Pegawai Honorer Terus Berjuang untuk Jadi ASN PPPK
Peluang seleksi ASN PPPK tetap menyisakan persoalan karena masih banyak pegawai honorer yang ikut seleksi tetapi tidak lulus, sementara masih banyak formasi yang kosong.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengangkatan aparatur sipil negara dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK memberi peluang bagi tenaga honorer di berbagai lembaga pemerintah untuk memiliki status kepegawaian yang jelas. Namun, masih banyak tenaga honorer, baik fungsional maupun teknis, yang masih berjuang untuk menjadi ASN PPPK karena tidak lulus nilai ambang batas saat mengikuti seleksi.
Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI) berkomitmen terus mengawal dan mendukung langkah yang akan dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait fenomena gugur massal pada seleksi PPPK teknis tahun 2022. Hal ini disampaikan Ketua PTTI Mochamad Ginanjar Riana, Jumat (16/6/2023).
PTTI saat ini beranggotakan lebih dari 5.000 tenaga teknis honorer dari kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang pernah ikut seleksi tenaga teknis PPPK tahun 2022. Namun, mereka tidak lulus nilai ambang batas atau passing grade (PG).
Ginanjar mengatakan, PTTI terus melakukan kajian terkait langkah konkret dalam mengawal rencana reformulasi yang disiapkan pemerintah. Pekan lalu, perwakilan PTTI bertemu langsung dengan Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas dan Pelaksana Tugas Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam agenda rapat dengar pendapat Komisi II DPR.
Menurut Ginanjar, meskipun Menpan dan RB mengeluarkan pernyataan bahwa nilai hasil seleksi ASN PPPK teknis 2022 sedang dikaji dan akan dikeluarkan kebijakannya, PTTI akan terus mengawal rencana kebijakan itu di segala lini sehingga kebijakan reformulasi bisa segera dikeluarkan dan berkeadilan untuk semua.
”Hasil pertemuan dan pernyataan dari Menpan dan RB menjadi bahan kami untuk terus mengawal rencana kebijakan ini, baik ke legislatif maupun instansi pembina, agar terbuka oleh publik,” kata Ginanjar.
PTTI berharap pemerintah tetap berkomitmen menyelesaikan reformulasi dan mengeluarkan kebijakan reformulasi rekrutmen ASN PPPK teknis 2022 yang kemudian dilanjutkan dengan penyempurnaan penyelesaian permasalahan tenaga honorer di Indonesia. PTTI berharap adanya kebijakan sistem perankingan dan penurunan PG di kisaran 15-20 persen.
”Kami meminta agar reformulasi yang dikeluarkan pemerintah dapat merangkul semua pihak sehingga tidak ada formasi kosong yang dapat mengganggu aktivitas layanan pemerintah di setiap daerah,” kata Wakil Koordinator PTTI Muhammad Lutfi.
Dari data terbaru yang dihimpun PTTI, untuk kementerian dan lembaga hanya 31,76 persen dari formasi yang dinyatakan lulus. Adapun di tingkat provinsi mencapai 39,45 persen.
”Banyak formasi yang kosong, baik yang dari swasta maupun pemerintah, padahal sudah berpengalaman. Pemerintah sudah membuka formasi, masak tiap tahun tidak bisa terpenuhi karena cara seleksi yang tidak adil bagi peserta,” kata Sekretaris Jenderal PTTI Fikri Ardiyansyah.
Tetap rekrut ASN
Sebelumnya, Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah tengah mempersiapkan rencana penerimaan lebih dari 1 juta calon ASN baru untuk tahun 2023. Sekitar 80 persen kuota akan dialokasikan untuk formasi PPPK, sedangkan untuk formasi pegawai negeri sipil hanya 20 persen. Kuota tersebut ditetapkan berdasarkan usulan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
”Ada komplain dari anak yang baru lulus bahwa mereka juga ingin mengabdi kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu, kami siapkan formasi dan masih akan terus dikaji terkait dengan talenta digital. Sebab, kalau digitalisasi berjalan di daerah, mestinya tenaga teknisi tidak perlu direkrut terus,” tutur Azwar.
Secara terpisah, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan dan RB Alex Denni mengatakan, rekrutmen tenaga kesehatan dan guru tetap diprioritaskan dan dibuka guna memenuhi kebutuhan pelayanan dasar. Adapun untuk tenaga teknis ada kebijakan nol pertumbuhan atau zero growth, menyesuaikan kebutuhan. Prioritas terutama untuk tenaga teknis di bidang digital.
”Dalam membereskan masalah tenaga honorer yang masih ada lewat seleksi PPPK, kami diingatkan supaya jangan sampai terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) massal, serta adanya jaminan kesejahteraan yang lebih baik,” kata Alex.