Tumbuhan Pakan Orangutan Berpotensi Menjadi Tanaman Obat
Lebih dari 50 persen jenis tumbuhan pakan orangutan yang diuji di hutan alam Wehea-Kelay terbukti bisa mengobati berbagai jenis penyakit, seperti luka, infeksi, radang, dan membantu terapi sejumlah penyakit.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim peneliti menemukan jenis tumbuhan yang menjadi pakan orangutan bisa digunakan sebagai bahan baku obat. Jenis tanaman yang diteliti telah menjadi obat alami orangutan dan dimanfaatkan sejumlah kelompok masyarakat.
Hal tersebut terungkap dalam riset yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bekerja sama dengan Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian itu dipusatkan di hutan alam Wehea-Kelay, Berau, Kaltim, November 2021-Mei 2023.
Dalam pengujian, tim peneliti bekerja sama dengan ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional serta perguruan tinggi luar negeri.
”Warga setempat mengamati kehidupan orangutan, termasuk cara menyembuhkan penyakit. Mereka memakai jenis pakan sebagai obat,” kata Manajer Kemitraan Program Terestrial YKAN Edy Sudiyono, saat peluncuran laporan kajian ”Potensi Nutrisi dan Medisinal dari Tumbuhan Pakan Orangutan”, di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Peneliti memaparkan, di dalam hutan alam seluas 532.000 hektar tersebut terdapat 813 jenis tanaman, 227 jenis di antaranya merupakan pakan orangutan. Mereka memilih sejumlah sampel tanaman dengan sejumlah kriteria yang ditetapkan.
Peneliti sekaligus akademisi Universitas Mulawarman, Irawan Wijaya Kusuma, menyebutkan, riset dilakukan terhadap 59 jenis tumbuhan pakan orangutan. Jenis tumbuhan yang dipilih mudah tumbuh dan bukan tumbuhan yang dilindungi.
Lebih dari 50 persen jenis tumbuhan yang dikaji terbukti mengobati beragam penyakit, seperti luka, infeksi, dan membantu terapi sejumlah penyakit. ”Jenis tumbuhan yang dikembangkan harus sesuai kriteria, keberlanjutan alam dan manusia. Ketika ada yang bagus tapi tak masuk kriteria itu maka tak akan dikejar (dimanfaatkan),” ujar Irawan.
Salah satu jenis tumbuhan yang dikaji yakni Macaranga conifera, pohon kecil yang tumbuh liar dan menginvasi tanaman lain. Tumbuhan yang kerap dianggap sebagai hama ini bisa mencapai ketinggian 15 meter pada umur tanam 7-8 tahun. Dengan populasi besar, tanaman itu dibiarkan mati sia-sia saat mencapai umur maksimal.
Saat meneliti, Irawan menyaksikan, sejumlah warga di kawasan Wehea-Kelay menggunakan tanaman ini sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit. ”Di China, tumbuhan ini dibudidayakan sebagai bahan baku minuman kesehatan,” ucapnya.
Dalam pengujian, tanaman ini memiliki kandungan antioksidan tinggi sehingga berpotensi membantu terapi penyakit degeneratif, seperti kanker dan diabetes.
Setelah pengujian di laboratorium di Universitas Gifu, Jepang, ditemukan ekstrak daun Macaranga conifera terbukti bisa membunuh sel kanker. Dalam pengujian di lima jenis sel kanker, berkontribusi membunuh sel 40-70 persen.
Jenis tumbuhan yang dikembangkan harus sesuai kriteria, keberlanjutan untuk alam, dan keberlanjutan untuk manusia. Ketika ada yang sangat bagus, tetapi jika tidak masuk dalam kriteria tersebut, tidak akan dikejar (dimanfaatkan).
”Bahkan, pada pengujian tersebut, ekstrak Macaranga conifera mengungguli senyawa antikanker komersial,lebih ampuh pada 3 dari 5 sel kanker yang diuji,” katanya.
Selain itu, ekstrak daun Macaranga conifera juga bermanfaat sebagai antidiabetes. Dalam pengujian di laboratorium Jepang itu juga membuktikan, senyawa Macaranga conifera menghambat aktivitas enzim alfa amilase yang berperan memecah karbohidrat kompleks menjadi glukosa.
Pemetaan jenis tanaman
”Setelah riset ini dan membuktikan manfaatnya, kami akan memetakan jenis tanaman lain sehingga ini bisa diproduksi secara massal sebagai bahan baku industri farmasi dalam negeri,” ucap Irawan.
Menurut ahli farmakologi molekular Universitas Atma Jaya Jakarta, Raymond R Tjandrawinata, sudah seharusnya industri farmasi dalam negeri memanfaatkan bahan baku dari sumber daya hutan Indonesia. Sebagai negara dengan keragaman hayati tinggi, bahan baku di hutan menjadi modal besar bagi industri farmasi.
Selama ini tanaman alam Indonesia hanya digunakan sebagai obat herbal tradisional sehingga tak direkomendasikan dalam tindakan medis. ”Banyak tanaman herbal yang seharusnya diuji klinis sehingga jadi obat herbal terstandar. Jika hal ini didukung pemerintah, banyak potensi tanaman bisa jadi bahan baku obat,” tuturnya.