Masalah Lingkungan Tidak Disinggung dalam Pidato Kenegaraan
Polusi udara mengepung sejumlah daerah. Meski demikian, Presiden Joko Widodo tidak menyinggung persoalan lingkungan dalam pidato kenegaraan.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Tahun 2023 pada Rabu (16/8/2023) disoroti aktivis lingkungan lantarn tidak menyinggung persoalan lingkungan yang terjadi. Presiden dinilai sebatas menyampaikan peluang kapitalisasi sumber daya alam.
Presiden Jokowi sempat mengucapkan kata polusi, tetapi yang dimaksudnya adalah polusi budaya terkait dengan perkembangan demokrasi yang ”tercemarkan” oleh kedengkian dan fitnah. Jadi, bukan dalam konteks pencemaran lingkungan, seperti polusi udara yang mengepung Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, belakangan ini.
”Pernyatan Presiden tersebut tidak sensitif pada ancaman yang langsung dirasakan oleh rakyat Indonesia,” Koordinator Nasional Pantau Gambut, Iola Abas, dalam siaran pers, di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Iola menambahkan, ketidaksensitifan itu tergambar dalam sikap pemerintah yang setengah hati mengantisipasi polusi udara. Bahkan, ketika sudah ada putusan pengadilan, pemerintah tetap mengelak dengan mengajukan upaya banding.
Sebagai contoh, pada tahun 2016 Mahkamah Agung memvonis Presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum pada kasus kebakaran hutan dan lahan atau karhutla pada tahun 2015. Namun, pemerintah justru mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor perkara 980 PK/PDT/2022.
Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS pada 2021 juga mengabulkan gugatan warga negara atas polusi udara di Jakarta. Majelis Hakim memvonis tujuh pejabat negara melakukan perbuatan melawan hukum.
Pernyatan Presiden tersebut jelas tidak sensitif pada ancaman yang langsung dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Ketujuh pejabat tersebut ialah Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. Gubernur DKI saat itu, Anies Baswedan, menjadi satu-satunya tergugat yang tidak mengajukan banding, tetapi sampai kini polusi udara tetap terjadi.
”Terus menghindarnya Presiden dan pihak tergugat lainnya dengan pengajuan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan berulang kali menjadi masalah strategis yang harus dihadapi menjelang hari kemerdekaan Indonesia ke-78,” ucap Iola.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menambahkan, pidato Presiden Jokowi juga tidak menyinggung krisis iklim. Sementara kebijakan politik yang dihasilkan, yakni Revisi Undang-Undang Minerba dan UU Cipta Kerja, makin membuat cita-cita penurunan emisi karbon 31,89 persen pada 2030 jauh dari harapan.
”Kebijakan yang dihasilkan justru menciptakan kebijakan yang semakin membawa negara ini rentan terhadap dampak krisis iklim,” kata Leonard.
Dalam pidatonya, Jokowi berharap agar masyarakat tidak hanya menjadi pemilik sumber daya alam, tapi juga harus bisa mengolah kekayaan alam jadi bernilai tambah berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal itu bisa dilakukan dengan hilirisasi di berbagai sektor, seperti hilirisasi nikel.
”Sudah ratusan kali saya sampaikan, puluhan kali saya sampaikan. Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan serta meminimalisir dampak lingkungan,” kata Presiden Jokowi.
Presiden menyampaikan hal itu dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Tahun 2023, yang digelar di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Selain itu, Jokowi menyebut pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang sekarang ini untuk membangun pusat pembibitan, membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang dan pascapenambangan.