Dosen Terus Perjuangkan Profesi yang Sejahtera dan Prospektif
Para akademisi/ilmuwan Indonesia terus menyuarakan perlunya perbaikan mendasar tentang keberpihakan pemerintah pada profesi dosen. Harus ada paradigma yang benar untuk mendukung perguruan tinggi dan dosen Indonesia.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengaturan karier dosen di Indonesia bisa menurunkan motivasi para ilmuwan untuk berkiprah di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan aturan baru dinilai menghambat proses berkarier dan peningkatan kesejahteraan dosen. Kondisi ini mengakibatkan mimpi para akademisi berdaya saing internasional sulit dicapai, bahkan para ilmuwan potensial dikhawatirkan memilih menetap di luar negeri.
Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Herlambang Perdana Wiratraman, di Jakarta, Kamis (18/5/2023), mengatakan, ALMI membentuk tim untuk merumuskan pendapat hukum tentang Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang jabatan fungsional, yang salah satunya mengatur profesi dosen aparatur sipil negara (ASN).
Pemerintah didorong untuk melakukan perubahan yang mendasar tentang profesi dosen ke arah yang lebih baik. ”Kami berharap penyusunan pengaturan memberi ruang partisipasi bermakna, dengan melibatkan para dosen. Ketika banyak kritik tentang pengaturan jabatan fungsional dosen, ini jadi momentum memperbaiki kondisi dengan mendengarkan aspirasi dan lebih terbuka,” kata Herlambang.
Dalam webinar bertema ”Permenpan RB dan Dampaknya pada Dosen”, Selasa (16/5/2023), anggota ALMI yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi mengatakan, Permenpan RB terbaru tentang Jabatan Fungsional ASN, terutama terkait dosen, justru bermasalah.
Keinginan pemerintah mendorong agar ilmuwan dari perguruan tinggi di Indonesia suatu saat nanti bisa meraih Nobel hingga jargon internasionalisasi perguruan tinggi, akreditasi internasional, dan menulis di jurnal ilmiah bereputasi internasional tidak selaras dengan aturan dan infrastruktur yang dibuat. Padahal, penerbitan aturan bertujuan untuk mendukung akademisi bisa bersaing di dunia internasional.
”Para dosen terenyak dengan adanya Permenpan RB terbaru. Penghitungan angka kredit dosen selalu dikaitkan aturan negara. Cepat atau lambat, aturan ini juga menyasar dosen non-ASN,” kata Fachrizal.
Jika Permenpan RB Nomor 1/2023 disebut sebagai lex generalis sehingga hal terkait dosen diatur dengan Peraturan Mendikbudristek sebagai lex spesialis, itu tidak tepat. Jika dikatakan semacam omnibus law atau sapu jagat karena 239 jabatan fungsional dihapus, hal itu juga dinilai tidak tepat karena pengaturan dosen tidak mengacu pada Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi.
”Kekacauan ini terjadi karena ada kekeliruan dalam peraturan baru. Apalagi, dosen dengan peran dan fungsi berbeda dari ASN lain,” kata Fachrizal.
Para dosen juga menyoroti tentang karier dosen yang tidak boleh lagi ada loncat jabatan. Mencapai karier guru besar bisa sampai lebih dari 18 tahun. Padahal, di Permenpan RB lama, dosen bisa loncat jabatan dan mencapai guru besar setelah minimal 10 tahun menjadi dosen. Hal ini mengakibatkan profesor muda sulit dimiliki Indonesia sehingga tertinggal dari negara lain.
Dosen Fakultas Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo, mengutarakan, tren perguruan tinggi (PT) di dunia, yakni menyerahkan penilaian kinerja dan kenaikan pangkat dosen pada internal PT, bukan oleh pemerintah. Karena itu, perlu perubahan paradigma evaluasi kinerja dosen di PT agar PT bertanggung jawab dalam menjaga kualitasnya.
Proses bisnis akademisi berbeda dengan jabatan fungsional lain dalam birokrasi. Sistem penilaian harus mengakomodasi akumulasi angka kredit, lompat jabatan, sesuai dengan proses bisnis akademisi. ”Tidak kalah penting perbaikan remunerasi dosen karena saat ini jauh di bawah kementerian atau lembaga lain,” kata Rimawan.
Dosen Universitas Indonesia, Kanti Pertiwi, memaparkan, hasil survei pada 1.200 dosen menunjukkan, kepastian karier dan kesejahteraan dosen mengkhawatirkan. Sebanyak 43 persen dosen tetap memiliki pendapatan di bawah Rp 3 juta per bulan.
