Banjarmasin Sasar 835 Anak ”Stunting” di 22 Kelurahan
Penanganan ”stunting” di Kota Banjarmasin dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dengan kolaborasi lintas sektor.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Kota Banjarmasin menyasar 835 anak tengkes atau stunting di 22 kelurahan dalam rangka percepatan pencegahan dan penurunan prevalensi stunting di Kota Banjarmasin. Penanganan anak stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif dengan kolaborasi lintas sektor.
Upaya percepatan pencegahan dan penurunan prevalensi stunting di Kota Banjarmasin tersebut tertuang dalam Keputusan Wali Kota Banjarmasin Nomor 193 Tahun 2023 tentang Penetapan Kelurahan Prioritas Pencegahan dan Penanganan Stunting serta Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif di Kota Banjarmasin Tahun 2023 dan 2024.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin M Helfiannor menyampaikan, keputusan Wali Kota Banjarmasin tersebut telah menetapkan lokus-lokus prioritas pencegahan dan penanganan stunting. Dari 52 kelurahan di Banjarmasin, ada 22 kelurahan yang menjadi lokus prioritas.
”Jumlah lokus prioritas ini bertambah dari sebelumnya 14 kelurahan menjadi 22 kelurahan. Kalau stunting di 22 lokus prioritas itu bisa diatasi, prevalensi stunting di Banjarmasin bisa turun hingga di bawah 14 persen,” katanya di Banjarmasin, Sabtu (8/4/2023).
Ia menyebutkan, prevalensi stunting di Kota Banjarmasin sudah turun 5,4 persen, dari 27,8 persen (2021) menjadi 22,4 persen (2022). Meskipun turun signifikan, prevalensi stunting di Banjarmasin masih berada di atas angka nasional sebesar 21,6 persen dan di atas target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen.
Menurut Helfiannor, ada dua pendekatan atau intervensi penanganan stunting, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara, intervensi gizi sensitif adalah intervensi pendukung untuk penurunan stunting, misalnya penyediaan air bersih dan sanitasi.
”Kami di DPPKBPM fokus pada intervensi gizi sensitif, misalnya dengan pelayanan KB (keluarga berencana) yang menyasar orang-orang yang terlampau tua, terlampau muda, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak antar-anak,” katanya.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan, lokus-lokus stunting di Banjarmasin sudah terpetakan dengan baik sehingga bisa menjadi perhatian semua pihak. Pemetaan lokus itu juga memudahkan instansi pemerintah ataupun korporasi yang ingin terlibat melakukan intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif.
”Kami sudah mendeklarasikan tagar (semboyan) kayuh baimbai (mendayung bersama) untuk menangani stunting. Ini memang diharapkan bisa menjadi gerakan bersama,” kata Ibnu saat menyambut tim verifikasi lomba Kampung Keluarga Berkualitas tingkat provinsi Kalimantan Selatan tahun 2023 di Kelurahan Kelayan Barat, Banjarmasin Selatan, Kamis (6/4/2023).
Untuk menangani stunting di Banjarmasin, menurut Ibnu, ada gerakan bapak asuh anak stunting, dapur sehat atasi stunting, dan pemberian makanan tambahan. Semua kepala dinas atau kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib menjadi bapak asuh anak stunting. Mereka memberikan donasi Rp 15.000 per hari atau Rp 450.000 per bulan untuk penyediaan makanan tambahan bagi anak stunting.
Selanjutnya, untuk pendistribusian makanan tambahan dari bapak asuh tersebut, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat telah menyiapkan Mobil Antar Makanan Bergizi Ayo Cegah Stunting atau Mba ”FoodZi” Acting. Mobil boks ini akan mengantar makanan tambahan ke kantor-kantor kelurahan.
”Kami mengajak semua pihak untuk mengatasi stunting karena kita tidak ingin generasi yang akan datang lemah secara fisik dan tumbuh tidak normal. Intervensi harus terus dilakukan karena hasilnya memang sudah mulai kelihatan dengan penurunan sebesar 5,4 persen pada tahun lalu,” tuturnya.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Selatan Ramlan mengatakan, Kota Banjarmasin masih memiliki waktu dua tahun untuk mencapai target prevalensi stunting sebesar 14 persen. Dengan prevalensi saat ini sebesar 22,4 persen, maka dalam dua tahun harus turun 8,4 persen. ”Jika Banjarmasin tetap mampu membuat penurunan di atas 4 persen per tahun, target 14 persen pada 2024 akan tercapai,” ujarnya.
Kami mengajak semua pihak untuk mengatasi stunting karena kita tidak ingin generasi yang akan datang lemah secara fisik dan tumbuh tidak normal.
Untuk mengatasi stunting di Kota Banjarmasin, menurut Ramlan, masalah kumuh perkotaan harus segera diatasi. Sebab, kebanyakan anak stunting di Banjarmasin tinggal di daerah kumuh yang umumnya berada di daerah pinggiran sungai. Mereka umumnya masih tinggal di rumah tidak layak huni, menggunakan jamban terapung, dan mengonsumsi air sungai yang tercemar.
”Kami mendorong Pemkot Banjarmasin untuk bisa lebih menyasar ke masalah-masalah fisik ini. Sebab, stunting itu 70 persen ditentukan oleh faktor fisik atau infrastruktur, sementara faktor gizi dan imunisasi hanya 30 persen menentukan,” katanya.