Perubahan pola pikir anak muda berpengaruh besar bagi diri sendiri, bahkan keberlangsungan bangsa. Untuk mendorong perubahan pola pikir ini, peningkatan literasi terhadap anak muda diperlukan.
Oleh
RIANA A IBRAHIM, SEKAR GANDHAWANGI, MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan pola pikir anak muda berpengaruh besar bagi diri sendiri, bahkan keberlangsungan bangsa. Untuk mendorong perubahan pola pikir ini, peningkatan literasi terhadap anak muda diperlukan agar dapat memperdalam pemahaman terhadap berbagai hal di tengah bertebarannya aneka informasi yang belum pasti kebenarannya dan berpotensi memecah belah.
Hal ini mengemuka dari Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, dan politisi muda sekaligus Founder Teman Sandar Tsamara Amany dalam bincang ”Back to BDM: Anak Muda Peduli Politik, Mau Apa?”. Bincang ini merupakan salah satu agenda di perhelatan hari kedua Kompasfest 2023: Creation di Dome Area, Senayan Park, Jakarta, Minggu (18/6/2023).
Dalam kesempatan ini, Budiman juga meluncurkan buku barunya berjudul Mimpi Tentang Indonesia. Buku ini merupakan hasil wawancaranya dengan 21 tokoh yang sebelumnya sudah ditayangkan melalu program siniar Back to BDM.
”Yang harus kita selamatkan adalah pola pikir. Pola pikir negatif ini perlu diatasi. Jangan dikit-dikit julid. Semua dipertengkarkan. Beda capres berantem, beda agama berantem, beda klub bola berantem. Jadi golongan yang melihat perbedaan itu rahmat. Jadi penyiram air bukan penyiram bensin saat ada pertengkaran di handphone kalian tuh,” tutur Ridwan kepada peserta Kompasfest Creation 2023 yang merupakan anak muda.
Tsamara pun menambahkan, dominasi pola pikir negatif ini memudahkan anak muda gampang termakan polarisasi. Energi anak muda pun lekas habis karena sibuk berkonflik dampak dari polarisasi. Hal ini membuat anak muda kehilangan fokus pada isu yang lebih fundamental bagi keberlangsungan hidup diri hingga bangsa.
Namun, diakuinya, tak mudah mengubah pola pikir ini. ”Masing-masing memiliki masalah pribadi yang menjadi fokusnya dan tidak semua orang punya privilese untuk berangan-angan, menentukan mimpi, sampai mengubah pola pikir. Tetapi tetap bisa dimulai dari diri sendiri karena semua persoalan yang pribadi seperti pekerjaan dan lain-lain itu berkaitan dengan politik dan butuh pendalaman pola pikir,” ungkap Tsamara.
Fahri pun menegaskan, pola pikir ini dapat diasah dengan memperdalam pemahaman dengan meningkatkan literasi. ”Membaca, menulis, riset itu masih belum menjadi kebiasaan di sini, termasuk anak muda. Terbiasa menyukai yang dangkal dari media sosial, tapi lupa memperdalam. Padahal penting menggali suatu yang dalam dari membaca, menulis, riset,” ujar Fahri.
Mengacu pada data UNESCO, Indonesia menduduki urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Minat baca masyarakat Indonesia tercatat hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Sementara, Indonesia ada di peringkat lima besar kepemilikan gawai. Bahkan, dalam riset lain disebut Indonesia menjadi warganet paling aktif di media sosial.
”Tantangannya pada pemimpin juga untuk bisa memfasilitasi peningkatan literasi agar berkomitmen untuk membangun dan membiasakan dengan suatu yang dalam. Sebab, bangsa ini butuh membuat mimpi baru yang bisa bersumber dari anak muda. Jadi, stop jadi bangsa yang dangkal,” tuturnya.
Di sesi yang berbeda, peneliti Litbang Kompas, Eren Marsyukrilla, menjelaskan bahwa anak muda adalah pasar politik terbesar di Indonesia. Dengan jumlah yang besar, anak muda diharapkan terlibat aktif dalam politik. Namun, hanya sedikit anak muda yang mau jadi pengurus partai politik ataupun maju sebagai politisi.
