Guru Perlu Didorong Kian Otonom dalam Memberikan Pembelajaran
Becermin dari situasi pembelajaran saat pandemi Covid-19, ke depan para guru perlu terus didorong semakin otonom dalam memberikan pembelajaran. Bahkan, kemungkinan berbeda dari kurikulum.
SURABAYA, KOMPAS – Guru-guru di sekolah perlu terus didorong semakin otonom dalam memberikan pembelajaran. Tenaga pendidik diberi ruang seluas-luasnya untuk melakukan proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat sehingga tidak melulu berpedoman pada kurikulum.
Demikian benang merah pada bedah buku Kisah Transpormasi Pembelajaran di Daerah, karya 55 pemangku kepentingan sektor pendidikan di daerah mitra Inovasi di Indonesia yang digelar di Surabaya, Selasa (20/6/2023).
Buku tersebut merupakan kompilasi 55 naskah praktik, baik dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, maupun Kalimantan Utara. Di dalamnya menceritakan tentang transformasi pembelajaran yang terjadi di masa pandemi. Naskah praktik baik ini ditulis oleh para pengambil kebijakan, kepala sekolah, pengawas, guru, dan komunitas masyarakat.
Pengalaman penulis tentang upaya daerah untuk menyelenggarakan pembelajaran di masa pandemi tertuang di situ, termasuk upaya melakukan learning recovery. Karakteristik kurikulum merdeka sudah ada di situ.
Kegiatan Lokakarya Praktik Baik Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) tersebut juga ajang berbagi cerita dan pengalaman dari masa pandemi Covid-19 oleh guru-guru dan kepala sekolah dari Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur. Lokakarya diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi).
Baca Juga: Drama Pembelajaran Tatap Muka di Kota Kupang
Dalam acara itu terungkap bahwa pandemi justru mempercepat proses transformasi pembelajaran di Indonesia. Pengalaman pembelajaran di masa tersebut memberikan manfaat kepada guru ketika mereka mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada tahun akademik 2022/2023.
Dari 55 karya guru di buku itu, menurut Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama Jatim Santoso, menunjukkan bahwa guru-guru menjadi terbiasa menyederhanakan kurikulum, melaksanakan asesmen diagnostik, dan menyelenggarakan pembelajaran terdiferensiasi. ”Ketiga komponen ini merupakan karakteristik utama Kurikulum Merdeka,” katanya.
Pola pembelajaran seperti yang dipaparkan dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah lama dijalankan oleh madrasah. ”Kurikulum yang dilaksanakan di madrasah bertujuan menyiapkan anak didik agar mampu beradaptasi di tengah masyarakat setelah lulus nanti,” ujarnya.
Pendidikan madrasah juga memperkuat penanaman karakter keagamaan untuk mencetak generasi yang Islami dan berakhlak mulia atau akhlakul karimah. Siswa didik diharapkan menjadi sosok yang aktif menjaga keutuhan dan kemuliaan negara dan bangsa Indonesia.
Asesmen diagnostik membantu saya untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa.
Oleh karena itu, pendidik meski membekali mereka dengan sejumlah pengetahuan, yakni nilai ilahiah dan nilai insaniah. Tujuan yang sama seperti terkandung dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), salah satu hal yang ditekankan dalam Kurikulum Merdeka.
Lokakarya yang berlangsung selama dua hari ini diikuti ratusan peserta yang terdiri dari pengawas madrasah, guru madrasah, SD negeri, dan SD swasta dari se-Jawa Timur. Narasumber kegiatan adalah guru, kepala sekolah, dan guru pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Kelompok Kerja Madrasah (KKM) yang menulis pengalamannya di Buku Kisah Transpormasi Pembelajaran di Daerah.
Mengubah metode
Guru yang berbagi praktik baik ini di antaranya adalah Puji Lestari, guru SD Negeri Terpadu Utama 2 Tana Tidung, Kalimantan Utara. Pandemi Covid-19 memberi banyak pengalaman berharga terutama berkenaan dengan pengubahan metode pembelajaran di kelas.
Pandemi mendorong Puji menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum dalam pembelajaran. ”Asesmen diagnostik membantu saya untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa,” ujarnya.
Baca Juga: Guru Diajak Belajar Mandiri Melaksanakan Kurikulum Merdeka
Pembelajaran terdiferensiasi membantu Puji meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, penyampaian materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, mampu mempermudah mereka memahami dan menguasai materi belajar.
