Masyarakat Harus Melaporkan jika Tahu Ada Adopsi Ilegal
Masyarakat diimbau agar segera melaporkan ke polisi dan lembaga perlindungan anak jika mengetahui ada adopsi ilegal. Hal itu merupakan upaya untuk melindungi anak-anak dari praktik perdagangan manusia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI, SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengimbau kepada masyarakat agar segera melapor ke kepolisian dan lembaga perlindungan anak jika mengetahui adanya kasus adopsi ilegal. Perlindungan anak mesti dilakukan sejak masih dalam kandungan.
Sebagaimana diberitakan Kompas, Senin (15/5/2023), pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan dan keselamatan bayi-bayi yang diadopsi.
”Sebelum hal itu (adposi ilegal) terjadi, harus ada pencegahan. Sejak dari kandungan, bayi harus dilindungi. Pesan penting buat masyarakat bahwa yang dimaksud anak bukan hanya anak yang sudah dilahirkan, melainkan juga yang masih dalam kandungan,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar, di Jakarta, Minggu (14/5/2023).
Kasus-kasus adopsi anak terjadi dalam berbagai latar belakang. Karena itu, masyarakat harus proaktif dan ikut mencegah praktik aborsi ilegal ketika mendapati ada anak yang lahir dengan latar belakang masalah seperti kemiskinan, kelahiran yang tidak dikehendaki, ataupun karena unsur lain.
Sebelum hal itu (adposi ilegal) terjadi, harus ada pencegahan. Sejak dari kandungan bayi harus dilindungi.
Praktik adopsi anak ilegal bertentangan dengan prinsip perlindungan anak, apalagi jika sampai modusnya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). ”Dalam UU TPPO sudah ditegaskan, modus perdagangan orang salah satunya melalui pengangkatan anak,” tegas Nahar.
Karena itu, masyarakat, terutama pasangan suami istri, diimbau agar tidak mudah melepaskan anak-anaknya, ketika mengalami kesulitan dalam pengasuhan. Setiap anak berhak diasuh orangtunya.
”Problemnya, banyak anak dilepas orangtua karena alasan kemiskinan, ketidaktahuan, dan terjerat jaringan perdagangan orang. Faktor-faktor ini harusnya dicegah karena bisa saja terjadi pada siapa pun,” tuturnya. Sebagai contoh, anak dari keluarga yang mampu secara ekonomi bisa terjerat praktik itu jika terjadi kehamilan tidak diinginkan.
Celah adopsi ilegal
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menegaskan, adopsi ilegal adalah tindakan kriminal karena menyalahi Undang-Undang Perlindungan Anak. Adopsi ilegal juga menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, serta PP Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.
”Kami meminta kepolisian untuk menindaklanjuti informasi yang disampaikan Kompas,” kata Jasra, Minggu. Pihaknya sudah membahas untuk melihat temuan-temuan ini lebih jauh. Dari sisi tindak pidana dan kebijakan dilihat apa ada celah terjadi adopsi ilegal.
Selain melawan hukum, adopsi ilegal dapat menghilangkan hak anak untuk hidup aman dan sejahtera. Jasra mengatakan, adopsi ilegal membuka peluang berbagai kejahatan pada anak seperti kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang.
Menurut data KPAI pada 2021, ada enam kasus ketika anak menjadi korban pemindahan secara ilegal dalam keluarga. Pada periode sama, ada dua kasus anak korban pemindahan ilegal dalam keluarga antarnegara. Sementara pada Januari-Maret 2023, ada tujuh anak korban pengangkatan secara ilegal dan satu anak korban pemindahan ilegal dalam keluarga.
”Negara perlu bertindak cepat, termasuk pemda (pemerintah daerah), untuk menangani situasi ini. Kita bisa kecolongan lagi. Ketika anak ini berpindah pengasuhan, dia berpotensi mengalami kekerasan, tindak pidana perdagangan orang, dan potensi-potensi kejahatan lain,” katanya.
Pemerintah dinilai perlu menggalakkan lagi sosialisasi tata cara adopsi legal. Adapun PP No 54 Tahun 2007 mengatur sejumlah syarat pengangkatan anak antara lain anak berusia kurang dari 18 tahun dan anak dalam kondisi terlantar atau ditelantarkan.
Sementara itu, calon orangtua mesti memenuhi sejumlah syarat seperti berumur minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun, berkelakuan baik, berstatus menikah paling singkat lima tahun, bukan pasangan sesama jenis, belum punya anak atau memiliki maksimal satu anak biologis.
Selain itu, orangtua mesti dalam kondisi sosial dan ekonomi yang baik. Semua ketentuan itu akan diperiksa secara langsung oleh pekerja sosial.