Inovasi berupa alat fiksasi eksterna periartikuler dikembangkan oleh peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Alat ini merupakan penyempurnaan dari alat sebelumnya untuk penanganan patah tulang pada tungkai.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Trauma pada tulang dan sendi menjadi persoalan yang cukup banyak ditemukan di masyarakat. Penyakit ini pun bisa berdampak panjang pada kondisi seseorang, seperti terganggunya sistem pada muskuloskeletal atau sistem pada otot, tulang, dan sendi, serta nyeri berat berkepanjangan dan disabilitas.
Kondisi tersebut akhirnya akan menurunkan kesehatan dan kualitas hidup seseorang serta hilangnya produktivitas dalam keseharian. Tidak hanya itu, biaya terapi yang dibutuhkan juga besar. Itu sebabnya, penanganan pada trauma tulang dan sendi menjadi sangat penting.
Trauma tulang dan sendi akibat kecelakaan lalu lintas diprediksi akan terus meningkat di negara berkembang seiring dengan penggunaan kendaraan bermotor yang meningkat. Berdasarkan laporan dari The Global Burden of Disease, kecelakaan lalu lintas akan naik dari peringkat ke-9 menjadi ke-3 penyebab kematian dan disabilitas pada 2030.
Apabila kejadian tersebut tidak direspons dan diantisipasi dengan baik, diperkirakan sekitar 6 juta pasien akan meninggal dan 60 juta pasien akan mengalami cedera serius atau kecacatan dalam 10 tahun mendatang.
Alat fiksasi eksterna periartikuler ini juga sudah masuk dalam katalog elektronik sehingga bisa digunakan untuk pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Terkait dengan kondisi trauma pada tulang dan sendi yang menyebabkan patah tulang, banyak kondisi patah tulang yang bisa terjadi. Hal tersebut terutama ketika patah tulang ditangani oleh dukun pijat atau pengobatan alternatif. Pada sebagian kasus ketika penanganan patah tulang tidak sesuai (neglected fracture), itu bisa menyebabkan patah tulang gagal sambung (non-union), patah tulang salah sambung (malunion), serta deformitas atau perubahan bentuk pada sendi panggul dan lutut. Kondisi tersebut membutuhkan tindakan rekonstruksi yang tepat agar struktur sendi dan tulang bisa kembali seperti seharusnya.
Tata laksana total dan komprehensif diperlukan untuk mencegah serta mengurangi efek kerusakan pada tulang dan sendi. Sejumlah terobosan dan inovasi pun dibutuhkan, terutama inovasi yang dihasilkan dari dalam negeri agar penanganan bisa lebih luas dan lebih baik.
Salah satu inovasi dalam negeri yang telah berhasil dikembangkan untuk penanganan patah tulang, yakni alat fiksasi eksternal periartikuler. Alat yang dapat digunakan untuk penanganan patah tulang tungkai bawah ini dikembangkan oleh peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Ismail Hadisoebroto Dilogo.
Ismail yang juga Guru Besar Bidang Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM menuturkan, alat yang dikembangkannya ini merupakan bentuk penyempurnaan dari alat yang umum dipakai sebelumnya. Desain yang digunakan pun disesuaikan dengan konsep biomekanika yang sederhana sehingga bisa diproduksi secara luas.
”Dari alat yang sudah ada sebelumnya umumnya hanya dapat digunakan untuk patah tulang terbuka yang terjadi di diafisis atau batang tulang panjang, sementara belum ada yang bisa digunakan untuk patah tulang di dekat sendi. Untuk alat fiksasi eksterna periartikuler yang kami kembangkan ini sudah bisa untuk patah tulang tungkai bawah yang di dekat sendi,” tutur Ismail.
Selain itu, ia mengatakan, alat ini juga dapat digunakan untuk kasus patah tulang kominutif atau patah tulang menjadi lebih dari dua bagian (berkeping-keping). Biasanya kondisi ini terjadi akibat kekuatan dan energi yang cukup kuat saat kecelakaan lalu lintas.
