RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga merupakan upaya untuk melindungi serta memenuhi hak konstitusional dan HAM pekerja rumah tangga yang mayoritas perempuan. Hampir dua dekade sejak diusulkan, RUU tak juga disahkan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
TANGKAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (21/3/2023), akhirnya sepakat menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Pada Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, masing-masing fraksi menyampaikan pandangan fraksi dalam bentuk tertulis, menyetujui RUU PPRT menjadi RUU Inisiatif DPR.
Hari Selasa (21/3/2023) menjadi momen yang tidak terlupakan bagi pekerja rumah tangga di Tanah Air. Perjuangan untuk mendapatkan payung hukum yang akan melindungi status pekerjaan mereka akhirnya mulai membuahkan hasil. Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
Sikap DPR tersebut disambut gembira para pekerja rumah tangga (PRT). Meskipun baru langkah awal karena baru ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR, setidaknya jalan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk diproses lebih lanjut kini terbuka.
Dibandingkan dengan RUU lain, nasib RUU PPRT adalah yang paling apes. Meski diusulkan sendiri oleh anggota DPR, hampir 19 tahun draf RUU PPRT mandek di DPR. Empat kali periode DPR berganti, RUU ini tetap jalan di tempat. Mungkin saja dalam sejarah perjalanan legislasi di DPR, RUU ini merupakan RUU terlama.
Berulang kali diajukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR, RUU yang pertama kali diajukan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bersama Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) dan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) pada 2004 itu tidak pernah sampai pada pengesahan sebagai UU.
Dari catatan Jaringan Advokasi Nasional PRT (JALA PRT), RUU PPRT masuk dalam daftar Prolegnas DPR periode 2004-2009. Namun, sepanjang periode tersebut, tidak ada pembahasan sama sekali.
Tahun 2009, Fraksi PDI-P melalui usulan Komisi IX mengajukan kembali RUU PPRT untuk masuk Prolegnas DPR Periode 2009-2014. Bahkan, pada 30 November 2009 Sidang Paripurna DPR memutuskan RUU PPRT sebagai salah satu RUU Prioritas Prolegnas DPR tahun 2010. Namun, proses legislasinya tidak jalan.
Tahun 2011, kembali RUU PPRT masuk menjadi Prioritas Prolegnas. Pada Mei 2011, Komisi IX DPR menetapkan akan membahas RUU PPRT dan meminta Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR menyusun Naskah Akademis dan draf RUU PPRT. Komisi IX bahkan membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT. Setjen DPR mempresentasikan Naskah Akademis dan RUU PPRT kepada Komisi IX DPR.
Kegembiraan pasti. Tapi kami belajar mengapa terkatung-katung sekian lama itu karena kita diberikan harapan palsu, dimarginalisasi, disubordinat, dan seterusnya. Jadi, kita tidak terlalu gembira sampai betul-betul disahkan.
Pada 2012 hingga 2013, RUU PPRT sempat beberapa kali dibahas Panja RUU PPRT Komisi IX DPR. Bahkan, tim panja pernah melakukan kunjungan kerja ke daerah dan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina. Pada 2013, RUU tersebut sampai ke tangan Badan Legislasi DPR untuk diharmonisasi.
Ajan tetapi, di tahun 2014, perjalanan legislasi RUU PPRT berhenti. Baleg menghentikan pembahasan RUU PPRT. Tahun-tahun berikutnya RUU ini tidak masuk Prolegnas. Pada Periode 2019-2024, jalan RUU PPRT kembali terbuka seiring masuk dalam daftar Prolegnas.
Pada 2020, RUU ini masuk prioritas dalam Prolegnas 2020. Desakan kepada DPR untuk merampungkan proses legislasi RUU PPRT pun makin kuat, JALA PRT dan serikat PRT serta sejumlah organisasi mengawal RUU PPRT.
Panja RUU PPRT Baleg DPR yang dipimpin Willy Aditya, dalam rapat pleno di Baleg, akhirnya menyetujui RUU PPRT dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai RUU Inisiatif. Namun, semenjak itu, nasib RUU PPRT kembali terkatung. Jalan menuju rapat paripurna terhenti karena belum ada sinyal dari pimpinan DPR.
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini (depan) berbicara kepada peserta aksi dari komunitas PRT yang memperjuangkan RUU PPRT, Rabu (15/2/2023).
Tidak menyerah
Para PRT bersama JALA PRT dan serikat PRT tidak menyerah. Mereka terus bersuara mendesak DPR segera melanjutkan RUU PPRT. Beberapa anggota DPR mendukung mereka, antara lain, Willy Aditya (Fraksi Nasdem) dan Luluk Nur Hamidah (Fraksi PKB). Berbagai lembaga juga, seperti Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Institut Sarinah, serta Koalisi Sipil UU PPRT juga demikian.
