Sumber daya manusia yang kurang menjadi kendala utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Berbagai masalah internal di dalam BRIN harus diselesaikan sebelum menargetkan sesuatu yang lebih jauh.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
Kompas
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan isu terkini terkait BRIN dalam konferensi pers Saatnya BRIN Menjawab, di Jakarta, Jumat (10/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Sumber daya manusia periset, peneliti, ataupun perekayasa di Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN tergolong terbatas kemampuannya. Hal ini terjadi di seluruh bidang penelitian dan berdampak pada ekosistem riset. Permasalahan internal ini diharapkan rampung agar percepatan inovasi nasional dapat terwujud.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, dalam ekosistem riset, sumber daya manusia (SDM) yang unggul berperan 70 persen. Sementara infrastruktur berperan 20 persen dan anggaran berperan 10 persen. Kompetensi BRIN sebagai lembaga bergantung pada penelitinya, sedangkan untuk mencetak peneliti yang baik butuh waktu lama.
”Masalah utama ada di SDM. BRIN relatif bagus pada bidang life-science (ilmu biologi) dan material-science (ilmu material). Akan tetapi, pada bidang nuklir, antariksa, dan lainnya yang cukup rumit, SDM masih belum memadai,” ujar Handoko dalam konferensi pers ”Saatnya BRIN Menjawab”, di Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Adapun infrastruktur dan anggaran, kata Handoko, dapat dibangun serta diadakan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, BRIN akan berfokus pada pengembangan SDM. Para peneliti, periset, dan perekayasa dituntut untuk lebih produktif serta kompetitif dalam pekerjaannya. Ada indikator penilaian berupa hasil kerja minimal (HKM) yang harus dipenuhi setiap peneliti.
Indikator tersebut sesuai dengan aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengenai capaian seorang peneliti dalam setahun. Misalkan target indikator itu tidak terpenuhi, tunjangan kinerjanya akan terus menurun. Lebih jauh, peneliti dapat diberhentikan apabila HKM tidak terpenuhi terus menerus.
”Prinsip kerja tak kerja dibayar yang melekat pada pegawai negeri sipil (PNS) harus dihilangkan. Dengan demikian, peneliti akan terus menghasilkan sesuatu dan mempertanggungjawabkan hasil kerja mereka pada masyarakat,” ucap Handoko.
Ekosistem riset seharusnya memaksimalkan potensi pengembangan sistem produksi pengetahuan, sedangkan BRIN malah mengacaukan ekosistem riset yang sudah dibangun.
Baru dan unik
Dalam kesempatan itu, Handoko juga menyebut BRIN merupakan lembaga negara yang unik dan baru. Upaya integrasi setiap lembaga penelitian negara akan mempermudah pekerjaan peneliti dan pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan berbasis sains.
BRIN tergolong lembaga yang superbody karena menjalankan tiga fungsi secara bersamaan, yakni membuat kebijakan, mengimplementasikan, dan mengontrol jalannya riset (Kompas, 1/2/2023). Hal itu, menurut Handoko, yang menjadikan BRIN unik dan dinilai efektif.
”Model yang dijalankan BRIN dapat menurunkan cost of funding (anggaran) dari penelitian. Peneliti tidak perlu membeli alat masing-masing, tetapi telah disediakan oleh BRIN dan dapat digunakan secara sharing (bersama-sama),” tutur Handoko.
Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Herlambang P Wiratraman menyebutkan, kewenangan BRIN—dengan karakter sentralisasi dan birokratisasi—itu terlalu besar dan membuatnya kurang efektif. Ekosistem riset seharusnya memaksimalkan potensi pengembangan sistem produksi pengetahuan, sedangkan BRIN malah mengacaukan ekosistem riset yang sudah dibangun.
”Karakter BRIN bersifat represif dalam kebebasan akademik para penelitinya. Alih-alih penguatan SDM, yang terjadi malah peningkatan keluhan dari peneliti,” ungkapnya.
Dalam jangka panjang, tutur Herlambang, bukan hanya kemunduran, melainkan juga rusaknya ekosistem riset yang sudah dibangun oleh banyak pihak sejak lampau. Yang dilakukan BRIN saat ini ialah mendisiplinkan lembaga riset dengan metode birokrat dan teknokrat.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Pengunjung memegang malam yang telah disiram oleh nitrogen dalam acara BRIN Science Show, Sarinah, Jakarta, Jumat (11/11/2022). Demo sains ini dilakukan oleh Indonesia Science Center. Mereka melakukan uji coba menyiramkan nitrogen kepada benda hingga makanan.
Terisolasi
Menurut Director Nanyang Technological University Institute of Science and Technology for Humanity (NISTH) Sulfikar Amir, BRIN perlu menyelesaikan masalah internalnya terlebih dahulu sebelum memulai sesuatu yang lebih besar. Hal ini yang mengisolasi BRIN dari mitranya baik pemerintah maupun swasta.
Integrasi seluruh peneliti ke dalam BRIN ditargetkan mampu menyelesaikan permasalahan ekosistem riset–koneksi antara inovasi dan sektor industri. Walakin, setiap penelitian masih berjalan masing-masing dan belum terkoneksi dengan baik dengan sektor industri.
”Oleh karena itu, BRIN perlu memperkuat koneksinya pada industri baik kecil maupun besar. Setiap proyek nasional juga harus melibatkan BRIN sebagai katalisatornya,” kata Sulfikar.