Akses Produk Pangan Hewani Indonesia ke Arab Saudi Kian Mudah
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia telah bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Arab Saudi. Salah satu bentuk kerja samanya ialah kemudahan akses produk pangan hewani dari Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Akses produk pangan bagi jemaah haji dan umrah dari Indonesia di Arab Saudi semakin mudah, khususnya akses pada produk pangan hewani. Meski begitu, aspek keamanan dan kualitas dari produk yang diekspor akan tetap terjamin dengan baik.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito di Jakarta, Selasa (18/4/2023), mengatakan, Pemerintah Indonesia telah berhasil melakukan diplomasi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan Arab Saudi terkait kemudahan akses produk pangan dari Indonesia untuk kebutuhan katering jemaah haji dan umrah di Tanah Suci. Kerja sama pun diperluas untuk kebutuhan perdagangan secara umum.
”BPOM Indonesia telah ditunjuk sebagai competent authority (otoritas yang kompeten) yang mewakili aspek jaminan keamanan dan kualitas produk yang dihasilkan Indonesia untuk masuk ke Arab Saudi. Komunikasi intensif sudah dilakukan sejak lama sehingga kepercayaan pada BPOM dan produk Indonesia sudah terbentuk,” katanya.
Penny mengatakan, setidaknya sudah ada 58 unit pengolahan ikan (UPI) dari Indonesia yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan Arab Saudi. Dengan begitu, ekspor produk yang dihasilkan sudah siap dilakukan. Selain itu, sebanyak 74 UPI juga masih dalam proses penilaian dari BPOM Arab Saudi.
Delapan UPI pun kini sudah siap melakukan ekspor dan inspeksi guna mempercepat proses perizinan. Percepatan tersebut dilakukan khususnya untuk memenuhi kebutuhan haji 2023 yang waktu pelaksanaannya semakin dekat.
BPOM Indonesia telah ditunjuk sebagai competent authority (otoritas yang kompeten) yang mewakili untuk aspek jaminan keamanan dan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh Indonesia untuk masuk ke Arab Saudi.
Menurut Penny, kendala yang selama ini dihadapi oleh produsen pangan hewani, terutama pada komoditas ikan, unggas, dan daging, yakni terkait perizinan dan aturan inspeksi atau audit langsung dari tim BPOM Arab Saudi. Dari komunikasi yang dilakukan antara BPOM RI dan BPOM Arab Saudi, Indonesia telah mengusulkan adanya kesepakatan saling pengakuan (mutual recognition arrangement) di bidang keamanan pangan.
”Jadi, ke depan, tidak perlu ada inspeksi fisik dari BPOM Arab Saudi karena dengan mutual recognition, inspeksi bisa cukup dilakukan oleh BPOM RI. Itu akan meringankan beban yang ditanggung para pelaku usaha yang mau memasukkan produk ke Arab Saudi,” tuturnya.
Penny menuturkan, produk ikan hasil tangkap dari Indonesia sudah terbuka untuk masuk ke Arab Saudi. Sementara berdasarkan kesepakatan baru, produk ikan hasil budidaya bisa diekspor dengan syarat inspeksi dari setiap negara.
Terkait produk unggas, BPOM Arab Saudi hanya mengizinkan penerimaan produk unggas dari negara dengan situasi kesehatan bebas flu burung (avian influenza) secara nasional. Akan tetapi, BPOM Arab Saudi juga dapat menerima unggas dari negara dengan status bebas flu burung per kota atau zona.
Untuk itu, Indonesia dapat segera menyampaikan deklarasi kepada The World Organisation for Animal Health (WOAH atau OIE) untuk status bebas flu burung per kota atau zona. Dengan begitu, BPOM Arab Saudi dapat membuka akses pasar produk unggas Indonesia ke Arab Saudi.
CEO Saudi Food and Drug Authority (BPOM Arab Saudi) Hisham S Al Jadhey dalam siaran pers mengatakan, saat ini tidak ada larangan ekspor produk daging dari Indonesia ke Arab Saudi. Meski demikian, proses inspeksi masih dibutuhkan sehingga akan berpengaruh pada kesesuaian standar produk daging yang dihasilkan oleh sarana produksi di Indonesia.
Ia mengungkapkan, standar yang digunakan oleh BPOM RI dan BPOM Arab Saudi terkait produk yang dihasilkan bisa berbeda. Namun, jika BPOM RI yang dipercaya sebagai organisasi yang berwenang telah menyatakan hasil audit pada produk aman, BPOM Arab Saudi hanya akan melakukan pengecekan ke sarana untuk yakin atas hasil tersebut.
”Untuk selanjutnya kami akan memercayakan hasil audit BPOM RI sebagai Competent Authority terhadap sarana pangan yang mengandung hewan tersebut,” kata Hisham.