Cegah Kanker Kolorektal dengan Deteksi Dini
Pencegahan kanker usus besar dan anus atau kolorektal dapat dilakukan sejak dini. Namun, sebagian besar orang kerap mengabaikan gejala awalnya lantaran tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas sehari-hari.

Para peserta dan pembicara dalam webinar bertajuk ”Waspada Kanker Usus Besar: Pahami Risiko, Jenis, dan Pengobatannya” yang diadakan oleh Cancer Information and Support Center (CISC), Sabtu (18/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar pasien kanker kolorektal atau kanker usus besar dan anus baru memeriksakan diri ketika sudah berada di stadium lanjut. Padahal, kanker usus besar dapat dicegah melalui deteksi dini dengan potensi kesembuhan mencapai 90 persen.
Di Indonesia, jumlah pengidap kanker usus besar terbanyak keempat setelah kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru. Mengacu pada data Global Cancer Observatory tahun 2020, orang dengan kanker usus besar di Indonesia mencapai 34.189 orang atau sekitar 8,6 persen populasi penduduk.
Dokter spesialis bedah digestif Rumah Sakit Kanker Dharmais, Fajar Firsyada, menyampaikan, selama ini banyak pasien yang datang memeriksakan diri terlambat. Mereka datang ketika sudah berada di stadium lanjut atau stadium III dan stadium IV.
”Kebanyakan pasien yang datang sudah dalam kondisi stadium III. Kalau stadium III dan IV, bukan lagi penanganan kuratif, melainkan paliatif atau dengan cara memaksimalkan kualitas hidup pasien,” ujar Fajar dalam webinar bertajuk ”Waspada Kanker Usus Besar: Pahami Risiko, Jenis, dan Pengobatannya” yang diadakan Cancer Information and Support Center (CISC), Sabtu (18/3/2023).

Kelompok tari Cancer Information and Support Center (CISC) berlatih tari tepak kipas koneng, tarian daerah DKI Jakarta di Jakarta, Rabu (29/1/2020). Para penari merupakan penyintas dan penderita kanker.
CISC merupakan komunitas penderita kanker di Jakarta yang berdiri sejak tahun 2003 dengan mengemban misi untuk memberikan dukungan serta informasi pada masyarakat kanker. Adapun acara tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati bulan peduli kanker usus besar yang jatuh setiap Maret.
Fajar menambahkan, salah satu awal terjadinya kanker adalah polip. Polip atau jaringan abnormal yang tumbuh di dalam tubuh ini dapat berpotensi menjadi kanker apabila tidak ditangani sejak dini.
Dari polip menjadi kanker setidaknya memerlukan waktu 10 tahun sampai 15 tahun atau dengan kata lain, potensi kanker dapat terlihat sejak usia muda. Selain itu, bertambahnya usia dan buruknya pola makan dapat meningkatkan risiko kanker usus besar.
Baca juga: Kenali Risiko dan Beragam Senjata Baru Melawan Kanker
”Apa yang kita makan saat ini akan menggambarkan 10 tahun atau 20 tahun ke depan apa yang akan terjadi pada kita. Harus diingat pula bahwa peluang pertumbuhan polip pada anak muda lebih cepat. Selain itu, ada pula faktor dari riwayat keluarga,” ujarnya.

