Risiko Demensia dari Faktor Perubahan Genetik Teridentifikasi
Peneliti berhasil mengidentifikasi faktor risiko genetik baru untuk dua jenis demensia, yakni demensia badan Lewy dan demensia frontotemporal. Hal ini dilakukan dengan menganalisis ribuan sampel DNA.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim peneliti internasional berhasil mengidentifikasi faktor risiko genetik baru untuk dua jenis demensia non-alzheimer. Tim peneliti menemukan beberapa varian struktural yang bisa menjadi faktor risiko demensia badan Lewy dan demensia frontotemporal dengan menganalisis ribuan sampel asam deoksiribonukleat atau DNA.
Identifikasi tentang faktor genetik pada risiko demensia tersebut dilakukan oleh para peneliti di National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) dan National Institute on Aging (NIA) yang merupakan bagian dari National Institutes of Health (NIH), Amerika. Laporan lengkap studi ini telah dipublikasikan di jurnal Cell Genomics, 4 Mei 2023.
Dalam studi ini, para peneliti menganalisis data seluruh genom dari ribuan sampel pasien. Analisis dilakukan dengan menggabungkan algoritma komputer mutakhir yang mampu memetakan variasi struktural di seluruh genom dengan pembelajaran mesin.
Tim peneliti kemudian menemukan bahwa varian yang sebelumnya tidak diketahui pada gen TCPN1 ditemukan pada sampel dari pasien dengan risiko demensia badan Lewy (LBD). TCPN1 diketahui merupakan faktor risiko penyakit alzheimer yang dapat berarti bahwa varian struktural ini berperan dalam populasi demensia yang lebih luas.
Sonja W Scholz, peneliti di cabang neurogenetika NINDS dan penulis senior dalam studi ini, menjelaskan, kode seluruh kode genetik dalam tubuh manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah buku. Varian struktural dalam kode genetik ini merupakan sebuah paragraf dan halaman yang dapat dihapus, digandakan, atau disisipkan di tempat yang salah.
”Dari sudut pandang genetika, ini adalah penemuan yang sangat menarik. Temuan ini memberikan titik referensi untuk biologi sel dan studi model hewan serta dapat memberikan intervensi kesehatan,” ujarnya dikutip dari situs resmi NIH, Selasa (9/5/2023).
Selain itu, tim peneliti juga dapat mengidentifikasi varian struktural langka tambahan, termasuk beberapa yang diketahui menyebabkan penyakit. Hal ini dilakukan dengan melihat dan menganalisis sekelompok 50 gen yang menderita penyakit neurodegeneratif dari warisan genetik.
Setiap penemuan ini menjelaskan mekanisme di balik kematian atau disfungsi sel saraf dan membuka jalan bagi pengobatan presisi untuk memerangi gangguan ingatan ini.
Analisis juga mengidentifikasi dua faktor risiko untuk perubahan demensia frontotemporal (FTD) pada gen C9orf72 dan protein tau (MAPT). Temuan dari konsep tersebut menunjukkan bahwa algoritma yang dipakai dalam analisis ini dapat berfungsi dengan baik.
Mengingat referensi untuk varian struktural yang tersedia sampai sekarang masih terbatas, para peneliti pun membuat katalog berdasarkan data yang diperoleh dalam analisis ini. Kode analisis dan semua data mentah kini tersedia serta bisa diakses oleh komunitas ilmiah yang bisa digunakan dalam studi mereka.
Aplikasi interaktif juga memungkinkan peneliti untuk mempelajari gen dan menanyakan tipe varian dalam berbagai jenis penyakit demensia. Selama ini terdapat beberapa jenis penyakit demensia akibat kerusakan sel saraf, seperti LBD, FTD, demensia pada alzheimer, demensia vaskular, dan demensia campuran.
Para penulis menegaskan, sumber daya ini dapat membuat data genetik yang kompleks lebih mudah diakses oleh para ahli non-bioinformatika sehingga dapat mempercepat analisis risiko demensia. Ke depan, diharapkan kumpulan data (dataset) ini akan terus bertambah seiring banyaknya data yang dianalisis oleh peneliti.
”Penelitian untuk mengungkap arsitektur genetik yang rumit dari penyakit neurodegeneratif menghasilkan kemajuan signifikan. Setiap penemuan ini menjelaskan mekanisme di balik kematian atau disfungsi sel saraf dan membuka jalan bagi pengobatan presisi untuk memerangi gangguan ingatan ini,” kata peneliti senior di NIA, Bryan J Traynor.