Sebuah gunung es di Antartika dengan ukuran hampir seluas Inggris Raya pecah pada akhir Januari lalu. Pecahnya gunung es ini merupakan peristiwa alami dan tidak terkait dengan perubahan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
AFP/PABLO COZZAGLIO
Pemandangan Gletser San Rafael di wilayah Aysen, Chile selatan, Minggu (13/2/2022). Mencairnya gletser adalah fenomena alam yang dipercepat oleh perubahan iklim secara signifikan,
Sebuah gunung es di Antartika dengan ukuran hampir seluas Inggris Rayapecah pada akhir Januari lalu.Meski tidak terkait dengan perubahan iklim, pecahnya gunung es ini tetap menjadi peringatan tentang ancaman pencairan es di Antartika.
Pada akhir Januari lalu, para peneliti melihat dan mengonfirmasi pecahnya sebuah gunung es besar di dekat stasiun penelitian di Antartika. Gunung es berukuran 1.550 kilometer persegi atau 598 mil persegi tersebut terlepas dari Rak Es Brunt setebal 150 meter.
Pecahnya gunung es tersebut pertama kali dilaporkan British Antarctic Survey (BAS) pada 22 Januari antara pukul 19.00 dan 20.00 waktu setempat. Namun, stasiun penelitian Halley VI BAS yang menjadi tempat ahli glasiologi memantau perilaku timbunan es tidak tidak terpengaruh oleh peristiwa pecahnya gunung es tersebut.
Pada 2016-2017, stasiun penelitian BAS juga telah dipindahkan karena retakan di es terlihat sudah mengancam lokasi tersebut.Sejak saat itu, para peneliti dan staf bekerja langsung di stasiun tersebut hanya selama musim panas Antartika pada November hingga Maret.
Para peneliti pertama kali mulai melihat retakan besar di gunung es tersebut satu dekade silam atau tepatnya tahun 2012. Saat itu, peneliti memperkirakan retakan tersebut akan meluas beberapa tahun ke depan. Kemudian sekitar satu tahun lalu mulai terjadi keretakan besar hingga memisahkan gunung es seluas 1.270 kilometer persegi.
PHYS.ORG
Gambar dari satelit menunjukkan sebelum dan sesudah pecahnya gunung es di Antartika.
Ahli gletser BAS Dominic Hodgson, dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu, menyebut bahwa peristiwa pecahnya gunung es ini memang telah diperkirakan para peneliti. Peristiwa ini juga bagian dari perilaku alami kawasan yang dinamakan Rak Es Brunt.
”Rak es di sekitar Antartika adalah sebuah kawasan yang memanjang dari lapisan es Antartika. Jadi, secara alami dan berkala rak es tersebut akan meluas ke laut hingga kemudian pecah.Tanda dari peristiwa ini terjadi sejak beberapa tahun lalu,” ujarnya.
Hodgson memastikan bahwa peristiwa ini tidak berkaitan langsung dengan meningkatnya suhu di atmosfer ataupun lautan akibat dari dampak perubahan iklim. Sebab, pecahnya lapisan es yang berlokasi lebih jauh di selatan ini merupakan sifat alami. Dari pecahan es ini nantinya akan terbentuk lapisan es baru yang juga akan mengalami keretakan kembali.
”Tim peneliti dan operasional kami terus memantau kawasan rak es ini secara dari waktu ke waktu untuk memastikan peristiwa ini aman. Pemantauan juga bertujuan agar seluruh peristiwa sains ini ini tersampaikan dengan baik,” tuturnya.
Rak es di sekitar Antartika adalah sebuah kawasan yang memanjang dari lapisan es Antartika. Jadi, secara alami dan berkala rak es tersebut akan meluas ke laut hingga kemudian pecah. Tanda dari peristiwa ini terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Peneliti dari Badan Antariksa Eropa (ESA) Mark Drinkwater menyatakan, peristiwa pecah dan memisahnya gunung es ini akhirnya terjadi setelah dilakukan pengamatan selama beberapa tahun terakhir. Pecahnya gunung es akan memusatkan kembali retakan es yang berkontribusi pada destabilisasi kawasan Rak Es Brunt.
FABRICE COFFRINI
Remaja berjalan di atas Gletser Aletsch saat menemani ahli glasiologi Swiss, Matthias Huss, melakukan pengukuran terhadap ketinggian gletser terluas di Swiss tersebut. Menurut Huss, gletser seperti termometer raksasa yang menunjukkan kenaikan suhu melalui mencairnya es dan menyusutnya volume.
”Peristiwa ini mungkin merupakan sebuah percepatan dari pergerakan yang mengalir ke lapisan es. Kami akan menggunakan kemampuan satelit Copernicus Sentinel untuk memantau dengan cermat perilaku dan stabilitas Rak Es Brunt yang tersisa,” katanya.
Ancaman pencairan es
Ahli glasiologi di University of Colorado Boulder, Ted Scambos, kepada CNN mengatakan, berbagai laporan dan studi menunjukkan terdapat hubungan kondisi di Antartika dengan tren pemanasan suhu di seluruh dunia. Akan tetapi, dampak perubahan iklim ini memang cukup berbeda antara gletser di Gunung Es dan kawasan di Kutub Utara.
Peristiwa pecahnya Gunung Es di Antartika ini memang tidak terkait dengan perubahan iklim. Namun, para peneliti kembali mengingatkan bahwa kenaikan suhu akibat perubahan iklim tetap dapat membuat memengaruhi es di Antartika. Bahkan, massa es di Antartika diperkirakan hilang dengan laju rata-rata sekitar 150 miliar ton per tahun.
Pencairan es akibat perubahan iklim juga dilaporkan banyak terjadi di berbagai wilayah. Dilaporkan sebanyak 1.400 gletser di Swiss telah menyusut lebih dari setengahnya dalam 85 tahun terakhir. Sementara es laut di Arktik telah berkurang sekitar 40 persen sejak 1978. Kemudian gletser di Himalaya juga dapat menghilangpada 2035.
Seluruh negara pun terus didesak untuk melakukan upaya yang lebih ambisius guna menanggulangi dampak dari perubahan iklim. Setiap negara harus melakukan dekarbonisasi atau penurunan emisi di berbagai sektor agar mencegah kenaikan suhu semakin parah.