Ditunggu, Komitmen Pemimpin Baru Indonesia pada Kepentingan Ekologis dan Masyarakat Adat
Kepentingan ekologis dinilai masih belum menjadi prioritas. Calon pemimpin baru Indonesia harus berkomitmen dalam agenda terkait pengakuan masyarakat adat, reforma agraria, dan keadilan ekologis.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepentingan ekologis hingga pengakuan terhadap masyarakat adat dinilai masih belum menjadi prioritas sampai saat ini. Oleh karena itu, calon pemimpin baru Indonesia dalam Pemilihan Umum 2024 harus berkomitmen dalam agenda terkait pengakuan masyarakat adat, reforma agraria, dan keadilan ekologis.
Hal tersebut merupakan salah satu tuntutan dan sikap politik terhadap Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dari perwakilan tiga organisasi masyarakat sipil yang disampaikan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/8/2023). Tiga organisasi yang terlibat tersebut adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketiga organisasi tersebut mendesak agar pemerintah menghentikan arah politik dan kebijakan nasional yang liberal dan kapitalis serta kembali sesuai amanat konstitusi. Para calon presiden, wakil presiden, anggota legislatif, ataupun kepala daerah juga harus berkomitmen untuk menjalankan agenda reforma agraria, keadilan iklim, dan pemenuhan hak masyarakat adat.
Selain itu, para calon pemimpin tersebut perlu mengesahkan regulasi yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan mencabut sejumlah undang-undang bermasalah.
Di sisi lain, seluruh peraturan perundang-undangan yang telah disahkan tetapi justru berdampak buruk terhadap rakyat juga perlu ditinjau kembali dan direvisi. Peraturan ini khususnya yang terkait dengan sektor kehutanan, perkebunan, pertanahan, pertanian, pangan, pertambangan dan energi, hingga pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian seluruh pihak, termasuk masyarakat, juga perlu menjadikan pergantian kekuasaan atau pemerintah tahun 2024 sebagai proses reorientasi sistem pembangunan. Namun, sistem pembangunan ini harus sesuai mandat konstitusi, pemenuhan hak masyarakat adat, reforma agraria sejati, pemulihan alam, dan penguatan negara demokrasi.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika memandang, kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini semakin menunjukkan proses industrialisasi yang berorientasi eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran oleh korporasi atau perusahaan. Sebagian besar eksploitasi ini dilakukan korporasi di wilayah perdesaan dan mengancam petani atau masyarakat lokal.
”Kami melihat pemerintahan ke depan justru mendorong proses hilirisasi dan bukan terjadinya transformasi penguasaan tanah maupun penjagaan sumber daya alam kepada kaum tani, masyarakat adat, serta nelayan,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi menyebut bahwa banyak program prioritas pemerintah yang berjalan tidak optimal. Bahkan, kinerja pemerintahan saat ini juga dipandang sama dengan pemerintahan terdahulu karena hanya fokus meletakkan kepastian hukum bagi investor dan mengalihkan kedaulatan rakyat atas tanah serta lingkungannya.
”Pemerintahan Presiden Jokowi tidak berbeda dengan presiden lainnya karena akan mewariskan persoalan bagi presiden berikutnya. Tidak ada persoalan struktural di sektor sumber daya alam dan lingkungan yang dijawab Presiden Jokowi yang akan mempermudah pemerintahan berikutnya,” katanya.
Pidato kenegaraan Presiden
Deputi II Sekretaris Jenderal AMAN Bidang Advokasi dan Partisipasi Politik Erasmus Cahyadi menyampaikan, pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus sama sekali tidak menyinggung soal agenda reforma agraria ataupun masyarakat adat. Presiden hanya menyinggung soal besaran dana desa sebesar Rp 2.045 triliun sejak tahun 2015.
Alih-alih memprioritaskan lingkungan dan masyarakat adat, dalam pidatonya Presiden justru menyinggung hal-hal yang menjadi kunci untuk tercapainya Indonesia maju melalui upaya yang lebih banyak berorientasi pada sektor industri. Upaya tersebut seperti kemudahan perizinan, penyederhanaan regulasi, dan kepastian hukum pencegahan korupsi.
”Tema-tema ini merupakan tema yang kontroversial selama sepuluh tahun terakhir. Tampaknya industri tambang dan sawit masih menjadi primadona karena disinggung untuk mencapai kemajuan ekonomi. Sementara agenda pengakuan masyarakat adat, reforma agraria, dan keadilan ekologis nyaris tidak ada kemajuan,” tuturnya.
Dengan kondisi saat ini, Erasmus menekankan, siapa pun pemimpin yang akan terpilih dalam Pemilu 2024 nanti harus melakukan agenda yang pro terhadap rakyat. Semua agenda kerakyatan yang disusun oleh AMAN, KPA, dan Walhi juga perlu dijadikan komitmen oleh semua pihak dan tidak diarahkan untuk dukungan politik praktis dalam masa pemilu.
”Ke depan, kami menghendaki sebuah rezim yang melihat capaian sepuluh tahun terakhir ini sebagai sesuatu yang penting untuk diubah. Jadi, siapa pun orangnya harus melakukan agenda kerakyatan sebagai pemimpin Indonesia di masa yang akan datang,” ucapnya.