Paparan faktor risiko kanker usus besar oleh dokter spesialis bedah digestif Rumah Sakit Kanker Dharmais, Fajar Firsyada, dalam webinar bertajuk ”Waspada Kanker Usus Besar: Pahami Risiko, Jenis, dan Pengobatannya” yang diadakan Cancer Information and Support Center (CISC), Sabtu (18/3/2023).
Fajar menyebut, faktor genetik memiliki risiko sebesar 5 persen sampai 10 persen. Selebihnya, berasal dari pola makan seperti makanan tinggi lemak dan berbahan pengawet.
Penyintas
Kanker usus besar dibagi dalam dua jenis, yakni sisi kanan dan sisi kiri. Ciri-ciri pada kanker usus besar sisi kiri ialah buang air besar berdarah, perut terasa mulas, dan perubahan kaliber fases. Sementara pada sisi kanan gejala yang umum dirasakan adalah anemia, lemas, dan pucat.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Hermina Bekasi, Amir Luthfi, yang juga penyintas, menceritakan, tepat pada 10 tahun lalu ia terdiagnosis kanker usus besar sisi kiri stadium II-b. Oleh sebab itu, kanker tidak pandang buluh, siapa saja dapat mengidapnya.
Time is healthy. Banyak orang yang lalai saat masih dalam fase bergejala. Kanker apa pun kalau masih kecil, itu tidak ada gejala. Maka dari itu, perlu untuk deteksi dini.
”Bermula dari pola makan yang tidak benar. Saat itu, saya suka makan daging yang dibakar dan sangat kering, lalu makan mi instan, makan makanan yang berpengawet, dan minum minuman yang berkarbonasi. Mi instan itu salah satu makanan favorit saya,” kata Amir.
Meski pola makannya buruk, Amir merasa baik-baik saja lantaran tetap melakukan aktivitas fisik secara teratur. Bahkan, gejala anemia yang turut dirasakan Amir pun belum menyadarkannya. Amir menganggap anemia tersebut terjadi akibat terlalu lelah karena bekerja.
”Hemoglobin saya tidak pernah 12, selalu berkisar di angka 9 sampai 10 dan saya obati sendiri. Sampai akhirnya saya mengalami anemia akut hingga hemoglobin saya turun menjadi 7,” ujarnya.

Gejala kanker usus besar yang dipaparkan oleh dokter spesialis bedah digestif Rumah Sakit Kanker Dharmais, Fajar Firsyada, dalam webinar bertajuk ”Waspada Kanker Usus Besar: Pahami Risiko, Jenis, dan Pengobatannya” yang diadakan oleh Cancer Information and Support Center (CISC), Sabtu (18/3/2023).
Setelah mengalami kondisi yang kian memburuk, Amir pun akhirnya dirawat di rumah sakit serta mendapat transfusi darah. Walakin, Amir masih belum curiga lantaran yang dia ketahui gejala kanker usus besar pada umumnya adalah gangguan buang air besar disertai darah.
Seiring berjalannya waktu, Amir mulai merasakan nyeri yang sangat hebat pada perutnya. Rasa nyeri tersebut datang silih berganti. Hingga pada akhirnya rasa nyeri itu memuncak dan mengakibatkan Amir tidak bisa makan.
Baca juga : Diagnosis Kanker Kolorektal Melalui Pemeriksaan Berbasis PCR
”Tiba-tiba ada benjolan di perut sebelah kanan, saya pikir awalnya usus buntu. Tetapi, setelah melakukan CT scan, ternyata itu massa tumor yang cukup besar sehingga saya dioperasi dan keluar hasil patologi anatomi yang menyatakan itu kanker usus besar,” tutur Amir.
Akhirnya, Amir pun melakukan kemoterapi selama 12 bulan. Sampai sekarang Amir berhasil melaluinya dan telah terbebas dari salah satu penyakit yang cukup mematikan.

Peserta jalan sehat mengikuti karnaval saat memperingati Hari Kanker Sedunia (HKS). PT Ferron Par Pharmaceuticals dan Indonesia Cancer Information and Support Center (CISC) menggelar acara jalan sehat Karnaval Penyintas Kanker di kawasan hari bebas kendaraan bermotor, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Oleh sebab itu, Amir meminta masyarakat lebih waspada terhadap gejala-gejala ringan. Apa pun yang dirasakan tidak boleh dianggap remeh sehingga proses penanganannya tidak terlambat.
”Olahraga harus tetap dilakukan. Lalu, makan makanan berupa daging merah dan makanan berpengawet jangan terlalu sering. Jangan lupa, perbanyak buah dan sayur,” lanjut Amir.
Deteksi dini
Pencegahan dapat dimulai dengan mengenali faktor risiko, melakukan pola makan sehat, beraktivitas fisik, mencegah obesitas, memperhatikan pola buang air besar. Selain itu, deteksi dini melalui tes fases dan tes darah samar juga perlu dilakukan.
Fajar menambahkan, upaya deteksi dini yang dapat dilakukan adalah dengan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas. Apabila pemeriksaan sudah dilakukan dan tidak menunjukkan hasil yang baik, upaya lanjutan di fasilitas kesehatan rujukan atau rumah sakit perlu dilakukan.

Perbedaan jenis kanker usus besar yang dipaparkan oleh dokter spesialis bedah digestif Rumah Sakit Kanker Dharmais, Fajar Firsyada, dalam webinar bertajuk ”Waspada Kanker Usus Besar: Pahami Risiko, Jenis, dan Pengobatannya” yang diadakan Cancer Information and Support Center (CISC), Sabtu (18/3/2023).
Nantinya akan dilakukan upaya lanjut berupa kolonoskopi atau melihat isi dari usus besar melalui visualisasi disertai terapi dengan membuang polip, biopsi, dan CT scan. ”Time is healthy. Banyak orang yang lalai saat masih dalam fase bergejala. Kanker apa pun kalau masih kecil, itu tidak ada gejala. Maka dari itu, perlu untuk deteksi dini,” ucap Fajar.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan, angka kejadian kanker usus besar mencapai 12,4 per 100.000 penduduk dengan kematian 6,7 per 100.000. Maka, kasus tersebut harus ditangani dengan cepat dan tepat melalui pola hidup sehat, deteksi dini, serta tata laksana.
Baca juga : Konsumsi Daging Olahan Berlebih Tingkatkan Risiko Kanker Usus Besar
”Apabila ditemukan pada stadium awal dan ditangani secara tepat, peluang kesembuhannya mencapai 90 persen. Kemenkes berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian melalui empat pilar, yakni promosi kesehatan, perlindunagn spesifik, deteksi dini, dan penanganan kasus,” kata Eva.
Saat ini Kemenkes tengah mengupayakan skrining atau deteksi dini kanker di fasilitas kesehatan primer. Lebih lanjut, penyakit kanker kolorektal akan dimasukkan dalam pelayanan kebutuhan dasar pada jaminan kesehatan nasional.

Peserta jalan sehat membawa poster dan berbusana unik saat mengikuti karnaval. Memperingati Hari Kanker Sedunia (HKS), PT Ferron Par Pharmaceuticals dan Indonesia Cancer Information and Support Center (CISC) menggelar acara jalan sehat Karnaval Penyintas Kanker di kawasan hari bebas kendaraan bermotor, Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Deteksi dini tersebut akan dilakukan dengan pemeriksaan colok dubur dan darah samar fases pada orang yang berisiko mulai dari tingkat fasilitas kesehatan tingkat primer atau puskesmas. Dengan skrining tersebut, diharapkan kanker usus besar bisa dideteksi lebih dini dan tidak pada stadium lanjut.
”Sedang kami upayakan juga pemenuhan fasilitas pelayanan rujukan di 514 kabupaten/kota secara bertahap. Lalu, akan ada pembagian lagi ke dalam tingkat dasar, madya, utama, bahkan paripurna hingga center of excellence berstandar internasional,” lanjut Eva.
Dokter spesialis penyakit dalam hematologi ongkologi medik Rumah Sakit Dharmais, Ronald Alexsander Hukom, mengatakan, angka harapan hidup pengidap kanker terus bertambah, dari tahun 1970 sebesar 1 banding 4, kini menjadi 2 banding 4. Diharapkan 20 tahun mendatang bisa menjadi 3 banding 4.
”Masalahnya, tenaga medis di Indonesia masih sangat kurang. Saat ini yang memiliki kompetensi sebagai onkologi medis kurang dari 400 dokter,” kata Roland.
Baca juga: Kapasitas Ahli Kanker di Indonesia Ditingkatkan
Menurut Roland, penanganan kanker juga harus melibatkan tenaga ahli multidisiplin. Terkait penanganan kanker usus besar, misalnya, tenaga ahli tersebut, antara lain, dokter spesialis radiologi, dokter spesialis patologi, dokter spesialis bedah digestif, dan dokter spesialis onkologi medik. Dengan demikian, tim para ahli itu dapat berdiskusi untuk mencari penanganan terbaik pada pasien.