Banyak Pemda Belum Prioritaskan Kesehatan dalam APBD
Masih ada 10 kabupaten/kota yang mengalokasikan APBD di bawah 10 persen untuk kesehatan. Hal ini melanggar hak masyarakat untuk sehat yang dijamin undang-undang.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
Petugas kesehatan dari Tim Khusus Penanggulangan KLB Campak dan Gizi Buruk memberikan vaksin campak bagi anak-anak di Kampung Atat, Distrik Pulau Tiga, Kabupaten Asmat, Papua, Sabtu (13/1/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Temuan Ombudsman RI menunjukkan banyak pemerintah daerah tidak memprioritaskan kesehatan dalam alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan yang mewajibkan pemda mengalokasikan 10 persen dari anggaran daerah untuk anggaran kesehatan. Akibatnya, pelayanan kesehatan bagi masyarakat menjadi terhambat.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, meminta Kementerian Dalam Negeri untuk mengingatkan hingga memberi sanksi tegas pada pemerintah daerah agar memprioritaskan pos anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diminta segera berkoordinasi dengan rumah sakit terkait pembayaran klaim pasien Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
”Ada daerah yang bahkan hanya 3-4 persen. Kementerian Keuangan juga bisa melihat apa yang jadi penyebab alokasi yang sangat minimal itu. Pembenahan ini penting sekali untuk dilakukan mulai dari pengaturan anggaran di Kemenkeu (Kementerian Keuangan), pengawasan oleh Kemendagri, dan tata kelola dana BPJS di rumah sakit,” kata Robert dalam diskusi publik ”Ragam Masalah Sumber Pembiayaan Kesehatan di Daerah” secara daring, di Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Di sisi lain, anggaran daerah juga terkadang tidak mencukupi untuk menanggung biaya tanggungan kesehatan masyarakat yang masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Hal ini mengakibatkan pemda sering kali menggunakan dana bantuan sosial atau menjaring dana tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan untuk menanggung kekurangan anggaran.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng (kiri), bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Nurul Ghufron, memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Ombudsman, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Sebelumnya, Nurul Ghufron mewakili KPK telah memberikan penjelasan kepada Ombudsman terkait dugaan malaadministrasi dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK), alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Horas Mauritz Panjaitan memaparkan ada 10 kabupaten/kota mengalokasikan APBD di bawah 10 persen untuk kesehatan. Daerah-daerah itu meliputi Kabupaten Manokwari Selatan, Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Donggala, Kota Baru, Kabupaten Nias Selatan, Kota Ambon, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Mahakam Ulu.
”Banyak pemda yang masih bergantung pada dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat untuk bidang kesehatan. Padahal dana ini sudah diarahkan penggunaannya dari pusat, daerah masih membutuhkan dukungan pendanaan,” kata Horas.
Ketua Tim Kerja Kebijakan Manfaat, Kepesertaan, dan Utilisasi Review Program JKN Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Hotnida juga mengungkapkan, pada tahun 2023 masih ada 171 kecamatan tanpa puskesmas dan tiga kabupaten tanpa rumah sakit. Harapannya, anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD diwujudkan dengan benar dan berkesinambungan setiap tahun.
Banyak pemda yang masih bergantung pada dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat untuk bidang kesehatan. Padahal, dana ini sudah diarahkan penggunaannya dari pusat, daerah masih membutuhkan dukungan pendanaan.
”Akibatnya masih ada sekitar lima juta lebih (peserta PBI JKN) yang mengantre masuk (mendapatkan perawatan). Ternyata dari sisi kepesertaan ada daerah yang tidak sanggup lagi untuk membiayai masyarakat miskin di daerahnya,” kata Maria.
Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 inklusif di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Minggu (12/3/2023) siang. Tampak seorang perempuan lansia sedang divaksin oleh petugas kesehatan. Program vaksinasi tersebut diselenggarakan oleh Kemitraan Australia -Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children dan Circle of Imagine Society (CIS) Timor menyasar warga lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat di wilayah tersebut.
Padahal, menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemda wajib mengalokasikan anggaran kesehatan minimal sebesar 10 persen dari APBD. Aturan itu dibuat demi memenuhi hak hidup sehat setiap warga yang dijamin oleh negara dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Kepala Pencegahan Malaadministrasi Ombudsman RI Ani Samudra Wulan menambahkan, pembiayaan kesehatan, terutama pada pengelolaan dana kapitasi JKN, belum transparan. Hal ini diperparah dengan rendahnya pengawasan terhadap dana kapitasi. Kondisi tersebut dapat menimbulkan penyimpangan prosedur jika tidak ada audit.
”Di beberapa puskesmas di Kabupaten Bogor kami menemukan pelaporan yang hanya disampaikan kepada dinas kesehatan, tetapi tidak disampaikan ke BPJS Kesehatan apalagi dilakukan audit. Hal ini dapat terjadi penyimpangan prosedur dan terjadi kecurangan,” kata Ani.
Sederet masalah itu berpotensi malaadministrasi, maka Ombudsman RI meminta pemerintah pusat dan daerah untuk memperketat pengawasan dan sanksi. Kewajiban mengalokasikan 10 persen APBD untuk anggaran kesehatan harus benar-benar dilaksanakan oleh pemda.