Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) tidak sekadar dalam penggunaan aplikasi. Namun, bagaimana memahami data, menganalisisnya menjadi informasi yang berguna, dan dikembangkan untuk memudahkan kehidupan manusia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (kedua dari kanan) Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra (kanan), akademisi Universitas Indonesia, Meuthia Ganie-Rochman (kedua dari kiri) dan Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society, Lukas, berfoto bersama sebelum dimulainya webinar yang diadakan oleh Kompas.id di Telkomsel Smart Office, Telkom Hub, Jakarta, Selasa (6/372023). Webinar yang dipandu oleh Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, A Tomy Trinugrohi ini bertajuk 'Digitalisasi, Artificial Intelligence, dan Masa Depan Manusia'.
JAKARTA, KOMPAS – Sebagai bagian dari perkembangan teknologi informasi, era kecerdasan buatan atau artificial intelligence tak bisa dihindari. Berbagai teknologi diproduksi untuk memudahkan aktivitas manusia. Persaingan di era ini perlu dibarengi dengan penguatan sumber daya manusia dalam memanfaatkan mahadata yang menjadi “makanan” kecerdasan buatan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, dengan keberagaman demografi, geografis, dan sosial budaya, Indonesia berpotensi menjadi sumber mahadata atau “big data”. Namun, belum semua kekayaan data itu dikumpulkan secara sistematis.
Padahal, mahadata merupakan asupan bagi kecerdasan buatan (AI) mulai dari mengenali persoalan, merangkum pengetahuan, hingga mendasari keputusan. Jadi, keputusan mesin AI bergantung pada data-data yang diolah.
“Kalau bicara AI dan memanfaatkannya sebaik-baiknya, kemudian memakainya untuk menganalisis big data yang kita miliki, penguatan SDM (sumber daya manusia) nomor satu. Tidak ada cara lain,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Digitalisasi, AI, dan Masa Depan Kita di The Telkom Hub, Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan pidato kunci dalam webinar yang diadakan Kompas.id di Telkomsel Smart Office, Telkom Hub, Jakarta, Selasa (6/372023).
Diskusi ini digelar Harian Kompas bersama Telkomsel dalam rangkaian kegiatan HUT ke-6 Kompas.id, platform digital model berlangganan Harian Kompas. Diskusi dipandu oleh Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Antonius Tomy Trinugroho.
Handoko menuturkan, penguatan SDM tidak semata-mata dengan memperbanyak tenaga sektor teknologi informasi. Sebab, persoalannya bukan pada sektor teknis, tetapi mengenai cara berpikir analisis kritis.
Dibutuhkan penguatan SDM pada sektor sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM). Sebab, pemanfaatan kecerdasan buatan tidak sekadar dalam penggunaan aplikasi. Namun, bagaimana memahami data, menganalisisnya menjadi informasi yang berguna, dan dikembangkan untuk memudahkan kehidupan manusia.
“Ultimate skills untuk memanfaatkan itu hanya bisa diciptakan jika terlibat di riset yang terkait. Dalam bidang kesehatan, misalnya, harus dokter yang memahami AI dan substansi konten dari data-data itu,” jelasnya.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Pemanfaatan aplikasi berbasis kecerdasan buatan (Artificial intelligence/AI), ChatGPT, di sebuah kantor di Jakarta, Selasa (7/3/2023). ChatGPT adalah chatbot AI berupa model bahasa generatif yang menggunakan teknologi transformer untuk memprediksi probabilitas kalimat atau kata berikutnya dalam suatu percakapan ataupun perintah teks.
Pengembangan kecerdasan buatan memerlukan kesiapan infrastruktur, tidak hanya fisik, tetapi kesiapan mahadata. Hal ini menjadi salah satu persoalan utama karena belum banyak mahadata di Indonesia selain data pelanggan perbankan dan telekomunikasi seluler.
Menurut Handoko, pemanfaatan mahadata bisa dilakukan oleh banyak pihak, termasuk perusahaan media. Tinggal bagaimana data itu dikelola oleh sistem yang mumpuni untuk digunakan menjawab berbagai persoalan.
“Problem yang harus dipecahkan adalah bagaimana menggeneralisasikan dan melakukan repositori data secara konsisten. Kalau tidak, hasil AI-nya akan ngawur. Ini tantangan ke depan,” ucapnya.
Handoko menambahkan, seperti halnya perkembangan komputer, internet, dan web, AI hanyalah tools (peralatan), bukan tujuan. Teknologi ini tidak akan bekerja tanpa ada mahadata yang diproses.
