Pemanfaatan Limbah B3 Memiliki Nilai Ekonomi Tinggi
Pemanfaatan limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 memiliki potensi ekonomi yang besar, khususnya pemanfaatan bahan baku batangan logam. Nilai ekonomi ini diperkirakan mencapai Rp 12 triliun.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 dan non-B3 didorong untuk diimplementasikan ke dalam ekonomi sirkular. Pemanfaatan limbah B3 memiliki potensi ekonomi yang besar, khususnya pemanfaatan bahan baku batangan logam.
Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan bimbingan teknis pengelolaan limbah B3 dan non-B3 yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Makassar, Sulawesi Selatan, dan disiarkan secara daring pada Kamis-Jumat, 22-23 Juni 2023.
Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3 KLHK Achmad Gunawan Widjaksono mengemukakan, akumulasi pembiayaan pengelolaan limbah B3 dan non-B3 pada 2021 di seluruh dunia mencapai 14,16 miliar dollar AS. Angka ini diperkirakan akan naik 5,31 persen sehingga menjadi 23,76 miliar dollar AS pada 2031.
”Saat ini pengelolaan limbah B3 dan non-B3 tidak luput dari implementasi sirkular ekonomi. Jadi, kemungkinan ke depan perusahaan akan kurang bisa bersaing jika boros dalam mengelola limbah B3,” ujarnya.
Menurut Achmad, para pelaku usaha yang merupakan mitra strategis dalam perlindungan lingkungan perlu mendukung pemerintah dengan cara taat peraturan sekaligus melaporkan seluruh kegiatan. Hal ini juga sesuai dengan sejumlah peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan yang dikeluarkan tentang pengelolaan limbah B3 dan non-B3.
Selama ini, limbah B3 banyak berasal dari industri kimia atau manufaktur. Sementara berbagai produk mengandung B3 yang berasal dari rumah tangga masuk dalam kategori sampah spesifik dan perlu penanganan khusus, mulai dari pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Berdasarkan data aplikasi pelaporan kinerjapengelolaan limbah B3 dan non-B3 (Siraja) KLHK, timbulan limbah B3 tahun 2022 mencapai 6,9 juta ton. Angka ini turun signifikan dari tahun 2020 dengan jumlah timbulan saat itu mencapai 26,5 juta ton.
Dari total 6,9 juta ton limbah B3 pada tahun 2022, sebanyak 42 persen atau 2,9 juta ton telah dimanfaatkan untuk bahan bakar dan bahan baku. Pemanfaatan limbah B3 terbanyak adalah sebagai bahan baku tembaga (copper) ingot dan substitusi bahan baku semen.
Pengelolaan limbah B3 dan non-B3 tidak luput dari implementasi sirkular ekonomi. Jadi, kemungkinan ke depan perusahaan akan kurang bisa bersaing jika boros dalam mengelola limbah B3.
Data ekonomi sirkular pemanfaatan limbah B3 menunjukkan limbah ini juga digunakan sebagai batangan logam, bahan kimia dasar, minyak ekstraksi, serta produk minyak dan gas seperti pelumas, bahan bakar minyak, ataupun minyak atau oli dasar.
Adapun KLHK mencatat, pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku batangan logam memiliki nilai ekonomi sebesar Rp 12 triliun atau 68 persen dari total nilai ekonomi sirkular.
Penurunan emisi
Kepala Pusat Kebijakan Keenergian Institut Teknologi Bandung (ITB) Retno Gumilang Dewimengatakan, pengelolaan limbah B3 dan non-B3 juga dapat mendukung penurunan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pengaturan sirkulasi limbah B3 dan non-B3 yang masuk ke Indonesia juga diperlukan agar tidak menimbulkan emisi apabila tertimbun.
”Memaksimalkan pemanfaatan akan mengurangi beban pengolahan limbah dan mengurangi emisi mulai dari limbah padat dan cair domestik maupun industri. Limbah ini perlu diolah karena pembakaran dengan insenerasi juga akan menimbulkan emisi,” ucapnya.
Retno menjelaskan, upaya menurunkan emisi dan mengurangi limbah dapat dilakukan dengan cara memulihkan gas metan. Saat ini, beberapa industri juga telah mengurangi limbah secara signifikan dengan cara mengolahnya menjadi biogas.
Guna mendorong pengolahan limbah ini, Retno memperkirakan biaya investasi yang diperlukan mencapai Rp 185 triliun. Investasi ini dilakukan pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat untuk memanfaatkan air limbah guna menghasilkan biogas dan pupuk cair. Sementara pemanfaatan limbah padat dapat didorong sebagai alternatif bahan baku, bahan bakar, ataupun kompos.
Kegiatan potensial lainnya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan basis data sektor limbah. Di sisi lain, intervensi teknologi untuk mengubah limbah ke energi yang kompatibel dengan daur ulang juga merupakan salah satu solusi pengelolaan limbah perkotaan yang berkelanjutan dari perspektif ekonomi ataupun lingkungan.