Perjuangan panjang mereka membuahkan hasil. Pemerintah menyatakan dukungan pada RUU PPRT. Kantor Staf Presiden membentuk gugus tugas percepatan RUU PPRT dan pada 18 Januari 2023 Presiden Joko Widodo mendukung penuh RUU PPRT. Bahkan, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Ketenagakerjaan untuk segera berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPR terkait RUU PPRT.
Presiden menegaskan, pemerintah berupaya keras memberikan perlindungan terhadap PRT, serta berharap UU PPRT bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi PRT, pemberi kerja, dan penyalur kerja.
Namun, pernyataan Presiden tersebut ternyata tidak langsung ditanggapi DPR. Para PRT tidak menyerah. Mereka terus menggelar aksi di DPR hingga puasa demi mengetuk nurani Ketua DPR Puan Maharani.
Pekan lalu, titik terang muncul menyusul hasil rapat Bamus DPR, Selasa (14/3), yang menyatakan pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan pimpinan alat kelengkapan Dewan di DPR menyetujui RUU PPRT dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
Palu sidang yang diketok Puan Maharani, Selasa lalu, membukakan jalan bagi RUU PPRT setelah sekian lama mangkrak di DPR. Karenanya, apresiasi dan terima kasih disampaikan kepada DPR. Para PRT berharap UU PRRT menjadi hadiah Lebaran tahun ini. ”Kami berbahagia dan menanti langkah DPR selanjutnya,” ujar Lita Anggraini, Koordinator Nasional JALA PRT.
TANGKAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (21/3/2023), akhirnya sepakat menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Pada Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, masing-masing fraksi menyampaikan pandangan fraksi dalam bentuk tertulis, menyetujui RUU PPRT menjadi RUU Inisiatif DPR. Tampak PRT dan aktivis perempuan bertepuk tangan menyambut RUU PPRT disetujui sebagai RUU Inisiatif DPR.
Jalan masih panjang
Jalan RUU PPRT masih panjang. Para PRT masih menunggu langkah DPR untuk mengirim surat ke Presiden. Jika sudah ada surat presiden (surpres) yang memerintahkan menteri terkait membahas dengan DPR dan DPR menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah, proses pembahasan RUU bisa dimulai.
”Kegembiraan pasti. Tapi kami belajar mengapa terkatung-katung sekian lama itu karena kita diberikan harapan palsu, dimarginalisasi, disubordinat, dan seterusnya. Jadi, kita tidak terlalu gembira sampai betul-betul disahkan. Kekhawatirkan kami adalah ketika proses selanjutnya, jangan sampai diperlambat,” ujar Eva Sundari, Koordinator Koalisi Sipil UU PPRT.
Belajar dari berbagai proses RUU di DPR, Eva berharap DPR mempercepat proses pembahasan dan pengesahan UU PPRT. ”Itu bisa dikebut ketika pimpinan punya komitmen untuk mempercepatnya, apalagi pemerintah siap,” kata Eva.
TANGKAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (21/3/2023), akhirnya sepakat menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Pada Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, masing-masing fraksi menyampaikan pandangan fraksi dalam bentuk tertulis, menyetujui RUU PPRT menjadi RUU Inisiatif DPR. Tampak anggota DPR Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB menyampaikan pandangannya.
Bagi Luluk Nur Hamidah, kehadiran UU PPRT mendesak karena akan melahirkan sejarah baru penghapusan praktik perbudakan modern, serta upaya penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia. Saat ini, diperkirakan terdapat 5 juta jiwa PRT yang 84 persennya adalah perempuan. Kemudian, 14 persen di antaranya adalah pekerja di bawah umur.
”Kami mendukung sepenuhnya RUU PPRT segera dibahas bersama dengan pemerintah sebagai kado Lebaran terbaik bagi PRT. Kami meminta pimpinan DPR untuk segera menyerahkan RUU PPRT ke pemerintah agar pembahasan bisa lebih cepat dimulai,” tutur Luluk.
Ketua Panja RUU PPRT Baleg DPR Willy Aditya menegaskan, siap melanjutkan pembahasan RUU PPRT. Ia pun bersyukur setelah lebih dari dua tahun terhenti akhirnya RUU PPRT disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
Kini semua menanti akhir dari perjuangan RUU PPRT. Semoga prosesnya berlangsung cepat sehingga PRT diakui, dihormati, dilindungi, serta dipenuhi hak-hak dasarnya.