Insan film menilai bahwa lingkungan kerja mereka belum aman dan nyaman. Selain jam kerja yang panjang, masih ada risiko keselamatan dan kesehatan kerja, serta kekerasan seksual.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
ARSIP BIOSKOP ONLINE
Suasana shooting film Story of Kale yang akan ditayangkan di Bioskoponline.com pada Oktober 2020.
JAKARTA, KOMPAS — Insan film menilai bahwa sistem kerja yang memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja, jam kerja, hingga perlindungan terhadap risiko kekerasan seksual perlu disusun. Hal itu dapat menjamin ruang kerja yang nyaman dan aman bagi insan film.
”Rata-rata pekerja film bekerja 16-20 jam per hari,” kata Sekretaris Jenderal Indonesian Cinematographers Society (ICS) Muhammad Firdaus pada salah satu rangkaian konferensi Hari Film Nasional di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Hal tersebut sesuai survei pada dokumen berjudul ”Kertas Posisi: Sepakat di 14”. Dokumen ini disusun ICS bersama Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) sejak 2019.
Dari 401 responden survei, sebanyak 54,11 persen orang bekerja selama 16-20 jam per hari. Ada pula responden yang bekerja lebih dari 20 jam (7,2 persen) dan 12-16 jam (32,4 persen).
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Tim produksi yang rerata berusia 20-an mempersiapkan pengambilan gambar untuk shooting film Cindolo na Tape (Cinta) di Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (15/2). Industri film di Makassar sedang bergeliat beebrapa tahun terakhir. Puluhan rumah produksi, belasan judul film, sejumlah sineas muda, dan miliaran rupiah lahir dari industri kreatif ini.
Menurut Ketua Indonesian Film Directors Club (IFDC) Ifa Isfansyah, durasi kerja yang lama akan berpengaruh ke waktu dan kualitas tidur para pekerja film. Hal ini juga memengaruhi kualitas hidup pekerja film. Kondisi kerja seperti ini juga tidak mendukung kreativitas. Padahal, ruh industri film adalah kreativitas.
”Jadi, bagaimana kita bersama dengan BPI (Badan Perfilman Indonesia) dan teman-teman asosiasi lain untuk menciptakan sesuatu (sistem kerja) yang kepentingannya satu, yaitu kreativitas. Ini agar kita bisa capai sesuatu yang ujungnya film yang bagus,” kata Ifa.
Rata-rata pekerja film bekerja 16-20 jam per hari.
Adapun UU Ketenagakerjaan mengatur durasi kerja maksimal delapan jam per hari. Namun, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Linda Gozali, pekerjaan seni tidak bisa dipaksakan selesai dalam delapan jam.
Di sisi lain, pengaturan jam kerja dapat berdampak signifikan ke investasi yang semakin mahal. Ini juga dapat mengubah struktur industri film. Itu sebabnya seluruh pemangku kepentingan perfilman mesti berdiskusi dan menyusun sistem kerja yang dinilai ideal.
”Kami mengajak semua pemangku kepentingan untuk membicarakan apa yang wajar dan pantas dan selayaknya dijadikan kesepakatan bersama. Kesepakatan ini perlu didukung BPI,” ujar Linda.
Kondisi kerja para insan film juga tidak sepenuhnya aman. Ini sesuai dengan survei tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) oleh ICS pada 2023. Salah satu aspek yang disorot pada survei ini adalah pekerjaan yang berhubungan dengan ketinggian, misalnya saat kru film bekerja di atas perancah (steger/scaffolding).
”Teman-teman (perfilman) umumnya belum pernah dapat pelatihan soal K3 yang berhubungan dengan ketinggian,” kata Firdaus pada salah satu rangkaian konferensi Hari Film Nasional di Jakarta, Selasa (7/3/2023). ”Pengalaman mereka biasanya diajarkan turun-temurun,” katanya.
Dari 226 responden dalam survei tersebut, sebanyak 47,8 persen orang mengaku tahu sedikit cara bekerja yang aman di ketinggian. Yang mengaku tahu cara bekerja aman di ketinggian 30,5 persen, sementara yang sangat tahu 11,5 persen dan yang tidak tahu 10,2 persen.
Kompas
Muhammad Yazid (atas) berlatih aksi bela diri untuk film laga di Studio Piranha Stunt Indonesia di Depok, Jawa Barat, Jumat (26/3/2021). Muhammad Yazid adalah salah seorang pendiri Piranha Stunt Indonesia. Pandemi Covid-19 yang memukul industri film di tanah air berdampak pada para aktor pemeran figuran dan pengganti.
Mereka akhirnya belajar secara mandiri untuk menjamin keamanan kerja di ketinggian. Sebanyak 56,2 persen responden mengaku belajar dari pengalaman, 42,5 persen belajar dari rekan atau kerabat, 25,2 persen dari internet, serta 16,8 persen dari pelatihan. Hanya 19 persen responden yang mengaku pernah mengikuti pelatihan K3 yang berhubungan dengan ketinggian.
Kondisi ini rentan menyebabkan kecelakaan kerja. Namun, sebanyak 82,3 persen responden mengaku tidak pernah mengalami kecelakaan kerja di ketinggian. Hanya 14,2 persen orang yang mengaku pernah mengalami kecelakaan.
Ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan, yakni karena pekerja tidak teliti (65,9 persen), kelelahan (60,2 persen), dan kurangnya pengetahuan untuk bekerja secara aman di ketinggian (59,7 persen).
”Tidak teliti berkaitan dengan jam kerja. Kelelahan berkaitan dengan jam kerja. Kurangnya pengetahuan berkaitan dengan (minimnya) pelatihan (K3),” ujar Firdaus.
Kekerasan seksual
Ruang kerja film juga mesti didesain agar aman dari kekerasan seksual. Ketua Umum Aprofi Edwin Nazir mengatakan, walau belum ada data pasti, kekerasan seksual dialami sejumlah pekerja film di tempat kerja. Kasus ini kadang tidak dilaporkan karena korban takut. Ketimpangan relasi kuasa antara korban dan terduga pelaku memperburuk kondisi ini.
Selain relasi kuasa, masalah lain kekerasan seksual ialah belum ada akses perlindungan, keadilan, dan pemulihan bagi korban. Selain itu, belum semua insan film paham kekerasan seksual.
”Tanpa aturan dan panduan yang jelas, semua orang bisa jadi pelaku atau korban. Banyak korban bungkam karena belum ada sistem penanganan terstruktur dan yang berpihak ke korban,” tutur Edwin.
Aprofi pun menyusun Panduan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam Produksi Film serta Panduan dan Prosedur Operasional Standar Adegan Intim dalam Film. Panduan disusun bersama antara lain Komnas Perempuan dan Gerakan Aliansi Laki-laki Baru. Panduan telah selesai dibuat dan sedang diuji coba setahun terakhir.
Panduan ini nantinya akan disebarkan ke seluruh anggota Aprofi tahun ini. Semua anggota akan diwajibkan menerapkan panduan ini dalam proses produksi film.