Perlu Gerakan Bersama Cegah Pencemaran dari Sampah Plastik
Persoalan timbulan sampah plastik yang besar tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak. Semua lapisan masyarakat perlu terlibat bersama secara aktif.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka timbulan sampah plastik di Indonesia tercatat sekitar 12,5 juta ton pada 2022. Selain upaya mengurangi, hal yang perlu diperhatikan ialah mencegah sampah plastik tidak mencemari lingkungan. Upaya ini dilakukan dengan kolaborasi yang melibatkan masyarakat, komunitas, pemerintah, dan industri.
Pakar lingkungan dan akademisi Universitas Indonesia, Firdaus Ali, berpandangan, tanggung jawab penanganan sampah plastik tidak diserahkan kepada satu pihak. Harus ada gerakan bersama untuk mengatasi sampah plastik yang telah melekat dalam berbagai aspek kehidupan.
”Yang kita lawan bukan melarang penggunaan plastik. Tetapi, yang perlu kita luruskan adalah mencegah plastik mencemari lingkungan,” kata Firdaus dalam webinar ”Kompas Talk” tentang penanganan sampah plastik, Kamis (15/6/2023).
Merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2022, total timbulan sampah di Indonesia sebanyak 69,2 juta ton. Dari angka tersebut, 18,12 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Berdasarkan sumbernya, penyumbang sampah terbesar masih didominasi rumah tangga dan perniagaan.
Firdaus mengungkapkan, jumlah sampah plastik yang besar mengkhawatirkan karena belum tertangani dengan baik dan justru mencemari lingkungan. Pada 2022, terdapat 39,4 persen sampah yang tidak terkelola. Sementara dari total sampah yang terkelola, 17,85 persen di antaranya disumbang dari upaya pengurangan sampah dan 42,75 persen dari usaha penanganan sampah.
Hasil penelitian Balai Riset dan Observasi Laut Denpasar Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017 memperlihatkan, sampah plastik mikro dan makro telah mencemari perairan di Selat Bali, Selat Makassar, Selat Rupat di Dumai, perairan Taman Nasional Taka Bonerate di Flores, Taman Nasional Bunaken, dan Taman Nasional Bali Barat (Kompas, 14/4/2021).
Yang kita lawan bukan melarang penggunaan plastik. Tetapi, yang perlu kita luruskan adalah mencegah plastik mencemari lingkungan.
Menurut Firdaus, selain regulasi dari pemerintah, pelibatan pihak industri dan masyarakat diharapkan bisa menangani timbulan sampah plastik dan mencapai misi Indonesia bebas sampah.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, dalam skenario pengelolaan sampah, Indonesia mencanangkan bebas sampai para 2040-2050. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstranas) menargetkan pada 2025 pengelolaan sampah mencapai 100 persen.
Novrizal memaparkan, Peraturan Menteri KLHK Nomor 75 Tahun 2019 mengatur kebijakan pengelolaan sampah yang simultan dari hulu dan hilir. Di hulu, ada juga aturan tanggung jawab produsen yang diperluas atau extended producer responsibility.
Kebijakan tersebut mewajibkan industri aktif yang kemungkinan menghasilkan sampah, seperti industri barang konsumen, manufaktur, pusat perbelanjaan, hotel, restoran untuk menarik kembali sampah kemasan yang dihasilkan.
”Sejumlah industri botol sudah membuat industri hilir, seperti di Pasuruan, Jombang, Cikarang, Purwakarta, dan lain sebagainya,” ujar Novrizal.
Kemudian, pemerintah terus mendorong pelibatan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan berbagai kampanye yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Masyarakat dilibatkan dalam pengurangan, pengelolaan, dan daur ulang sampah plastik.
”Sejumlah pemerintah daerah juga menerbitkan kebijakan larangan penggunaan tas plastik di tempat perbelanjaan serta pemberdayaan bank sampah dan pegolahan sampah,” kata Novrizal.
Bergerak bersama
Selain pemerintah, keterlibatan masyarakat dan industri juga terlihat dalam penanganan sampah. Sejak 2015, PT Freeport Indonesia menangani sampah plastik dengan menerbitkan aturan perusahaan. Vice President Environmental PT Freeport Indonesian Gesang Setyadi mengatakan, karyawan dan komunitas di kawasan perusahaan dilibatkan dalam penanganan sampah.
Salah satu upaya yang dilakukan ialah menekan pembelian konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) di perusahaan. Pada 2018, pembelian AMDK menyumbang 4,2 juta botol plastik, kemudian turun menjadi 1,9 juta (2019), dan 322.000 (2021).
”Tahun ini kembali turun lagi sehingga sejak 2019 telah berkurang hingga tiga juta kemasan yang dikurangi. Kalau botol minuman yang sudah dikurangi tersebut dijejer berdiri bisa sepanjang 300 kilometer,” ucap Gesang.
PT Freeport Indonesia juga memanfaatkan sampah plastik dari sisa penggunaan AMDK. Sampah plastik AMDK diolah menjadi eco paving block yang digunakan di fasilitas perusahaan. Sejak 2015, cacahan AMDK telah diolah mencapai 25.515 kilogram.
”Selain itu, ada pula limbah organik diolah menjadi kompos, limbah aluminium menjadi suvenir, drum bekas menjadi pot dan tempat sampah,” ujar Gesang.
Di sisi lain, kelompok peduli lingkungan tidak ketinggalan dengan mendirikan perusahaan rintisan di bidang pengelolaan sampah plastik. Salah satunya, Rebricks Indonesia. Pendiri Rebricks Indonesia, Ovy Sabrina, menjelaskan, pihaknya mengolah sampah tertolak, yakni jenis sampah plastik yang tidak diterima di pengolahan, seperti bank sampah.
”Ini menjadi perhatian kami karena banyak sampah plastik yang bisa diolah. Rebricks hadir dengan mengubah sampah plastik menjadi bahan bangunan, yakni paving block, batako, dan roster (beton ventilasi),” kata Ovy.
Berkat upaya tersebut, Rebricks Indonesia memberikan dampak pada lingkungan, ekonomi, hingga sosial. Sejak tahun 2021, Rebricks telah berhasil mengolah 10 ton sampah menjadi 21 ton produk. Secara ekonomis, pelatihan pada bank sampah meningkatkan pendapatan pada produk yang sebelumnya ditolak. Adapun secara sosial, Rebricks Indonesia berhasil menjangkau hingga 30.000 pengguna media sosial dalam kampanye pemanfaatan sampah plastik tertolak.
Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Tri Agung Kristanto menganggap penting gerakan bersama dalam penanganan sampah. Gerakan ini menjadi refleksi agar generasi sekarang tidak meninggalkan kesan sebagai generasi yang meninggalkan sampah untuk masa depan.