Bahan Kimia Beracun PFAS Juga Ditemukan di Kemasan Makanan Siap Saji
Zat kimia berbahaya PFAS ditemukan dalam kemasan makanan siap saji yang menggunakan kertas anti-air dan minyak.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain ditemukan di popcorn impor dari Amerika Serikat, zat kimia berbahaya per- and polyfluoroalkyl substances atau PFAS juga ditemukan dalam kemasan makanan siap saji yang menggunakan kertas anti-air dan minyak. Temuan ini diharapkan bisa jadi perhatian karena bahan kimia ini bersifat karsinogenik dan memiliki efek kesehatan jangka panjang.
Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 di Indonesia, Kamis (30/3/2023), mengatakan, PFAS ini ditemukan pada kertas pembungkus, kantong, dan kardus pembungkus makanan siap saji yang diambil sampelnya pada tahun 2019, 2021, dan 2022. ”Kami belum meneliti migrasi PFAS ke dalam makanan. Dalam perspektif kami, lebih baik mencegah daripada mengobati karena zat ini berbahaya jika dikonsumsi,” katanya.
Menurut Yuyun, migrasi PFAS dari pembungkus ke makanan akan meningkat jika makanannya panas, banyak kandungan lemak atau minyak, dan makin tinggi kadar garam. ”Ada sejumlah penelitian tentang itu,” kata dia.
Sebelumnya, Nexus3 Foundation dan The International Pollutants Elimination Network (IPEN), Kamis (23/3/2023) pekan lalu, melaporkan bahwa produk popcorn microwave buatan Amerika Serikat yang diekspor ke Indonesia mengandung PFAS. Delapan belas sampel dari Indonesia dibeli dari toko lokal dan toko daring.
Menurut Yuyun, bahan pencemar PFAS ini dikenal memiliki karakteristik susah terurai di lingkungan dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia, di antaranya memicu gangguan imunologis, reproduksi, perkembangan, dan efek pada berat badan lahir.
Bahan PFAS merupakan kelompok kompleks yang terdiri dari sekitar 9.000 bahan kimia yang diproduksi, beberapa di antaranya telah dipelajari toksisitasnya. Bahan kimia ini memiliki karakteristik oleophobic atau antiminyak dan hydrophobic atau antiair yang banyak dimanfaatkan dalam industri elektronik dan otomotif, serta banyak ditemukan pada teflon.
”Kami berharap BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dapat menaruh perhatian lebih serius soal PFAS terutama dalam kemasan pangan. Banyak faktor dan penelitian harus dilakukan di Indonesia dengan referensi studi yang sudah dilakukan di negara lain,” kata Yuyun.
Hingga saat ini tidak ada peraturan pemerintah di Indonesia yang melarang PFAS dalam kemasan makanan.
Temuan di Kanada
Keberadaan PFAS saat ini tengah menjadi perhatian di banyak negara. Pada Februari 2023, Otoritas Bahan Kimia Uni Eropa (ECHA) merilis proposal yang menyerukan larangan terhadap sekitar 10.000 ragam PFAS. ECHA mencatat bahwa PFAS yang tidak penting, termasuk yang digunakan untuk kemasan makanan, dapat dihapus terlebih dahulu.
Apa yang dianggap sebagai alternatif yang lebih baik, seperti pembungkus kertas dan mangkuk kertas (dengan pelapis antiair dan antiminyak), ternyata tidak begitu aman dan 'hijau'.
Terbaru, para peneliti di University of Toronto, Indiana University, dan University of Notre Dame juga mendeteksi PFAS dalam kemasan makanan cepat saji Kanada. Laporan penelitian yang diterbitkan di jurnal Environmental Science & Technology Letters pada Selasa (28/3/2023) menunjukkan tingginya kandungan PFAS dalam kemasan makanan siap saji.
”Karena Kanada membatasi plastik sekali pakai dalam peralatan layanan makanan, penelitian kami menunjukkan bahwa apa yang dianggap sebagai alternatif yang lebih baik, seperti pembungkus kertas dan mangkuk kertas (dengan pelapis antiair dan antiminyak), ternyata tidak begitu aman dan 'hijau',” kata Miriam Diamond dari Universitas Toronto yang menulis paper ini.
Dalam penelitian ini, para peneliti mengumpulkan 42 kertas pembungkus dan mangkuk berbahan dasar kertas dari restoran cepat saji di Toronto dan mengujinya untuk total fluorin, indikator PFAS. Mereka kemudian menganalisis secara rinci delapan sampel tersebut dengan tingkat fluorin total yang tinggi.
Mangkok cetakan berbahan dasar serat, yang dipasarkan sebagai ”dapat dibuat kompos”, memiliki tingkat PFAS tiga hingga 10 kali lebih tinggi daripada kantong donat dan kue. PFAS ditambahkan ke mangkuk dan kantong ini sebagai anti-air dan minyak.
Para peneliti menyebutkan, kemasan makanan membuat orang terpapar langsung ke PFAS yang dikaitkan dengan efek kesehatan yang serius. Berkutnya, setelah kemasan dibuang memasuki aliran limbah, PFAS akan memasuki lingkungan, di mana bahan kimia yang persisten ini tidak akan pernah terurai.
Risiko kesehatan dan lingkungan ini telah mendorong 11 negara bagian AS untuk melarang PFAS dari sebagian besar kemasan makanan dan dua rantai restoran besar berkomitmen untuk bebas PFAS pada tahun 2025. ”Faktanya pembungkus dari kertas ini dapat membahayakan kesehatan kita dan lingkungan, dari udara kita ke air minum kita, dengan memberikan rute langsung ke paparan PFAS,” kata Miriam.