”Kesejahteraan dosen belum jadi perhatian serius pemerintah, tak seperti persoalan kinerja dan kualitas. Untuk kesejahteraan dosen saja sulit, ini ada kaitannya dengan rendahnya budaya riset karena hasil riset tak secara langsung berdampak pada kesejahteraan. Ini tak seperti kalau menjadi panitia yang dapat honor, konsultan, atau tenaga ahli. Lama-lama, dosen pun bisa menjadi sampingan,” kata Kanti.
Hal ini membuat para dosen merasa tidak puas dan diperlakukan tidak adil. Setelah Permenpan RB, kondisi kesejahteraan dosen makin tidak pasti. Ada indikasi karier dosen makin tidak pasti dan makin panjang jalan menjadi guru besar. ”Ada ketidakadilan menimpa dosen dari awal karir sampai mencapai puncak karier tertinggi. Kita akan mengalami brain drain, dosen-dosen keluar dari sektor pendidikan tinggi karena merasa tidak mendapat penghargaan,” kata Kanti.
Dosen muda
Secara terpisah, para dosen muda Indonesia yang sedang melanjutkan studi doktoral atau S-3 di Inggris menilai Peraturan Menpan RB Nomor 1 Tahun 2023 bakal berdampak pada karir dosen. Mereka khawatir aturan tersebut bakal menurunkan motivasi dosen dalam menuntut ilmu.
Dalam pertemuan dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di London, Inggris, pekan lalu, Ketua Doctrine UK Gatot Subroto menyampaikan, organisasi ini beranggotakan mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan program studi doktoral di Inggris. Sebanyak 70 persen anggota organisasi tersebut adalah para dosen di Indonesia.
Kesejahteraan dosen belum jadi perhatian serius pemerintah, tak seperti persoalan kinerja dan kualitas. Untuk kesejahteraan dosen saja sulit, ini ada kaitannya dengan rendahnya budaya riset karena hasil riset tak secara langsung berdampak pada kesejahteraan.
”Peraturan Menpan RB itu dapat menyebabkan demotivasi bagi para dosen sehingga berpotensi menimbulkan efek brain drain,” ujar Gatot. Brain drain adalah situasi di mana para ilmuwan memilih menetap di luar negeri, dibandingkan mengembangkan pengetahuan di negara mereka sendiri, sehingga sumber daya manusia unggul di dalam negeri berkurang.
Gatot menyebutkan, aturan tersebut memberikan pengakuan berbeda terhadap angka kredit kumulatif ijazah S-3. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya. ”Proses promosi jabatan fungsional dosen pada Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 bakal menjadi lebih sulit,” tuturnya.
Sementara Sekretaris Umum Doctrine UK Yorga Permana menilai kenaikan jabatan dosen bakal lebih lama. ”Proses kenaikan jenjang jabatan dosen yang sebelumnya dapat dilaksanakan setiap dua tahun sekali, menjadi delapan tahun,” ucap Yorga, yang merupakan dosen di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung tersebut.
Doctrine UK juga menyoroti Pasal 39 Ayat 2 Permenpan RB No 1 Tahun 2023 yang berpotensi menghambat dosen untuk jadi profesor. ”Seorang dosen tak dapat dipromosikan menjadi guru besar apabila masih ada guru besar lain pada bidang ilmu yang sama. Hal ini memberi disinsentif bagi putra-putri terbaik Indonesia untuk memilih karier sebagai akademisi,” urai Yorga.
Selain itu, mereka juga mengkritik penilaian kinerja pejabat fungsional pada Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 yang memasukkan unsur penilaian ekspektasi pimpinan. Unsur ini dapat mengarah pada bias penilaian yang lebih mengandalkan hubungan personal dibandingkan profesionalisme dan keahlian. ”Tentu hal ini berisiko menumbuhkan nepotisme dalam promosi dosen,” ucap Yorga.
Terkait hal itu, Nadiem diharapkan merumuskan aturan teknis Permenpan RB yang memprioritaskan prinsip kenaikan jabatan berbasis meritokrasi, tanpa pembatasan angka kredit maksimal per jenjang karier. Dalam pertemuan itu, Doctrine UK menyerahkan surat berisi masukan ringkas pengembangan karier dosen kepada Nadiem. ”Doctrine UK siap berdialog dan menyampaikan kajian pengelolaan dosen sesuai praktik baik universitas di Inggris Raya,” ucap Gatot.
Nadiem menyatakan, Kemendikbudristek dan Kementerian PAN dan RB masih menggodok aturan teknis Permenpan RB Nomor 1/2023. Pihaknya akan menampung aspirasi para akademisi. ”Kami terus bekerja keras, dan memastikan bahwa peraturan jabatan fungsional akan berdampak pada transformasi pendidikan di Indonesia,” ujar Nadiem, yang didampingi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam.