil asesmen anak,” kata Hudayani.
Hudayani mencontohkan, peserta didiknya yang kelas IV, dari capaian pembelajaran targetnya harus bisa menghitung sampai dengan 50. ”Ketika melihat kondisi anak saya tidak mampu untuk menghitung sampai 50, maka kita turunkan fasenya ke fase A, yaitu menghitung sampai 20,” ujarnya.