Saat ditanya kenapa enggan terjun ke politik, salah satu peserta menjawab, ”Sudah sering dikecewakan.” Jawaban ini disambut tawa dan tepuk tangan dari audiens. Adapun peserta lain menjawab, ”Karena tidak punya bekingan.”
Eren mengatakan, salah satu kendala anak muda untuk terjun ke politik adalah keterbatasan sumber daya, baik finansial, koneksi, maupun dukungan politik. Walau demikian, anak muda didorong agar tetap aktif terlibat dalam politik, antara lain dengan menjadi individu yang sadar akan hak politiknya, kritis dan tak enggan menyuarakan keresahannya, serta bijak memiliih calon pemimpin.
Keberanian
Bagi sejumlah tokoh, perubahan pola pikir tak hanya berdampak signifikan bagi diri sendiri, tetapi juga masyarakat luas. Misalnya, Ferry Irwandi, seorang Youtuber, yang mengajak generasi muda untuk menjadi pendongeng atau storyteller sebagai salah satu pilihan berkarya bagi generasi muda. Sebelum menjadi Youtuber, dia menjalani karier sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Keuangan selama sepuluh tahun.
Perubahan karier itu menuntut transformasi pola pikir pula. Awalnya, dia menemukan stigma untuk menjadi Youtuber, suaranya mesti nge-bas dan memakai baju berwarna cerah. Namun, kedua aspek itu bukan dirinya. Dia pun memutuskan untuk tetap menjadi dirinya, yakni dengan suaranya yang khas dan mengenakan pakaian berwarna gelap. Namun, dia memperkaya kosakatanya untuk menarik perhatian. Transformasi perspektif itu ternyata berdampak kepada orang lain.
”Beberapa hari lalu, saya menonton konten video Youtube yang berdurasi 40 menit tentang gim Tekken. Saya mengapresiasi kontennya di kolom komentar. Ternyata, dia membalas ’Terima kasih karena konten Mas Ferry tentang menjadi storyteller bisa membuat saya memproduksi video ini’,” tuturnya dalam salah satu sesi Kompasfest 2023: Creation.
Tak hanya Ferry, Founder Waste Hub Ranitya Nurlita yang tampil di atas panggung Kompasfest dengan aksesori gumpalan beragam keresek warna-warni turut mengubah pola pikir lewat kesempatan belajar di luar negeri. Karena belajar tentang pengelolaan dan pengolahan sampah di Amerika Serikat, Jepang, dan Spanyol, dia melihat adanya perbedaan mendasar pola perilaku dengan Indonesia. Di ketiga negara itu umumnya sampah dipilah dan dipisahkan terlebih dahulu. Di sisi lain, sampah rumah tangga di Indonesia disatukan dan tidak dipisah.
Oleh sebab itu, dia berinisiatif mengubah prinsip ekonomi linear menjadi sirkular di Indonesia. Prinsip ekonomi linear berarti barang yang diproduksi dan dikonsumsi berakhir di tempat sampah sedangkan ekonomi sirkular membuka peluang barang itu didaur atau digunakan ulang. Secara garis besar, dia ingin membangun pola pikir ramah lingkungan mulai dari memilah sampah. ”Semakin banyak anak muda yang menekuni soal sampah, saya yakin makin banyak solusi yang bisa dijalankan,” ujarnya.
Selain sesi bincang-bincang, area Community Lounge acara ini dipadati ratusan orang peserta kompetisi cosplay sejak siang hingga petang. Ada berbagai jenis kostum, mulai dari tokoh anime Jepang, hingga tokoh-tokoh khas Indonesia seperti Soekarno, Sri Kandi, Gatot Kaca, hingga Nyi Roro Kidul. Para peserta tidak hanya pamer kostum, tetapi juga berjalan di catwalk sambil berpose ala tokoh yang mereka tiru.
Berdasarkan pantauan, deretan kursi hadirin di dalam area Dome, Senayan Park, tampak hampir penuh pada sesi sore. Ketika beralih ke pertunjukan musik, kursi-kursi dikeluarkan dan hampir tigaperempat area dipenuhi penonton yang berdiri. Kapasitas area Dome yang berbentuk setengah bola sekitar 700 orang berdiri. Secara keseluruhan, kepadatan Kompasfest 2023: Creation pada hari kedua berkisar 2.000 orang.