Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Terima Bantuan Kewirausahaan
Korban tindak pidana perdagangan orang menerima bantuan kewirausahaan. Mereka diharapkan mempunyai penghasilan sendiri agar tak mudah tergiur iming-iming dari pelaku perdagangan manusia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Sosial memberikan bantuan kewirausahaan kepada korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di Nusa Tenggara Timur. Bantuan tersebut diharapkan membantu pemulihan dan pemberdayaan para korban.
Bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) tersebut diberikan di Kabupaten Manggarai Timur ,NTT, untuk para korban yang terdiri dari lima orang dewasa dan dua anak balita.
Orang dewasa mendapat bantuan bidang pertanian dan peternakan, yakni satu alat perontok padi, serta 25 ayam pedaging, 5 ayam kampung, pakan, dan alat makan ternak. Salah satu orang yang punya keterampilan pangkas rambut juga diberi bantuan alat cukur.
Sementara itu, para anak balita yang menjadi korban TPPO mendapat bantuan makanan tambahan nutrisi, perlengkapan kesehatan diri, dan perlengkapan sekolah. Total bantuan yang diberikan senilai Rp 23,7 juta.
Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Komunikasi dan Media Massa Don Rozano Sigit Prakoeswa mengatakan, Kementerian Sosial akan membantu korban TPPO. Ia mengingatkan agar publik tidak lekas tergoda untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Legalitas para pemberi kerja mesti dipastikan lebih dulu untuk mencegah potensi kejahatan.
”Kita akan bantu mereka (korban TPPO). Jadi, jangan sampai hujan emas di negeri orang, (tetapi) hujan batu di negeri sendiri. Maka dari itu, jangan mudah tergiur,” ujarnya melalui siaran pers, di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Adapun pada korban sebelumnya mendapat tawaran bekerja di perkebunan kelapa sawit milik suatu perusahaan swasta di Kalimantan Tengah. Namun, tawaran itu rupanya modus untuk menipu korban. Para korban lantas dipekerjakan secara ilegal tanpa dokumen resmi. Pada perjalanan ke pelabuhan di Kabupaten Ende, NTT, mereka diamankan pihak kepolisian.
Kita akan bantu mereka (korban TPPO). Jadi, jangan sampai hujan emas di negeri orang, (tetapi) hujan batu di negeri sendiri. Maka dari itu, jangan mudah tergiur.
Salah satu korban menuturkan, mereka mengandalkan hasil kebun yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, pendapatan mereka tidak menentu. Ia dan keluarganya pun memutuskan untuk merantau.
Sebelumnya, Kementerian Sosial juga membantu penanganan kasus korban TPPO di Riau. Ada 51 orang yang menjadi korban. Para korban lantas menjalani asesmen dan diberi bantuan sesuai kebutuhan masing-masing.
Mereka menjalani program pemberdayaan dan diberi modal usaha antara lain untuk berkebun, membuka kios, dan beternak. Ada juga yang diberi pelatihan keterampilan di bidang tata rias dan perbengkelan. Mereka diharapkan mampu memiliki penghasilan sendiri agar tidak perlu bekerja ke luar negeri. Sebab, hal itu yang membuat mereka terjerat TPPO.
Rehabilitasi sosial
Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Robben Rico mengatakan, hingga kini 618 korban TPPO ditangani kementeriannya. Kementerian Sosial membantu rehabilitasi sosial dan pemberdayaan korban, serta memulangkan mereka dari luar negeri lewat kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri.
Untuk sementara, para korban ditempatkan di 37 balai dan sentra Kementerian Sosial. ”Total per hari ini sudah ada 618 korban yang kami tempatkan di sentra dan balai kami karena (mereka) ternyata butuh pendampingan dan rehabilitasi,” ujar Robben pada konferensi pers dengan Polda Metro Jaya di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Para korban ini terjerat jaringan internasional penjualan ginjal di Kamboja. Jaringan ini dikoordinasi oleh pelaku yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, pada 27 Juni 2023. Pelaku menjaring korban melalui Facebook lalu memberangkatkan korban untuk operasi ginjal di Kamboja. Ginjal rencananya akan dijual antara lain ke India, Malaysia, dan Singapura (Kompas.id, 20/7/2023).
Adapun setiap ginjal dihargai Rp 135 juta lalu dijual seharga Rp 200 juta. Menurut keterangan polisi, para korban tergiur karena menghadapi masalah ekonomi akibat pandemi Covid-19.
”Memang yang terbesar itu korbannya berasal dari NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah. Ya, karena memang sejalan dengan data yang kami punya, daerah-daerah (itu) masuk kategori miskin sampai miskin ekstremnya cukup besar,” tutur Robben.
Bantuan pemberdayaan ekonomi yang diberi ke para korban diharapkan bisa membantu mereka keluar dari kemiskinan. Dengan demikian, mereka tidak akan mudah tertipu dan terjerat TPPO.