Inovasi Pendidikan di Daerah Masih Sedikit dan Belum Sesuai Konteks Daerah
Desentralisasi pendidikan seharusnya membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk berinovasi meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, inovasi pendidikan dari daerah masih sedikit dan belum menyentuh akar masalah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inovasi pendidikan di daerah menjadi langkah penting untuk menyediakan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat dan berkualitas. Namun, inovasi pendidikan di era desentralisasi masih sedikit dan belum bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa.
Padahal, inovasi pendidikan di suatu daerah yang berhasil dapat menginspirasi daerah lain untuk mengadopsi dan menyesuaikannya dengan konteks mereka sendiri. Sayangnya, inovasi pendidikan di daerah secara umum masih yang bersifat populis, seperti tunjangan guru dan bantuan tambahan untuk siswa.
Peneliti SMERU Research Institute, Delbert Lim, yang memimpin studi mekanisme penyebaran inovasi kebijakan pendidikan di tingkat daerah di Indonesia, di Jakarta, Kamis (22/6/2023), menjelaskan, survei tim RISE pada 2017–2018 di 63 kabupaten dan kota menemukan ada 137 kebijakan yang diciptakan dinas pendidikan daerah. Dari jumlah itu, hanya 23 daerah yang memiliki kebijakan yang bertujuan meningkatkan hasil pembelajaran siswa.
”Kami menganalisis implementasi dua kebijakan pendidikan yang paling populer di Indonesia, yaitu tunjangan guru dan bantuan tambahan untuk siswa. Kami menemukan tiga faktor utama yang memengaruhi penyebaran kebijakan di tingkat daerah, yaitu geografi (lokasi daerah yang berdekatan), dorongan internal (dari birokrat maupun suara masyarakat), dan kapasitas keuangan daerah,” ujar Delbert.
Di webinar, Forum Kajian Pembangunan (FKP) SMERU 2023 seri ketiga: Inovasi Kolaboratif Daerah Mewujudkan Pendidikan Dasar Berkualitas, yang digelar SMERU Research Institute dan Tanoto Foundation, Rabu (21/6/2023), dipaparkan, inovasi pendidikan oleh pemerintah daerah dibutuhkan untuk mengatasi masalah pendidikan sesuai dengan konteks daerahnya.
Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Penjangkauan The SMERU Research Institute Athia Yumna mengatakan, pemerintah daerah tidak dapat bekerja sendiri. Upaya menghadirkan inovasi pendidikan yang relevan untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya yang menaruh perhatian pada bidang pendidikan.
The SMERU Research Institute (SMERU) dan Tanoto Foundation, lanjut Athia, menyelenggarakan FKP seri tiga untuk mendiskusikan pelaksanaan inovasi pendidikan di daerah, serta peran lembaga nonprofit dan filantropi independen dalam membantu pemerintah mengatasi tantangan pendidikan. Selain itu, SMERU melalui Program RISE di Indonesia melakukan penelitian dengan bekerja sama dengan sejumlah pemerintah daerah.
”SMERU berkomitmen mendukung terwujudnya pendidikan berkualitas di seluruh Indonesia. Melalui Program RISE di Indonesia, SMERU berkolaborasi dengan beberapa pemerintah daerah guna menemukan akar masalah pendidikan di daerah-daerah tersebut, serta mencari solusi yang paling tepat untuk daerah-daerah tersebut berdasarkan temuan studi-studi RISE,” ujar Athia.
Delbert mengutarakan, inovasi pendidikan di daerah dapat berjalan, bergantung juga pada kapasitas birokrasi yang memahami pendidikan di lapangan dan kapasitas anggaran pendidikan di APBD. Adanya inovasi tunjangan guru bisa berlangsung di daerah dengan serikat guru kuat. Sementara kebijakan bantuan siswa yang memengaruhi pengeluaran rumah tangga terhadap pendidikan berlangsung di daerah dengan kepala sekolah dan guru berperan besar di pendidikan.
Praktik baik inovasi daerah
Salah satu praktik baik inovasi pendidikan di daerah, yakni Provinsi DKI Jakarta. Guna meningkatkan mutu guru di wilayahnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan SMERU merancang sistem pengembangan profesionalisme guru berbasis kebutuhan.
Peneliti SMERU Research Institute Sirojuddin Arif, yang terlibat kajian untuk merancang sistem Jakarta Pelatihan (Jaklat), mengutarakan, sistem pengembangan guru yang baru berkontribusi positif meningkatkan budaya belajar di kalangan guru. ”Refleksi diri yang dilakukan guru berdampak signifikan pada pemahaman atau kesadaran guru tentang kekuatan dan kelemahan mereka,” ujarnya.
Inovasi tersebut memberi akses sama bagi guru di DKI Jakarta untuk mengembangkan profesionalisme guru bermutu dengan materi sesuai dengan kebutuhan guru. Selain itu, penguatan kepala sekolah sebagai fasilitator dinilai penting untuk memotivasi guru terus mengembangkan diri sehingga memiliki motivasi belajar makin kuat dan keterampilan mengembangkan pengajaran dan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Sementara itu, perwakilan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Asriyanto, mengatakan, DKI Jakarta memiliki sekitar 1,6 juta siswa dan 94.000 guru. ”Kolaborasi untuk Jaklat dengan organisasi atau sektor swasta kami buka seluas-luasnya, terutama dalam memberikan pelatihan yang dibutuhkan oleh guru-guru kami,” ujarnya.
Refleksi diri yang dilakukan guru berdampak signifikan pada pemahaman atau kesadaran guru tentang kekuatan dan kelemahan mereka.
Di Provinsi Jambi, Tanoto Foundation sejak tahun 2018 bermitra dengan sejumlah dinas pendidikan kabupaten dan kota dalam menerapkan Program Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran (PINTAR). Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Muaro Jambi Firdaus menjelaskan, dukungan untuk berinovasi salah satunya penyebaran praktik baik yang terjadi di sekolah maupun dinas pendidikan dan kebudayaan melalui media sosial dan komunitas belajar.
”Tantangan terbesar yang kami hadapi ialah mengajak para guru dan kepala sekolah untuk berubah dan meningkatkan kapasitas diri. Ini sangat susah, apalagi untuk mereka yang merasa di posisi zona nyaman dan mengajar sebagai rutinitas atau sebatas kewajiban. Karena itu, kami perlu dukungan untuk berinovasi meningkatkan kualitas pendidikan,” ucap Firdaus,
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation M Ari Widowati memaparkan, melalui Program PINTAR, Tanoto Foundation membantu guru dan calon guru menghasilkan siswa berdaya saing tinggi, bernalar kritis, dan inovatif.
”Kami berkomitmen menjadi pendorong perubahan untuk terciptanya pendidikan berkualitas, yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kami juga berkomitmen untuk mendukung pemerintah daerah guna terciptanya praktik-praktik baik pembelajaran yang akan menjadi model bagi sekolah dan kabupaten atau kota lain,” kata Ari.