Penguatan SDM tidak semata-mata dengan memperbanyak tenaga sektor teknologi informasi. Sebab, persoalannya bukan pada sektor teknis, tetapi mengenai cara berpikir analisis kritis.
Di balik berbagai kemudahan yang ditawarkan, terdapat dampak negatif AI yang harus diantisipasi. AI berpotensi melanggar privasi karena dapat mengambil data dari perangkat.
Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi untuk mengaturnya. Sisi negatif lainnya, teknologi AI sangat memungkinkan dimanfaatkan untuk memata-matai orang lain.
“AI hanya bagian dari proses natural dari perkembangan teknologi yang diharapkan memudahkan (aktivitas) manusia dan memang kita butuhkan kalau tidak salah menggunakannya,” katanya.
Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS) Lukas mengatakan, AI menghadirkan dua sisi antara potensi dan risiko yang harus dihadapi. Potensi kekayaan data bisa dijadikan lompatan bagi Indonesia menuju negara maju.
Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society, Lukas.
Akan tetapi, hal ini tidak bisa hanya mengandalkan peneliti atau pegiat AI. Sebab, pemanfaatan kecerdasan buatan memerlukan pemahaman orang-orang di berbagai bidang agar fungsinya sesuai dengan yang diharapkan.
“Dalam teknologi kesehatan tentu harus bergandengan dengan dokter. Begitu juga untuk bidang lainnya melibatkan profesi terkait. Jadi, era ini sangat terbuka untuk kolaborasi,” ujarnya.
Sejumlah produk AI juga masih memiliki keterbatasan. ChatGPT yang dikembangkan OpenAI, misalnya, belum menjamin akurasi informasi seutuhnya. Sebab, informasi yang dihasilkan sangat bergantung dengan dominasi data-data yang diolah.
“Kalau hanya mencari fakta atau melaporkan sesuatu, ChatGPT bisa. Namun, untuk analisis, belum. Mungkin saja akan ada kemajuan untuk itu,” jelasnya.
Oleh karenanya, teknologi AI harus digunakan dengan bijak. Hal ini untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan.
“Kalau digunakan orang baik akan bermanfaat untuk menopang bisnis dan membantu pengamanan. Namun, ketika jatuh ke orang jahat, bisa dipakai untuk memanipulasi atau memalsukan, seperti dengan deepfake,” ucapnya.
Masalah etika
Sosiolog dari Universitas Indonesia Meuthia Ganie-Rochman menjelaskan, salah satu dampak positif AI adalah efektivitas pengelolaan sumber daya. Selain itu, menumbuhkan ekonomi baru terkait pemanfaatan kecerdasan buatan itu.
Akan tetapi, dampak negatifnya tak boleh diabaikan. Banyak negara belum mampu memaksimalkan pengamanan data-datanya. Data konsumen pun sangat riskan diarahkan pada preferensi tertentu.
Menurut Meuthia, masalah etika dan moral serta implikasi pada kesejahteraan masyarakat belum menjadi fokus industri kecerdasan buatan. “Keamanan data itu semestinya satu paket dengan pengembangan AI. Pemerintah harus jauh lebih baik melakukannya,” ujarnya.
Vice President of Information Technology Business Intelligence and Analytics Telkomsel, Tina Lusiana (tengah) dan CTO Tokopedia Herman Widjaja menjadi pembicara dalam webinar yang diadakan oleh Kompas.id di Telkomsel Smart Office, Telkom Hub, Jakarta, Selasa (7/3/2023). Webinar yang dipandu oleh Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Adi Prinantyo (kiri) ini bertajuk 'Digitalisasi, Artificial Intelligence, dan Masa Depan Manusia'.
Direktur Network Telkomsel Nugroho mengatakan, teknologi AI sudah banyak digunakan di berbagai bidang. Namun, hal itu tetap memerlukan regulasi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang salah.
“Mari mulai percepatan, kesadaran, dan kemajuan teknologi AI secara bersama-sama dengan bijaksana karena AI akan menggantikan fungsi manusia, kecuali mereka yang bijaksana,” katanya.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra menyebutkan, mesin teknologi bisa saja mempunyai memori yang melampaui batas kemampuan manusia dalam mengingat sesuatu. Namun, manusia memiliki kebijaksanaan tanpa batas yang justru sama sekali tidak dimiliki mesin.
“Kebijaksanaan lahir dari perpaduan pikiran, frekuensi, serta empati pada sesama dan alam. PR (pekerjaan rumah) di era kemajuan teknologi ini adalah bagaimana kita diingatkan lagi untuk menjadi lebih manusia sebagai manusia,” katanya.