Cakupan imunisasi yang menurun di masyarakat menjadi penyebab utama munculnya kasus luar biasa pada penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal itu dinilai menjadi penyebab utama KLB difteri di Garut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejadian luar biasa difteri yang terjadi di Garut, Jawa Barat, menjadi pembelajaran akan pentingnya cakupan imunisasi optimal di masyarakat. Upaya penanggulangan dan penguatan surveilans pun kini diperkuat untuk mencegah penularan yang kian meluas.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Prima Yosephine saat dihubungi di Jakarta, Kamis (23/2/2022), menuturkan, laporan kejadian luar biasa (KLB) difteri di Garut yang terkonfirmasi saat ini setidaknya sudah mencapai tujuh kasus. Lima kasus masih masuk pada kategori suspek.
Dilaporkan pula terdapat tujuh kasus meninggal yang di antaranya memiliki hubungan epidemiologi pada wilayah KLB dan ada pula yang tidak memiliki catatan medis lengkap. Pelayanan Outbreak Response Immunization (ORI) dengan pemberian vaksin pun akan dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan KLB tersebut.
”Outbreak Response Immunization (ORI) direncanakan akan dimulai tanggal 27 Februari 2023 di Kecamatan Pangatikan (Garut). Sasarannya sekitar 11.000 anak usia dua bulan sampai 15 tahun,” ujarnya.
Prima menambahkan, kajian epidemiologi terus dilakukan untuk menentukan apakah perluasan pelaksanaan ORI diperlukan. Selain itu, penguatan imunisasi rutin lengkap dilakukan pada tiap anak di seluruh wilayah. Cakupan imunisasi yang menurun dapat menjadi penyebab dari kejadian luar biasa pada penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Cakupan imunisasi
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, cakupan imunisasi dasar lengkap di Kabupaten Garut pada 2019 sebesar 88,79 persen. Cakupan tersebut terus menurun menjadi 86,2 persen pada 2020 dan 70,20 persen pada 2021. Cakupan tersebut tidak merata di beberapa daerah. Di sejumlah wilayah, cakupan imunisasinya cukup rendah, termasuk di Kecamatan Pangatikan, di mana ditemukan kasus difteri.
Outbreak Response Immunization (ORI) direncanakan akan dimulai tanggal 27 Februari 2023 di Kecamatan Pangatikan (Garut). Sasarannya sekitar 11.000 anak usia dua bulan sampai 15 tahun.
Prima memaparkan, upaya lain yang juga dilakukan dalam penanggulangan dan penguatan surveilans pada kasus difteri ialah deteksi dini kasus melalui sistem kewaspadaan dini dan respons. Pemantauan pun dilakukan untuk mengantisipasi adanya penambahan kasus di wilayah KLB.
”Kami melakukan pula refreshing training terkait surveilans dan penanggulangan difteri bagi provinsi dan kabupaten/kota yang terdampak secara bertahap,” kata Prima.
Penanganan lain yang dilakukan untuk mencegah perluasan penularan, antara lain, berupa pembatasan aktivitas pasien yang sakit keluar rumah, pemberian profilaksis pada kontak erat, serta tata laksana kasus mulai dari pengambilan tes usap, pemberian antidifteri serum (ADS), hingga isolasi kasus. Petugas pemantau minum obat (PMO) profilaksis pada kontak erat juga telah ditunjuk.
Difteri merupakan penyakit menular yang dapat disebarkan melalui batuk, bersin, ataupun luka terbuka. Gejala yang bisa muncul seperti sakit tenggorokan dan masalah pernapasan. Penularan difteri utamanya disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan serta dapat berpengaruh pada kulit.
Difteri dapat menyerang semua usia dan berisiko menimbulkan infeksi serius. Jika tidak segera ditangani, bakteri penyebab difteri dapat bersifat racun yang merusak jantung, ginjal, ataupun otak. Risiko kematian pun sangat tinggi.
Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Universitas Padjadjaran Cissy Kartasasmita menyampaikan, temuan kasus difteri di masyarakat terjadi karena cakupan imunisasi yang rendah atau menurun. Penularan ini pun terjadi karena adanya penularan dari orang yang terinfeksi ke suatu daerah.
Sebagai respons cepat, katanya, vaksinasi harus segera dilakukan untuk daerah yang ditetapkan KLB serta daerah di sekitarnya. Antibiotik juga harus diberikan pada kasus yang menjadi kontak erat.
”Penyakit difteri ini sangat bahaya karena bisa menyebabkan kematian untuk semua umur. Pemberian antidifteri serum pun harus segera dilakukan untuk mengatasi efek toksik akibat bakteri yang menginfeksi,” ujar Cissy.