Pencegahan Gangguan Jiwa pada Kelompok Rentan Perlu Perhatian Lebih
Selain orang dengan gangguan jiwa, kelompok rentan lainnya juga berisiko mengalami gangguan jiwa sehingga perlu upaya pencegahan. Caranya bisa dengan layanan berjenjang dan menyediakan tenaga medis berkualitas.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Pasien memeriksakan matanya dengan alat foropter di Klinik Mataraja Eye Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022). Gangguan penglihatan banyak terjadi pada kelompok lanjut usia.
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok rentan akan mendapat jaminan pelayanan kesehatan primer berupa upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Sementara khusus penanganan kesehatan jiwa bagi kelompok rentan perlu memperhatikan layanan yang berjenjang, perujukan kembali, dan tenaga medis yang berkualitas.
Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 bertanggung jawab menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak kepada semua warga negara, tidak terkecuali kelompok rentan. Mereka yang masuk dalam kelompok rentan adalah perempuan, bayi, anak balita, remaja, warga lanjut usia, disabilitas, gangguan jiwa, tersisihkan secara sosial, berpenyakit kronis, dan tinggal di wiliyah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Sekretaris Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi menjelaskan, pelayanan kesehatan primer berfokus pada upaya pencegahan yang dilakukan secara inklusif. Pelayanan kesehatan itu juga akan terintegrasi kepada masyarakat mulai dari bayi hingga lansia.
”Program-program dengan sasaran kelompok rentan akan terbagi-bagi lagi sehingga semuanya tidak ditulis, tapi hanya pokok-pokoknya. Nanti akan ada yang diturunkan dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Semuanya tidak dibuat baru, hanya akan direvisi,” kata Kartini dalam Sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan mengenai Pelayanan Kesehatan Primer untuk DTKP dan kelompok rentan, di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Sekretaris Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi
Saat ini, draf RUU Kesehatan memasuki tahap sosialisasi oleh pemerintah dalam 79 forum partisipasi publik. Forum yang diikuti oleh 16.000 peserta dari 1.200 pihak yang diundang itu meliputi kementerian/lembaga terkait, organisasi profesi, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan asosiasi.
Kartini menambahkan, pelayanan kesehatan masyarakat akan berfokus pada upaya untuk memperkuat pencegahan penyakit melalui tindakan promotif dan preventif, salah satunya dengan edukasi. Sebab, layanan kesehatan cenderung lebih banyak kuratif lantaran minimnya kesadaran masyarakat dalam mencegah penyakit.
Dalam transformasi pelayanan kesehatan yang menyasar kelompok rentan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan ditetapkan pemerintah pusat dengan memerhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Lalu, penanganan tersebut juga dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai degan kompetensi dan kewenangannya.
Pelayanan kesehatan terhadap kelompok rentan perlu dilakukan mulai dari pelayanan kesehatan primer secara menyeluruh.
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak di Universitas Gadjah Mada (UGM), Indria Laksmi Gamayanti, menyampaikan, pelayanan kesehatan terhadap kelompok rentan perlu dilakukan mulai dari pelayanan kesehatan primer secara menyeluruh.
”Penting untuk memerhatikan perkembangan pasien sepanjang rentang kehidupannya. Lalu, penanganan berjenjang memang perlu diperhatikan, tapi rujuk balik juga tidak kalah penting sehingga sarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama harus ditingkatkan,” ujar Indria.
Menurut Indria, psikolog klinis berperan mulai dari ranah prevensi, promosi, hingga kurasi dan rehabilitasi. Terkait dengan gangguan kesehatan jiwa, psikolog klinis dapat membantu mengidentifikasi perjalanan kejiwaan pasien sepanjang rentang kehidupannya.
Beberapa kompetensi yang dimiliki psikolog klinis, antara lain, asesmen dan interpretasi klinis terkait potensi psikopatologi, diagnosis klinis, intervensi klinis, dan membangun relasi sesuai dengan kondisi kelompok rentan yang ditangani.
Pengajar Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (UI) Budi Anna Keliat menambahkan, pelayanan kesehatan jiwa sebaiknya tidak hanya berfokus kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), melainkan juga orang yang berisiko terkena gangguan jiwa. Mereka, antara lain, ibu hamil, korban bencana, orang dengan penyakit kronis, dan semua yang termasuk kelompok rentan.
”Jadi, di kelompok lain itu juga perlu ada usaha-usaha promosi dan prevensi ke arah jiwa. Lalu, ODGJ itu juga masuk kelompok penyakit kronis sehingga upaya-upaya yang dilakukan juga sama, yakni mendapat pelayanan kesehatan secara terus-menerus agar dapat hidup produktif dan mandiri,” kata Budi.
Sasaran pelayanan kesehatan primer untuk layanan kesehatan jiwa itu meliputi pasangan usia subur dan wanita usia subur, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, serta anak balita. Selain itu, terdapat juga anak usia sekolah, remaja, dewasa, dan kelompok lansia.