Kegunaan lainnya yang bisa didapatkan dari penggunaan alat fiksasi eksterna periartikuler, yakni untuk penanganan kasus patah tulang tungkai bawah salah sambung (malunion) yang menyebabkan terjadi pemendekan tungkai dibandingkan sisi sebelah. Alat fiksasi ini digunakan untuk tujuan menstabilkan fragmen patah tulang di dekat sendi ataupun batang tulang panjang, distraksi, lengthening (pemanjangan tulang), dan bone transport (pembentukan tulang baru).
Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk kasus infeksi sendi lutut yang memerlukan pengkakuan sendi. ”Pada kasus tertentu biasanya ada pasien dengan sendi lutut yang infeksi karena tindakan arthroplasty (operasi penggantian fungsi sendi) yang gagal. Langkah terakhir yang harus dilakukan dengan pengkakuan agar infeksi dan nyeri hilang. Jika infeksi terus berlanjut, pasien harus diamputasi,” tutur Ismail.
Sejumlah pengujian telah dilakukan dengan alat fiksasi eksterna periartikuler. Salah satunya dilakukan pada kasus patah tulang tungkai bawah yang mengalami salah sambung atau malunion sehingga terjadi pemendekan pada tungkai. Dengan alat ini, tindakan pemanjangan tulang atau lengthening telah berhasil dilakukan.
Ia pun menyampaikan, alat yang dikembangkannya ini dapat digunakan untuk beberapa invensi. Dibandingkan dengan alat yang sudah ada sebelumnya juga diklaim lebih baik. Keunggulan tersebut seperti gaya yang dihasilkan dari alat ini dapat diteruskan searah dengan sumbu tulang. Hal ini berbeda dengan alat fiksasi eksterna yang dikembangkan sebelumnya yang tidak dapat meneruskan gaya searah dengan sumbu tulang sehingga cenderung bergeser pada kondisi fraktur transversal. Fraktur transversal, yakni patah tulang yang garis patahannya berbentuk tegak lurus melintasi tulang.
Alat ini juga memiliki gaya kompresi serta distraksi. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan pada fragmen patahan dekat sendi. Pada alat sebelumnya tidak dapat digunakan pada fragmen patahan dekat sendi.
Keunggulan lain dari alat fiksasi eksterna periartikuler, yaitu dapat digunakan pada konfigurasi fraktur atau bentuk patah tulang yang sangat kompleks seperti patah tulang kominutif (berkeping-keping). Hal tersebut karena alat ini lebih stabil dengan tambahan pin holder (paku penyangga) ketiga. Pada alat sebelumnya hanya tersedia dua pin holder.
Paten
Alat fiksasi eksterna periartikuler yang dikembangkan oleh Ismail dan tim kini juga telah mendapatkan paten. Pada 11 November 2013 paten telah didapatkan dengan nomor sertifikat ID P000034896. Setelah paten didapatkan, pengembangan masih terus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Penggunaannya pun terbatas hanya di RS Cipto Mangunkusumo.
Barulah sekitar 2020, komersialisasi dilakukan dari alat fiksasi eksterna periartikuler tersebut. Komersialisasi dilakukan melalui PT Eka Ormed Indonesia. Saat ini, distribusi dari alat ini setidaknya sudah dilakukan di lima daerah, yakni Medan (Sumatera Utara), DKI Jakarta, Pekalongan (Jawa Tengah), Sampang (Jawa Timur), dan Surakarta (Jawa Tengah).
Direktur Utama PT Eka Ormed Indonesia, Yatno menyampaikan, alat tersebut sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. Alat fiksasi eksterna periartikuler ini juga sudah masuk dalam katalog elektronik (e-catalog) sehingga bisa digunakan untuk pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
”Diharapkan alat yang dikembangkan dan diproduksi dari dalam negeri ini bisa dimanfaatkan secara lebih luas di masyarakat. Kami juga sudah mendapatkan sertifikat cara pembuatan alat kesehatan yang baik sehingga keamanan, mutu, dan manfaat dari alat yang kami produksi dapat terjamin,” tuturnya.