”Ketika Kurikulum Merdeka hadir, saya merasa sudah siap dan lebih percaya diri. Sebab, terbiasa menggunakan tiga karakteristik Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran waktu pandemi,” tuturnya.
Penggunaan karakteristik Kurikulum Merdeka terbukti efektif meningkatkan kemampuan membaca siswanya. Pada tahun akademik 2022/2023, Puji berhasil membantu 67 persen siswanya mencapai tingkat pemahaman membaca dalam waktu tujuh bulan.
”Tercatat, dari 23 siswa pada Juli 2022, hanya ada tiga orang yang mencapai level pemahaman membaca. Tujuh bulan kemudian, bertambah menjadi 14 siswa yang sudah mencapai level tersebut,” ujarnya.
Pengalaman yang sama, juga disampaikan Rukmini, Kepala MTs Az-Zainuddin, yang ada di Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, dia menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Yasim Roka.
MIS Yasim Roka letaknya jauh dari pusat kota kabupaten dan juga dari kediaman ibu Rukmini. Untuk mencapai madrasah ini, dia mesti bersepeda motor kira-kira satu jam lamanya dengan melalui jalanan sempit dan kawasan yang jarang penduduk.
Semasa mengajar di MIS, ada banyak kegusaran yang dirasakan oleh Rukmini. Siswa-siswa di madrasahnya banyak yang mengalami hambatan dalam hal literasi dasar. Mereka belum bisa membaca dengan baik meski sudah duduk di kelas tinggi. Bahkan, dia kerap menemui siswa yang sudah di kelas VI, tetapi hanya bisa sebatas mengeja suku kata.
Rukmini memperoleh pembekalan untuk peningkatan keterampilan literasi dasar melalui program GEMAR Literasi pada 2020. Selanjutnya, dia melakukan pendekatan pembelajaran literasi yang disesuaikan dengan level kemampuan siswa di MIS Yasim Roka.
Siswa-siswa diidentifikasi tingkat kemampuan literasinya melalui asesmen diagnostik, lalu dikelompokkan berdasarkan level kemampuannya. Pembelajaran dilakukan berdasarkan level masing-masing kelompok siswa.
Baca Juga: Presiden: Ciptakan Metode Pembelajaran Baru untuk Penuhi Kebutuhan Era Digital
Dia mengawal agar pendekatan ini benar-benar dijalankan. Hasilnya kemudian terlihat dalam waktu yang tidak begitu lama. Rata-rata dalam 4 minggu, pendekatan ini telah mampu meningkatkan keterampilan literasi siswanya.
Melalui sosial medianya, Rukmini kemudian menyebarluaskan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dengan pencapaian yang telah terjadi di sekolahnya. Cerita baik yang dia bagikan itu kemudian menarik perhatian madrasah-madrasah lain untuk mendapatkan pembekalan yang serupa.
Rukmini kemudian mendapat banyak permintaan untuk memberikan pelatihan bagi guru di berbagai madrasah di Kabupaten Bima.
Hingga saat ini, dengan dukungan berbagai pihak, sudah 63 madrasah dari 7 kecamatan di Kabupaten Bima yang mengenal dan mendapatkan pembekalan terkait pembelajaran berdiferensiasi. Semua kegiatan pembekalan itu dibiayai oleh dana swadaya dari madrasah.
Selain Puji dan Rukmini, ada pula Siti Saudah, Kepala SD Inpres Langira, Sumba Timur (NTT), Umi Salamah, Kepala MI Ma’arif Ketegan, Sidoarjo, dan Bustanul Arifin, Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Pasuruan, yang berbagi pengalaman.
Acara ini dilakukan seiring dengan keputusan Kemenag yang siap mendukung kebijakan penerapan Kurikulum Merdeka untuk memperlancar proses pemulihan pembelajaran (learning recovery).
Berdasarkan studi yang dilakukan Inovasi, program kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia, menunjukkan bahwa asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum berkontribusi dalam proses pemulihan pembelajaran di bidang literasi dan numerasi.
Ditemukan pula indikasi pemulihan hasil belajar literasi dan numerasi setara dengan dua bulan pembelajaran. Studi ini melibatkan 4.103 siswa, 360 guru di 69 sekolah dari 7 kabupaten di 4 provinsi mitra Program Inovasi di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Para peserta juga dilatih bagaimana mendokumentasikan, memublikasikan, dan menyebarluaskan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka. Diharapkan mereka nanti bisa menulis ataupun merekam kegiatan di tempatnya bertugas dan menyebarkan informasi bermanfaat itu ke sekolah-sekolah lain melalui platform media digital.